Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jangan Mengulang Kebodohan "Floracrats" dalam Peleburan Eijkman-BRIN

10 Januari 2022   21:22 Diperbarui: 10 Januari 2022   21:34 1278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Terintegrasinya Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Sejak September 2021, tak sekedar merubah namanya dari Lembaga Biologi Molekuler Eijkman menjadi Pusat Riset Biologi Molekuler (PRBM) Eijkman. Bahkan perubahan itu menyulut polemik yang lebih menarik, karena ada sisi sensitif di dalamnya. 

Pembentukan BRIN ini menurut Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto, adalah setback bagi pembangunan sains di Indonesia. Mencerminkan reorganisasi yang ambisius, namun tidak jelas dalam membantu Indonesia mencapai ambisi teknologinya.

Polemik yang masih mengemuka dalam peleburan lembaga Eijkman kedalam BRIN menimbulkan pro dan kontra yang menarik. Apalagi, karena "bumbunya" adalah politik. Kelihatannya politik mulai merangsek kemana saja, bahkan memasuki lembaga Riset.

Pelantikan Megawati sebagai Ketua Dewan Pengarah BRIN menurut Ketua MPR RI Dr. Ahmad Basarah, bukan secara pribadi tetapi mewakili Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang berperan sentral menjaga dan mengarahkan agar Pancasila tetap menjadi sumber dan pedoman riset dan inovasi nasional. Seperti dalam Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Sinasiptek), Pancasila merupakan rambu filosofis dan normatif dalam pengembangan ilmu pengetahuan, riset dan teknologi di Indonesia. (tempo.co).

Fakta inilah yang menjadu polemik yang cukup hangat. Mengapa lembaga sekaliber BRIN yang notabene bergerak dalam riset biologi molekuler dipimpin oleh seorang figur dari arus utama partai politik terkemuka?. Kondisi ini menjadi rentan dipolitisasi. Mengapa tidak dipilih seorang pakar molekuler agar ada pararelisasi dalam pengelolaan lembaganya. Itu pertanyaan publik yang paling santer di ruang media.

Tentang BPIP Dalam BRIN

Barangkali yang lebih menarik dalam polemik itu, adalah ketika BPIP sebagai lembaga ideologis justru didorong menjadi sebuah institusi yang akan menjaga gawang lembaga riset itu. Mungkin sebagian kalangan menilai ini terlalu dipaksakan.

Karena sebagaimana di kutip dari sumber media. Keberadaan BPIP dalam BRIN,  untuk memastikan dalam segala aspek dan sepak terjangnya sebuah lembaga  riset yaitu berbasis Pancasila. Tapi belum apa-apa, muncul juga pertanyaan publik tentang, mengapa sebagian ilmuwan harus dirumahkan demi peleburan lembaga Eijkman menjadi BRIN.

Tentu saja jika argumen atau debat kita mempersoalkan Pancasila dalam konteks BRIN, bukan berarti kita anti Pancasila, hanya saja terlalu berlebihan  mengakomodasi Pancasila kedalam lembaga riset. Barangkali dalam kasus ini, kita menjadi satu-satunya negara di dunia yang menggunakan basis Ideologi negara dalam hal ini Pancasila untuk  mendasari lembaga risetnya.

Seperti halnya kasus wawasan kebangsaan, yang terjadi di KPK, pola yang sama seperti tengah terjadi di BRIN. Dalam hal ini peleburan juga mengorbankan para peneliti yang selama ini berkecimpung dalam Lembaga Eijkman, dengan alasan menjadikan sebagai pegawai BRIN sebagai ASN.

Tentu saja jika sebuah lembaga riset harus memiliki ideologi di Indonesia, pastilah Pancasila menjadi dasarnya, termasuk melalui jalur tes Wasasan Kebangsaan sekalipun. Di dalamnya para peneliti dalam bekerja harus berazaskan semua nilai-nilai termasuk dalam melakuka kerja-kerja risetnya hasilnya untuk negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun