Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Susahnya Jika Harus Memilih, Punya Anak Pintar, Atau Anak Bahagia

9 Februari 2022   22:24 Diperbarui: 11 Maret 2022   22:45 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Orang tua kita sering menasehati kita, belajar yang rajin, biar pinter, nanti bakal jadi orang sukses. Tapi Clifton Dan Rath,dari Harvard University meneliti tentang Emosi Positif, lebih tepatnya mencari hubungan antara IQ tinggi dengan tingkat kebahagiaan dan kesuksesan. Dan mereka menemukan sesuatu istimewa tersebut.

Pertanyaan kuncinya, apakah sebaiknya kita mendidik anak pintar atau anak bahagia?. Jika harus memilih salah satu, pastilah setiap orang tua akan menjawab, "anak bahagia".

why-intelligent-people-fail-to-be-happy-620eb4bdbb448650c9415ba2.jpg
why-intelligent-people-fail-to-be-happy-620eb4bdbb448650c9415ba2.jpg
kaskus

Dengan kata lain prioritas dari mendidik adalah membuat anak bahagia. Buat apa pintar, cerdas tapi tidak bahagia. Bagaimanapun bahagia tidak dilarang meskipun IQ kita "jongkok".

Bahagia atau pintar

16475737-303-6207db12b4616e17bc13ac32.jpg
16475737-303-6207db12b4616e17bc13ac32.jpg
dw.com

Jadi apa sebenarnya harapan kita ketika memasukan anak kesekolah dan mendapatkan pendidikan?.Ada tiga hal yang harus menjadi titik fokus perhatian kita, dalam proses pendidikan, salah satunya untuk membuat anak-anak tak sekedar punya IQ tinggi, tapi juga punya karakter untuk menjadi sukses.

Pertama; melejitkan daya ke-manusiaan dengan memiliki kreatifitas dan daya imajinasi. Semakin tinggi kedua faktor itu, membantu manusia menciptakan banyak gagasan yang semakin memudahkan hidup mereka. Anak-anak tidak hanya harus sehat mental, namun juga harus sehat sosial. Anak-anak yang berinteraksi lebin intensif dengan lingkungan sekitar akan memiliki sikap yang lebih dinamis, fleksibel, dan penuh imajinasi. Daripada anak-anak yang terkurung dan hanya bergaul dengan lingkungan terbatas.

Kedua; meningkatkan kecerdasan untuk hidup yang lebih baik. Seperti di sampaikan Robert Kiyosaki, ada kecenderungan anak-anak yang bernilai C justru lebih banyak menjadi pemimpin bagi anak-anak bernilai A. Karena faktor karakter C yang cenderung tidak terbebani dengan persoalan mendasar, seperti ketakutan gagal. Sedangkan anak-anak bernilai tinggi cenderung terbiasa untuk takut gagal karena terbiasa dengan ukuran-ukuran yang kaku tentang nilai saja.

Ketiga; agar setiap manusia memiliki karakter-moralitas yang baik. Apa yang lebih berharga dari sebuah moralitas yang baik yang diterima langit dan bumi. Meskipun ada asumsi yang mengatakan untuk sukses harus "banyak bersikap intoleran", karena terlalu toleran membuat semua "otorisasi" berjalan lambat. Dalam banyak realitas yang terjadi, pada akhirnya sikap dan emosi positif justru yang bisa membuatnya lebih bahagia di atas kesuksesan yang diraihnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun