Mohon tunggu...
Wulan Fitriani
Wulan Fitriani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Ilmu Komunikasi, Universitas Andalas

Saya adalah seorang mahasiswi di Universitas Andalas, Departemen Ilmu Komunikasi. Hobi saya membaca dan menulis dan saya juga sering mengikuti perlombaan di luar kampus tidak terbatas pada hal debat dan penulisan esai

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

2021, Mata Najwa vs PSSI : Bagaimana Sebenarnya Hak Tolak dalam Pers?

28 Desember 2022   08:08 Diperbarui: 28 Desember 2022   08:11 961
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Perseteruan yang pernah memanas antara pihak acara Mata Najwa dengan PSSI pada November 2021 lalu sesekali masih menjadi sorotan. Acara Mata Najwa yang pada saat itu mengungkap adanya dugaan "permainan" skor sepak bola, berujung pada pelaporan kepada pihak kepolisian. Pelaporan ini dilayangkan setelah pihak Mata Najwa enggan memberitahu pihak PSSI terkait identitas asli Mr.Y, seorang wasit yang mengaku telah mengatur permainan skor di Liga 1 2021.

Pada saat itu Ketua Komite Wasit, Ahmad Riyadh mengatakan akan menggugat Mata Najwa ke pengadilan karena memiliki data orang yang diduga merusak dan mengaku dirinya telah mengatur pertandingan Liga 1. Namun bukan tanpa alasan, hal itu karena pihak Mata Najwa melayangkan hak tolak untuk memberitahu identitas dan informasi dari narasumber yang bersangkutan.

Lebih lanjut untuk menanggapi kasus yang saat itu hangat diperbincangkan, Ketua Dewan Pers periode 2016-2019, Yosep Adi Prasetyo menyarankan PSSI untuk menyelesaikan sengketa dengan Mata Najwa melalui Dewan Pers, mengingat pilihan jalur hukum tidak akan membuka jalan PSSI untuk mengungkap mafia skor dengan mudah. Selain itu juga menimbang bahwa kerja pers berada pada dua payung hukum lain yaitu Surat Edaran Mahkamah Agung No.13 Tahun 2008 dan Nota Kesepahaman antara Dewan Pers dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Menarik benang merah pada kasus sengketa Mata Najwa dan PSSI, permasalahan muncul karena pelayangan hak tolak dari pihak Mata Najwa. Namun kemudian bagaimana sebenarnya Hak Tolak dapat dilayangkan dan apa konsekuensi yang harus ditanggung apabila seorang wartawan atau lembaga pers melayangkan hak tolak?

Berdasarkan profesinya, wartawan memiliki Hak Tolak, yakni hak untuk menolak mengungkapkan nama dan atau identitas lainnya dari sumber berita yang harus dirahasiakan, seperti yang diatur dalam UU No.40/1999 tentang pers. Namun yang perlu menjadi catatan adalah kapan atau pada tingkat proses hukum seperti apa hak tolak dapat digunakan? Hak tolak dapat digunakan apabila wartawan dimintai keterangan oleh pejabat penyidik dan atau diminta menjadi saksi di pengadilan, ini sesuai dengan amanat penjelasan pasal 4 ayat 4 dan dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa hak tolak dapat digunakan baik pada tahap penyidikan maupun tahap pemeriksaan di pengadilan.

Perlu digarisbawahi bahwa hak tolak bukan hak untuk menolak panggilan polisi atau penyidik. Pers bukan lembaga yang kebal hukum karena pada prinsipnya pers harus tetap menghormati supremasi hukum dan berpedoman pada KUHAP, jika ada panggilan dari polisi, wajib hukumnya seorang wartawan harus datang memenuhi panggilan tersebut. Namun surat panggilan yang dilayangkan harus ditujukan kepada penanggung jawab, bukan kepada pribadi masing-masing wartawan. Apabila penolakan terjadi karena pemanggilan pribadi wartawan dalam kasus pemberitaan pers, seorang wartawan yang menolak tidak bisa dikatakan melanggar hukum, melainkan justru bermakna penghormatan pers kepada hukum yang berlaku, yakni UU Pers.

Dengan demikian, apakah serta-merta seorang wartawan atau pers dapat selalu menutupi informasi narasumber mereka? Tentu tidak. Sejatinya hak tolak juga harus dimanfaatkan secara hati-hati dan selektif oleh pers, mengingat ada konsekuensi mahal yang harus ditanggung oleh pers. Konsekuensi pertama, ketika pers menggunakan hak tolak, maka pada kasus tersebut seluruh informasi yang dimuat atau disiarkan oleh pers yang bersangkutan, dinilai secara penuh merupakan informasi pers itu sendiri, sehingga seluruh isinya pun menjadi tanggung jawab hukum dari pers yang memanfaatkannya.

Apabila pengungkapan informasi tersebut menimbulkan masalah hukum, yang harus bertanggung jawab adalah pers yang memuat berita tersebut, sedangkan sumber yang identitasnya dirahasiakan akan dibebaskan dari segala beban dan tuntutan hukum yang timbul, baik ketika berita itu disiarkan atau setelanya.

Jika kemudian pers yang bersangkutan mengingkari janji dengan mengungkapkan jati diri atau identitas narasumber, dengan demikian narasumber tersebut berhak untuk menolak kebenaran dirinya sebagai narasumber. Ini juga yang kemudian menjadi catatan penting agar pers memilih narasumber yang kredibel dan terpercaya.

Kedua, ketika pers melayangkan hak tolak, maka selamanya harus merahasiakan identitas narasumber tersebut dan pengungkapan identitas hanya mungkin jika diizinkan oleh sumber yang bersangkutan atau narasumber sendiri yang mengungkapkan. Apabila kasus pengungkapan secara sukarela oleh narasumber terjadi, maka pers dibebaskan dari tanggung jawab hukum yang sebelumnya atas kerahasiaan identitas tersebut.

Ketiga, apabila pers membocorkan rahasia identitas narasumber, justru pers akan dianggap melakukan pelanggaran Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Pembocoran ini dari sudut KEJ dilihat sebagai bentuk mengorbankan keamanan sumber dan keluarganya dan menghilangkan kepercayaan masyarakat terhadap integritas dan kredibilitas pers, sehingga bisa jadi di kemudian hari pers akan kehilangan kepercayaan dan sulit memperoleh informasi penting dari masyarakat. Dengan demikian, pelanggaran terhadap hak tolak pers dianggap sebagai pelanggaran yang berat. Selain itu, apabila hak tolak ini dilanggar, ini juga akan dikenakan tindak pidana berdasarkan pasal 322 KUHP yakni orang-orang yang karena profesinya harus merahasiakan sesuatu membocorkannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun