Sayangnya, memang diakui banyak pula bangunan-bangunan kolonialnya sudah berubah, bahkan sudah hilang. Namun untuk menjadikannya sebagai kawasan kota tua atau kota lama, masih memungkinkan. Balai Arkeologi Sulawesi Utara, bersama Komunitas Gorontalo Tanah Pusaka, selama beberapa tahun ini snagat intens mengumpulkan data.Â
Juga bersama Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB), saling mendukung dan melengkapi untuk memberikan pembobotan dengan rencana pembangunan Geopark yang dicanangkan oleh Pemerintah Daerah Provinsi Gorontalo, sebagaimana disampaikan oleh Kepala Bappeda Provinsi Gorontalo, Budiyanto Sidiki dalam suatu waktu pertemuan diskusi yang digelar oleh Balai Arkeologi Sulawesi Utara.Â
Selain itu, selama ini pembangunan kawasan kota lama, dianggap sebagai beban tersendiri dalam suatu pembangunan. Oleh karena itu perlunya pentaan kota lama dalam mendorong bentuk produktivitas baru, juga pembangunan sosial, ekonomi dan budaya yang berkelanjutan. Hal ini agar pembangunan kawasan kota lama, menjadi kekuatan baru bagi pembangunan ke depan.Â
Bagi Pemerintah Provinsi Gorontalo sendiri, sebagaimana yang disampaikan kepala Bappeda, pembangunan Kota Tua Gorontalo, merupakan sebuah aset dari rencana pembangunan Geopark dari aspek Cultural Diversity. Hal ini karena Kota Gorontalo yang lahir sejak 1728 lalu, memiliki tinggalan bangunan tua sebagai aset sebagai geosite Kota Tua Gorontalo dalam beberapa titik kawasan yang potensial di masa yang akan datang.Â
Balai Arkeologi Sulawesi Utara melihat pembangunan kota tua itu merupakan perihal yang kompleks, maka dibutuhkan sinergi lintas sektoral. Hal ini untuk mengoptimalkan kerja konkret pemerintah untuk kepentingan masyarakat. Balai Arkeologi Sulawesi Utara, sebagai lembaga riset, yang paling optimal ditawarkan adalah soal basis data.Â
Inipun perlu disenergikan, sehingga data yang dikumpulkan tidak hanya data arkeologi dan cagar budaya, namun dibutuhkan multidisiplin untuk penguatan-penguatan data. Selain data cagar budaya, juga data sosial, ekonomi, tradisi dan ikon-ikon budaya lainnya yang spesifik yang bisa diangkat untuk penguatan dalam penetapan kota lama Gorontalo. Â
Hal ini sejalan dengan pendapat Kepala Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, bahwa dalam pemmbangunan kawasan kota lama, itu ancangan yang komprehensif dan di dalamnya banyak kepentingan yang terlibat.
Oleh karena itu perlunya kerjasama antar stakeholder dalam upaya mewujudkankan Kota Lama Gorontalo. Selain itu menurut I Made Geria, Kepala Puslit Arkenas itu, dalam proses riset atau pengumpulan data dibutuhkan sinergi multidisiplin. Hal ini untuk menggerakkan budaya dalam pembangunan. Artinya Budaya, harus jadi motor penggerak dalam pembangunan Kota Tua Gorontalo yang berkelanjutan.Â