Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Politik

Trump; Presiden dan Preseden Amerika

12 Januari 2021   00:50 Diperbarui: 14 Januari 2021   22:33 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://en.wikipedia.org/wiki/Trump_Revealed

Apa pasal Trump menjadi turun kredibilitasnya, padahal dalam proses elektoral 2016, kemenangan kontroversialnya di elu-elukan banyak warga Amerika?. Tak lain karena sikapnya yang terus menciptakan blunder politik yang mengacau demokrasi Amerika yang telah “mapan”.

Sebut satu saja soal pandemi covid19. Sikap skeptis Chris Cilizza, komentator politik Amerika untuk CNN, cukup beralasan terhadap Trump ketika dikaitkan dengan urusan penanganan Covid19. Terbukti dalam jajak pendapat The Washington Post , hanya 38 persen yang menyetujui kerja Trump untuk Covid19. Bahkan jajak pendapat ABC News-Ipsos hanya mencatat 33 persen menyetujui cara Trump menangani krisis sementara 67 persennya menolak.

Fakta tersebut hanya sedikit dari blunder yang menyebabkan Trump tidak populer dalam proses elektoral 2020. Sikap meremehkan pandemi dan seruanya untuk membuka blokir negara bagian dan membuka aktifitas sekolah dalam kondisi per Juli 2020 saja, 3,9 juta orang positif mengidap virus corona dengan lebih dari 142.000 meninggal, membuat situasi Amerika makin buruk dalam cengkeraman covid19.

Deretan blunder lain, termasuk penolakannya atas kekalahannya dalam elektoral  pilpres 3 November 2020 yang membuatnya makin tak terkendali. Menurut Tony Schwartz, ghost writer buku Trump; The Art of Deal, pada 1987, dalam sebuah wawancara dengan BBC World News, “Trump tak akan mengaku kalah karena baginya menerima kekalahan adalah kegagalan dan ini sesuatu yang tak bisa diterimanya”. Sehingga dipastikan ia tak akan menghadiri pelantikan Joe Biden, rivalitas yang memenangkan pilpres 2020 dengan 270 delegasi (suara elektoral). 

Menurut Trump, ia merasa “dicurangi” dalam pilpres yang “diwarnai kecurangan”. Bisa jadi ia mendapat karma atas kemenangan kontroversialnya versus  Hillary Clinton pada pilprs 2016.

Schwartz saja tak pernah membayangkan  Trump bakal mencalonkan diri sebagai presiden dan menang pula. Menurutnya, “Trump bukan tipe orang yang berempati, bukan tipe orang yang punya kesadaran akan nilai-nilai kemanusiaan yang universal”. (bbc-com).

Realitas itu tentu saja linier dengan “pertanyaan besar” pengagas film dokumenter Ameican Chaos yang mempertanyakan apa relevansi paling logis yang mendasari 72 juta warga Ameika yang memilih Trump pada 2016 silam. Schawartz bahkan menganalisisnya sebagai cermin keputusasaan warga Amerika yang mengira Trump bisa memahami dan membantu mereka mengatasi berbagai persoalan yang ada.

Blunder lainnya adalah Trump menggunakan kekuasaan untuk menolak mengakui kemenangan Joe Biden, dengan menghambat peralihan kekuasaan secara tertib, termasuk mengorganisir massa menguasai Capitol Hill. Jika Trump kukuh menolak mundur, maka ia akan menciptakan krisis konstitusional, seperti di tegaskan Joshua Sandman, pakar kepresidenan AS di Universitas New Haven.

Sikapnya yang tak tak siap menerima kekalahan, menyebabkan Trump sebagai presiden, juga merangkap sebagai “preseden” buruk bagi politik dan demokrasi Amerika yang selama ini diupayakan oleh Amerika sendiri menjadi cermin bagi negara-negara lain.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun