Â
Jika kalian pergi berkunjung ke Sidoarjo, mencari warung kopi dengan rasa oriental (tapi bukan kafe), atau sekedar mencari tempat untuk menyusun puisi tentang seluk beluk hidup manusia, maka bisa datang ke sini. Warung kopi Mak Ti yang berlokasi di Jln. KH Samanhudi, Tulangan, Sidoarjo. Terletak di tepian bantaran sungai, di bawah naungan pohon angsana, akan terlihat sebuah warung kopi yang cukup ramai, bahkan sebelum warungnya dibuka.Â
Mak Ti membuka warung sekitar pukul 07.30 sampai agak malam. Dan yang paling terkenal di sini adalah secangkir kopi hitamnya. Harganya memang lebih tinggi dibandingkan dengan warung kopi lainnya. Di sini, segelas kopi dibandrol dengan harga Rp. 4000,- ketika di warung lain hanya seharga Rp. 3000,-. Tetapi tidak menyurutkan para penikmat kopi dan filosofi kehidupan untuk tetap membelinya dari waktu ke waktu.
Sebenarnya, apa yang istimewa dari segelas kopi Mak Ti dibandingkan dengan segelas kopi di tempat lain?Â
Kopi hitam Mak Ti, berbeda dengan kopi hitam di warung lainnya. Kopi disangrai secara tradisional di atas tungku dengan kayu bakar sebagai bahan bakarnya. Untuk menyangrai pun masih menggunakan wajan dari tanah liat. Dan sebagai pembeli, kita bisa melihat langsung proses menyangrainya yang terletak tepat di sebelah warung kopi. Jika warung kopi tradisional kebanyakan mengutamakan pada penggunaan 100% kopi murni, maka Mak Ti justru menggunakan campuran, yaitu kelapa. Hal ini membuat rasa kopi hitam Mak Ti memiliki aroma gurih dan rasa yang sulit dijabarkan, akibat dari penggunaan kelapa tersebut.Â
Selain rasa yang istimewa, dengan harga Rp. 4000,- ini kita akan mendapatkan kopi hitam yang lebih kental dibandingkan dengan kopi di luaran. Ya, segelas kopi bisa memiliki ampas hingga separuh gelas sendiri. Uang empat ribu rupiah terasa sangat imbang untuk kopi sekental dan senikmat ini.Â
Mak Ti memang hanya sebuah warung kopi biasa, warung kopi tradisional tempat di mana bapak-bapak saling bertemu. Membahas pekerjaan sembari bermain strategi alias catur. Melepas sejenak beban hidup atas tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga.Â
Dulu, dulu sekali, saya selalu bertanya-tanya. Kenapa bapak-bapak itu suka sekali menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk secangkir kopi dan sebuah papan catur? Kenapa tidak membantu pekerjaan istri di rumah saja jika memang tidak ada pekerjaan?
Saya mencoba mencari jawaban atas pertanyaan itu dengan ikut serta nongkrong di warung kopi. Mengamati wajah-wajah lelah dan putus asa akan hidup tetapi mencoba menggantungkan harapan pada Tuhan Yang Maha Esa bahwa hari ini tetap akan ada beras yang dimasak,tetap ada uang untuk jajan anak.Â
Beberapa kali, saya sendiri masih merasakan luar biasa.Â
Warung kopi Mak Ti bisa dibilang satu-satunya warung kopi dimana saya bisa dengan bebas mengamati masyarakat tanpa takut pandangan aneh ataupun gunjingan dari orang lain.Â