Mohon tunggu...
Akhlis Purnomo
Akhlis Purnomo Mohon Tunggu... Penulis - Copywriter, editor, guru yoga

Suka kata-kata lebih dari angka, kecuali yang di saldo saya. Twitter: @akhliswrites

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Artikel Utama

Tak Cuma IQ, AI Kini Punya EQ

3 April 2024   11:54 Diperbarui: 4 April 2024   02:03 794
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
AI kini bisa belajar mengasah kecerdasan emosi. (Foto: Pexels)

Lebih lanjut, dikatakan bahwa Hume AI bisa "dengan satu panggilan API, menerjemahkan beragam ekspresi emosi dan menghasilkan respons empatik". Dengan kata lain, Hume AI ialah AI dengan kecerdasan emosional yang lebih maju daripada AI lain.

Ancaman atau Sindiran untuk Manusia?

Nah, bagi kita manusia, sebenarnya ini bisa menjadi ancaman sekaligus alat memperbaiki diri.

Ancaman karena tatkala kita tidak mengasah kecerdasan emosional kita, kita akan kalah dengan AI ini.

Seperti apa manusia-manusia yang kalah soal kecerdasan emosional? Mereka adalah manusia-manusia yang kurang bisa berkomunikasi dengan empati pada sesamanya, makhluk lain, dan alam sekitar.

Dan ini kita sudah saksikan di sekitar kita, banyak sekali manusia-manusia yang memiliki masalah emosional, misalnya mudah marah, suka berkata kasar, kejam dan sering mempersulit kehidupan orang lain, atau mencari dan menumpuk harta sampai tak peduli bagaimana nasib orang lain (karena di pikiran mereka hanya soal diri mereka dan keluarganya).

Manusia-manusia ini sudah menjadi robot (baca: budak bagi nafsunya) bahkan lebih robot dari AI itu sendiri.


Di sisi lain, AI dengan kecerdasan emosional yang baik ini bisa mendorong manusia untuk lebih berempati. Tidak asal menghujat seseorang atau membenci sesuatu tetapi mencari dulu duduk perkaranya secara jelas. 

Dan akhir-akhir ini, kita juga sebagai manusia makin berjuang untuk belajar berempati. Kita bisa menyaksikan contohnya, fenomena para selebriti, petinggi negara, dan influencers yang mempertontonkan kemewahan sedemikian rupa di tengah kondisi keprihatinan rakyat di lapisan bawah yang terkena badai PHK dan gaji yang tergerus inflasi bahan pokok.

Seharusnya kemunculan AI ber-EQ ini juga bisa menjadi bahan refleksi dan evaluasi bagi para pendidik, bukan cuma guru dan dosen tapi juga orang tua dan orang dewasa pada umumnya.

Seperti apakah kita harus mendidik generasi muda kita? Apa iya kita mau anak-anak kita menjadi robot yang sekolah dan kuliah cuma untuk menjadi mesin pendorong pertumbuhan GDP atau melunasi utang negara?

Tentu tidak ada yang salah dengan pembangunan yang ingin mengangkat taraf ekonomi rakyat tetapi jika itu dilakukan tanpa mengindahkan aspek mental dan spiritual rakyat, yang kita songsong malah bukan kemajuan tapi kehancuran. (*/)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun