Mohon tunggu...
Wuri Handoko
Wuri Handoko Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti dan Penikmat Kopi

Arkeolog, Peneliti, Belajar Menulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Puisi Tiga Sketsa, Moderasi Menggugat Anarki

24 Agustus 2021   08:56 Diperbarui: 24 Agustus 2021   15:42 449
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Puisi Tiga Sketsa, Moderasi Menggugat Anarki. Sumber: Dokumen Pribadi (Foto Bukit Warembungan, Tomohon)

Puisi Tiga Sketsa, Moderasi Menggugat Anarki. Puisi hasil kolaborasi Trio Pujangga Kasep ( Zaldy Chan, Indra Rahardian dan Mas Han) dan Duo Pujangga Wanita Bertangan Lembut (Ayu Diahastuti dan Siti Nazarotin). 

Lahirnya Puisi Tiga Sketsa ini serta merta, tiba-tiba alias dadakan. Diprovokasi oleh Zaldy Chan, yang memang dikenal sebagai kompasianer pujangga tulen. 

Disahut oleh Indra Rahardian, kompasianer kasep yang piawai menulis fiksi cerpen dan puisi. Lalu memancing syahwat, arkeolog yang belakangan juga ikut-ikutan menulis puisi dan sesekali cerpen.

Siapa lagi kalau bukan Mas Han, kompasianer yang lebih dikenal sebagai arkeolog itu. Mas Han, yang itu loh arkeolog, pecinta senja dan pecandu telaga itu. Nyuri paragraf dikit, ya, lebih panjang dari kompasianer lain. Salah-salah, ini nulis di lapak gueh. Hehehe.. 

Alhasil, tiga pujangga kasep itu menelorkan Sketsa 1 Puisi Moderasi Menggugat Anarki. Puisi yang sebenarnya masih bertema tentang cinta, rindu dan kekasih. 

Sang provokator puisi Zaldy Chan, memprovokasi dengan dua bait puisinya yang syahdu dan selembut salju. Lalu ditimpali satu bait dari Mas Han, bait puisi yang dingin sedingin malam. Akhirnya Sketsa 1 ditutup oleh Indra Rahardian, dengan lenguhan. Pergilah, kekasih. 

#Sketsa 1

Dan, seperti butiran salju yang dijamah sinaran mentari.

Satu demi satu jiwa-jiwa luluh mencari pintu sepi. 
Menakar diri. Dan pergi.

Kemudian, gelombang rasa terlontar ke udara. 
Sejenak menari di titian pelangi. 
Sebelum singgah di kelopak melati. 
Menagih kata suci. Janji.

Memelukmu seperti angin malam yang singgah di dahan. 
Tak mungkin bisa bertahan dalam waktu. 
Maka, angin membawamu berlalu 
dalam sapuan kabut yang jatuh di rerumputan

Janji tinggal janji. Pamit berkali-kali. 
Kemudian kembali. Pelukku masih basah. 
Air matamu tumpah, mengering dan tumpah lagi. 
Pergilah, kekasih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun