Mohon tunggu...
Akhlis Purnomo
Akhlis Purnomo Mohon Tunggu... Penulis - Copywriter, editor, guru yoga

Suka kata-kata lebih dari angka, kecuali yang di saldo saya. Twitter: @akhliswrites

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Ini yang Terjadi Setelah Anda Berhenti Makan Mi Instan

12 Maret 2018   20:02 Diperbarui: 13 Maret 2018   01:41 2518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya masih ingat terakhir saya makan mi instan. Tepatnya di suatu hari di bulan November 2016, saat saya sedang menginap di rumah seseorang bersama teman-teman saya di luar kota. Rumah itu begitu terpencil hingga satu-satunya yang bisa kami santap dengan segera untuk mengusir lapar ialah mi instan. Mulanya saya menolak tetapi apa daya. Ini kondisi darurat. Daripada tidak bisa tidur karena kelaparan yang amat sangat, saya pun menyerah pada godaan itu. 

Teman-teman saya pun memasak mi instan rebus dan menghidangkannya untuk disantap bersama-sama. Kami yang sudah sangat bernafsu menghabiskan mi instan itu. Kecuali saya. Saya hanya menyantapnya setengah porsi. Itupun karena teman-teman tidak habis. Lalu tebak apa yang terjadi esoknya? Saya diare.

Entah apakah ini kebetulan tapi memang demikian yang terjadi pada saya setelah menyantapnya. Kejadian yang sama terulang beberapa hari lalu saat saya iseng mencoba makan bihun instan kemasan. Saya pikir,"Ah, ini bukan mi instan jadi lebih aman." Saya pun tanpa ragu memasak dan menikmatinya. Dua porsi sekaligus malah. 

Perut saya langsung penuh rasanya setelah menyantap sepiring penuh bihun itu.  Dan mirip sebelumnya, saya pun diare keesokan harinya.

Ini aneh karena bahkan malam itu saya tidak cuma mengisi perut dengan bihun. Tetapi makanan lainnya ini bukan jenis siap saji tetapi sate ayam yang tentunya tidak mungkin seawet mi instan yang sampai bisa berbulan-bulan dipajang di rak toko.

Mi instan memang membuat kinerja pencernaan kita lebih berat karena sarat dengan bahan-bahan pengawet dan zat aditif seperti pewarna artifisial. Menurut keterangan ahli gizi yang dikutip Vice.com ini, mi instan memang susah dicerna tubuh manusia. Sebagai sumber karbohidrat, mi instan lebih 'berat' daripada nasi dan kentang. Saat Anda merasa perut penuh setelah makan mi instan, itu karena sistem pencernaan Anda bekerja ekstra keras. Bila konsumsi mi instan tidak direm dan berlangsung tiap hari, bisa jadi terjadi penumpukan gula di tubuh, yang berakhir pada penyakit metabolik seperti diabetes atau kencing manis. 

Dengan dua kali insiden ini, sekarang saya tidak tergoda lagi dengan bau gurih MSG khas mi instan yang semerbak itu. Karena setelah dipikir-pikir, buat apa menyiksa tubuh dengan makanan buatan yang menurunkan kesehatan?

Lagipula, mengurangi konsumsi mi instan juga berarti mengurangi konsumsi gandum yang kebanyakan hasil impor. Dengan begitu, saya bisa beralih pada produk makanan segar lokal yang memberdayakan masyarakat di sekitar saya, alias bangsa saya sendiri. Itu belum terhitung dengan volume sampah plastik yang dihasilkan dari pembuangan bungkus mi instan yang bisa saya kurangi dengan menghindari makan makanan kemasan satu ini.

Bagaimana dengan Anda? Apakah punya pengalaman serupa dengan mi instan? (/ akhlis.net)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun