Mohon tunggu...
Y ANISTYOWATIE
Y ANISTYOWATIE Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Berusaha menemukan solusi permasalahan bangsa, blog saya: www.anisjasmerah.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Setahun Pak Jokowi: Kebijakan Apa yang Didukung dan yang Harus Dikoreksi !

6 November 2015   11:55 Diperbarui: 6 November 2015   12:29 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hutang pemerintah sendiri bulan Agustus 2015 sekitar US$ 134 milyar = 1795 T, sedangkan hutang swasta sekitar US$ 169,3 milyar = 2268T. Tambahan hutang yang cukup besar ini terjadi karena adanya hutang yang baru, juga sebagai dampak merosotnya nilai tukar rupiah. Tentunya, bayar cicilan hutang pemerintah dan swasta juga akan bertambah. Nanti kalau tidak bisa bayar cicilan hutang karena cadangan devisa negara kita tinggal sedikit, maka solusi pemerintah akan mencari hutang baru atau menjual SUN lagi. Padahal hutang yang baru berarti kedaulatan bangsa Indonesia semakin berkurang, karena harus ada kompensasi lain yang diberikan.

Kalaupun kemarin ada peningkatan nilai tukar rupiah terhadap dolar, bukan karena sudah ada perbaikan fundamental ekonomi Indonesia, tetapi karena masuknya investasi asing lagi yang sebelumnya keluar akibat The Fed berencana menaikkan suku bunga dan ternyata batal.

Sementara dikeluarkannya Paket Kebijakan I – V tidak mampu mengatasi permasalahan yang sudah terjadi di depan mata, yaitu: terus naiknya harga kebutuhan hidup, rendahnya daya beli masyarakat, PHK di berbagai tempat, serta demo buruh yang terus menuntut kenaikan upah.

Disamping itu sifat kebijakan tersebut berbelit-belit, misalnya berencana menurunkan harga gas industri, listrik murah pada jam malam untuk industri, solar turun Rp 100. Dimana upaya ini bersifat sektoral karena hanya untuk kepentingan industri tertentu saja. Padahal sumber masalah sejatinya adalah naiknya harga BBM sehingga semua harga kebutuhan hidup naik dan daya beli masyarakat merosot tajam karena mereka terkena dampak ganda yaitu kenaikan harga BBM dan kenaikan harga kebutuhan.

Ibaratnya pemerintah ini mau menangkap tikus (para pelaku pemboros BBM), tetapi yang dibakar lumbungnya. Sehingga rakyat kecil yang penghasilannya pas-pasan/kurang jadi sekarat, sementara kenyataannya yang uangnya banyak masih boros BBM. Berapa orang, atau adakah mereka yang dulunya kalau berangkat kerja naik mobil kemudian sekarang ganti sepeda motor ?

Kalau mau menggerakkan perekonomian negara yang benar seharusnya tidak dilakukan dengan memberi insentif sedikit-sedikit, misalnya: tarif listrik industri diturunkan sedikit (untuk jam malam), harga gas industri diturunkan sedikit, harga solar diturunkan sedikit, pajak kelompok usaha tertentu dibebaskan, petani diberi subsidi pupuk, nelayan diberi subsidi nelayan, dll. Karena itu akan menambah belanja negara atau mengurangi pendapatan negara yang cukup besar, sementara daya beli masyarakatnya masih tetap bermasalah.

Yang benar, pemerintah harus mencari kebijakan yang memiliki efek “multiplier” kemana-mana, yaitu turunkan harga BBM seperti semula. Dampak yang diharapkan, sekali dayung kemudian banyak permasalahan yang akan teratasi. Dari sisi pengusaha/perusahaan dapat penurunan biaya produksi, dari sisi masyarakat bisa menaikkan daya beli.

Juga mobilitas masyarakat menjadi lebih bergairah karena biaya transportasinya lebih murah. Untuk pemerintah, bila tidak terjadi korupsi maka akan ada tambahan sisa belanja negara. Jadi kalau mau menurunkan harga BBM jangan hanya turun sedikit, ini efeknya tidak akan terasa. Bagaimana dunia industri akan bisa berkembang maju, kalau mobilitas masyarakatnya saja dipersulit dengan naiknya harga BBM ?

Pada sisi lain, pemerintah (BI) harus mengeluarkan kebijakan yang tidak membiarkan jumlah mobil di dalam negeri bertambah dengan cepat. Kalau rakyat belum mampu membeli mobil, jangan dipermudah secara kredit. Lebih baik mobilnya diekspor dengan harga yang bersaing dan alihkan sistem kredit mobil ini untuk memperbesar kredit UMKM. Juga pemerintah harus bisa membuat para pemilik mobil ini tidak boros BBM atau memakai mobil kalau bepergian dengan banyak orang saja sehingga impor BBM bisa berkurang dan devisa negara bisa dihemat, serta kemacetan akan berkurang.

Jangan mereka tetap dibiarkan beli BBM sesuka-suka dia sehingga terus terjadi defisit perdagangan yang dampaknya membuat rupiah menjadi melemah. Kalau rupiah melemah, maka turunnya harga BBM menjadi tidak bermakna karena hutang-hutang perusahaan itu bisa bertambah secara tiba-tiba, harga bahan baku industri akan naik sehingga ongkos produksi dunia industri tetap tinggi dan mereka jelas tidak mungkin untuk menurunkan harga.

Jadi proses penurunan harga kebutuhan ini memang sangat rumit, tidak segampang kalau kita ingin menaikkan harga barang-barang, yaitu tinggal naikkan saja harga BBM ! Sedangkan kalau pemerintah menghendaki harga-harga barang kebutuhan bisa turun kembali, prosesnya bukan sekedar hanya menurunkan harga BBM saja tetapi juga harus menurunkan nilai tukar rupiah seperti ketika harga BBM belum naik. Kalau keduanya sudah dilakukan, pemerintah juga harus menurunkan harga listrik dan gas yang biasanya ikut naik. Baru kemudian industri itu akan menurunkan harga produk-produknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun