Rangkap tugas itu biasa. Justru positif. Positif dan negatif dari kebiasaan rangkap tugas, tergantung cara kita memahami dan memaknai. Tapi sebagai karyawan atau aparatur yang memaknai bekerja sebagai ajang kompetisi yang produktif dan konstruktif, maka rangkap tugas itu positif.Â
Di lembaga pemerintah atau bahkan sektor swasta, pekerjaan rangkap tugas itu biasa. Kita bisa memahami dan memaknai rangkap tugas sebagai cara kita melatih diri sebagai generasi multi tasking, bukan?
Di perkembangan zaman saat ini, justru kita dituntut untuk bisa bersaing. Cara kita memenangkan persaingan atau kompetisi adalah ketika kita mampu bekerja yang tidak mampu orang lain kerjakan. Kalau kita serba bisa, pasti kita akan dipakai. Itu intinya. Sederhananya begitu.Â
Apakah rangkap tugas itu, berarti tidak profesional? Tidak juga. Tergantung sudut pandang kita, bagaimana cara memandang rangkap tugas sebagai bagian dari pekerjaan kita sehari-hari.Â
Melihat perkembangan saat ini, tampaknya juga ada pergeseran terhadap pengertian profesionalisme.Â
Profesionalisme tidak hanya didasarkan spesialisasi pekerjaan semata. Namun juga seberapa besar karyawan menguntungkan bagi perusahaan tempatnya bekerja.Â
Profesionalisme tidak selalu dilihat dari spesialisasi atau keahlian kita. Tapi juga diperhitungkan, seberapa besar peran dan manfaat kita di tempat kita bekerja.Â
Semakin banyak perihal yang mampu kita kerjakan, semakin berperan, semakin bermanfaat, semakin berguna kita bagi tempat kita bekerja.Â
Maka semakin menguntungkan kita bagi perusahaan, di saat itu pula kita akan dipertahankan untuk tetap bekerja, menjadi bagian persona yang akan membesarkan perusahaan.Â
Dalam perkembangan sekarang, banyak bukan orang-orang yang di-PHK, disebabkan karena semata-mata hanya bisa melakukan satu bidang tugas saja. Padahal lembaga atau perusahaan tempat kita bekerja, kadangkala butuh efisiensi.Â