Mohon tunggu...
Wuri Handoko
Wuri Handoko Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti dan Penikmat Kopi

Arkeolog, Peneliti, Belajar Menulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Dua Lelaki

17 Juli 2020   10:12 Diperbarui: 21 Juli 2020   21:49 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi, Pertarungan Gladiator Suku Sasak. Sumber: Kumparan.com

Debu mengepung kota, di siang yang terik itu. Orang-orang di pinggir jalan itu menepi terburu-buru. Serombongan laki-laki bermotor gede, jumlahnya ratusan orang baru saja melewati mereka. Deru suara motor meraung raung. Di depan rombongan itu, terlihat seorang pria berada paling depan dengan motor gedenya pula. Postur pria itu tampak terlihat kecil, duduk diatas motor gedenya. Pria berperawakan lumayan jangkung, atau mungkin karena perawakannya yang terkesan kurus. Dia pemimpinnya rupanya. Pria itu dielu-elukan orang-orang yang menepi di pinggir jalan itu.

Kota serta merta riuh rendah, di tambah motor gede jumlahnya ratusan itu terus meraung-meraung. Penduduk kota, menyebutnya sebagai Pasukan Moge. Pemimpin kelompok moge sangat populer. Lekaki paruh baya, yang tampaknya kalem dan murah senyum. Kelompok Moge dikenal sebagai salah satu penguasa kota. 

Pemimpinnya adalah seorang lelaki yang terkenal dan dijagokan untuk menjadi pemimpin di kota itu. Lelaki itu dikenal dengan nama Ki Dodjo. Seorang yang ramah, kadang tampak dingin. Kadang lucu dan sumringah. Ki Dodjo dikenal sebagai lelaki yang baik hati, santun dan sangat dekat dengan penduduk kota. Ia begitu dihormati, disayang, sekaligus dibenci oleh penduduk lain di kota itu yang tak mendukungnya. Perebutan tahta pemimpin kota sebentar lagi. Ki Dodjo tampaknya sudah sangat siap.

Debu masih mengepung kota. Jalanan belum beraspal di terik itu tampak semakin kering dan berabu. Tiba-tiba di kejauhan debu membumbung ke langit. Dan bergerak kencang mendekati jalanan, tempat orang-orang yang berkumpul di tepi kanan kirinya. Jalanan yang baru dilewati Ki Dodjo dan kelompoknya. Sayup-sayup derap kuda semakin terdengar jelas. Dengan sesekali terdengar ringkikan kuda, menjerit di siang yang terik itu. Orang-orang di pinggir jalan itu, kembali menepi buru-buru. Ratusan orang dengan menunggang kuda, melewati jalan itu. Tampak sekali tampang-tampang gagah di atas kuda. Tidak kalah gagahnya dengan rombongan orang yang naik moge tadi.

Penduduk kota, tampaknya juga sudah hapal betul dengan rombongan pasukan berkuda itu. Penduduk kota menamai mereka dengan sebutan Pasukan Kuda. Yang paling depan sendiri, adalah pemimpin kelompok itu. Pria yang cukup matang, namun tampak gagah dan berwibawa. Dengan perawakan yang sedikit tambun, namun tampak gagah dan proporsional. 

Sorot matanya tajam, tapi tampak bersahabat. Orang-orang penduduk kota mengenalnya sebagai Ki Probo. Ki Probo dikenal penduduk kota, lelaki yang sangat tegas, pemberani dan sangat berwibawa. Namun juga penyayang dan dekat dengan penduduk kota. Sama halnya dengan Ki Dojo, Ki Probo juga dibenci oleh penduduk kota yang tak mendukungnya.

Penduduk kota mengenal dua lelaki itu, Ki Dojo dan Ki Probo adalah dua musuh bebuyutan yang hendak bertarung. Mereka sama-sama punya pengikut yang setia. Keduanya juga punya pengaruh yang sama besar. Dan pertarungan keduanya, dinantikan sekaligus membuat penduduk kota cemas dan tegang. Pertarungan keduanya, adalah pertarungan untuk memperebutkan posisi siapa yang paling pantas menjadi pemimpin kota. Keduanya dianggap dua lelaki yang paling pantas untuk menjadi pemimpin di kota itu. Karenanya, penduduk kota juga cemas. Mungkin pertarungan keduanya adalah pertarungan hidup mati.

Pertarungan masih seminggu lagi. Tapi orang-orang sudah ramai membicarakannya, seolah pertarungan sejam lagi di mulai. Dimana-mana, di pasar, di jalanan, bahkan sampai penduduk di desa-desa ikut pula membicarakannya. Semua orang membicarakannya. Penduduk  riuh rendah. Setiap orang mengunggulkan jagoannya masing-masing. Kota semakin hingar bingar. Perbincangan menjurus keributan. Saling ejek, saling hina, tak terhindarkan. Masing-masing mengunggulkan jagoannya. Di tengah keributan itu, baik Ki Dojo maupun Ki Probo tenang-tenang saja. Sebagian orang berpikir, keributan sengaja diciptakan untuk menaikkan pamor kedua lelaki itu.

Namun, tanpa terduga keributan beberapa hari kemudian mereda. Orang-orang mulai jarang meributkannya. Mereka ingin menjaga nama baik pemimpin pujaannya. Dengan saling ejek, saling hina, justru akan memperburuk nama pemimpinnya itu. Tampaknya Ki Dojo dan Ki Probo menyadari pula. Para pengikut setianya, mulai dibubarkan. Mereka menganggap keributan itu karena hasutan orang-orang dekatnya. 

Ki Dojo mulai membubarkan Pasukan Moge-nya. Demikian pula Ki Probo, Pasukan Kuda miliknya di bubarkan. Para pasukan yang tadinya pengikut setia, mulai tidak simpatik kepada Ki Dojo dan Ki Probo. Diam-diam keduanya lalu menggabungkan kekuatan, untuk menghancurkan Ki Dodjo dan Ki Probo. Mereka mulai menghasut dua lelaki yang sangat dihormati penduduk kota itu.

Ki Dodjo dan Ki Probo, tidak menyadari. Adu domba mulai dilancarkan. Bahkan dengan operasi senyap, diam-diam orang-orang bekas Pasukan Moge Ki Dodjo dan orang-orang bekas Pasukan Kuda Ki Probo menyusup. Mereka bahkan bersiasat, merek menghasut lagi orang-orang, untuk membuat suasana permusuhan. Mereka membuat kondisi seolah-olah kedua lelaki itu memang musuh bebuyutan. Di belakang mereka, tidak diketahui siapa penggeraknya. Yang jelas niat mereka sama, menjatuhkan pamor kedua lelaki berpengaruh itu. Niat mereka, adalah memberi kesan penduduk kota, bahwa Ki Dodjo dan Ki Probo adalah musuh abadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun