Mohon tunggu...
Azeem Amedi
Azeem Amedi Mohon Tunggu... Freelancer - Blog Pribadi

Masih belajar, mohon dimaklumi. | S1 Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran | F1 & Racing Enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Kontroversi Pemulangan Orang Indonesia Militan ISIS dari Perspektif Hukum

8 Februari 2020   19:21 Diperbarui: 11 Februari 2020   06:09 1095
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ISIS (Foto: AFP/Delil Souleiman via Kompas.com)

Baru-baru ini, publik sedang hangat membicarakan mengenai persoalan pemulangan orang-orang Indonesia yang menjadi militan ISIS di Timur Tengah.

Pro-kontra terjadi di antara masyarakat. Desakan untuk pemerintah menolak permintaan mereka dipulangkan sangat ramai, begitu pula dengan desakan untuk memulangkan mereka atas dasar HAM. 

Presiden Joko Widodo mengisyaratkan akan mengambil sikap terhadap orang-orang yang memohon dipulangkan ini dengan hasil yang akan diumumkan paling lambat Juni tahun ini. Menkopolhukam Mahfud MD menyebutkan bahwa pemerintah saat ini lebih condong untuk tidak memulangkan orang-orang tersebut.

Walaupun demikian, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyuarakan bahwa mereka berhak dipulangkan, dengan syarat orang-orang tertentu harus diadili dalam peradilan terbuka untuk dimintakan pertanggungjawabannya atas tindak pidana terorisme.

Status quo orang-orang tersebut adalah anggota militan ISIS berjumlah kurang lebih 600 orang. ISIS sendiri merupakan organisasi terorisme yang bukan negara (Non-State Actors/NSA), namun orang-orang ini dahulu menyatakan kesetiaan kepada ISIS yang mereka anggap sebagai suatu "negara khilafah yang akan lahir".

Konon, dilansir dari Tempo, beberapa orang telah menghancurkan dokumen kewarganegaraan Indonesia mereka dengan membakarnya secara sukarela. Sementara itu, ada pula dokumen paspor itu dirampas paksa dan tidak dikembalikan kepada mereka oleh pihak ISIS.

Berdasarkan pada fakta-fakta tersebut, maka dapat ditentukan bahwa sebagian dari mereka yang secara sukarela memusnahkan dokumen kewarganegaraan Indonesia dan/atau menyatakan janji setia kepada ISIS telah kehilangan kewarganegaraannya.

Pasal 23 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan telah diatur bahwa pada huruf d dan f apabila WNI kehilangan kewarganegaraannya jika yang bersangkutan masuk ke dinas tentara asing tanpa seizin Presiden, atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing.

Hikmahanto Juwana mengklasifikasikan ISIS sebagai suatu bagian dari negara asing, dan militer ISIS merupakan dinas tentara asing.

Pendapat Hikmahanto tersebut saya sepakati, karena status quo ISIS saat ini meskipun juga termasuk ke NSA, namun beberapa militan menunggangi kelompok pemberontak anti-Bashar Assad di Suriah, bisa disebut sebagai bagian dari negara asing.

Meskipun status ISIS ini masih menjadi perdebatan, namun dapat disepakati bahwa orang-orang tersebut telah berstatus tanpa kewarganegaraan (stateless).

Bagaimana dengan mereka yang secara paksa dihilangkan dokumen kewarganegaraannya? Apabila telah menyatakan janji setia kepada ISIS dan mengikuti kegiatan dinas tentara ISIS, maka keadaan tersebut memenuhi hilangnya status kewarganegaraan sesuai UU Kewarganegaraan.

Walaupun demikian, jika mereka belum menyatakan kesetiaan, tidak mengikuti kegiatan dinas militer mereka, namun tidak bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia selama 5 tahun berturut-turut tanpa alasan yang sah, dan dengan sengaja tidak menyatakan keinginan untuk tetap berstatus WNI dalam 5 tahun tersebut, maka setelahnya ia telah kehilangan status kewarganegaraannya dan menjadi stateless.

Kemudian, meskipun orang-orang itu memohon untuk dipulangkan ke Indonesia, tentu pemerintah perlu melihat dari status kewarganegaraannya.

Jika mereka memang stateless dan awalnya secara sukarela untuk bergabung dengan ISIS yang telah dicap sebagai organisasi terorisme oleh Indonesia, pemerintah tidak dapat menerima mereka ke dalam wilayah Indonesia, karena tidak ada status politik yang melekat pada mereka.

Sedangkan kewajiban perlindungan pemerintah hanya terbatas kepada WNI saja, serta mereka bukanlah pengungsi menurut ketentuan Konvensi Jenewa 1951, karena mereka secara sukarela meninggalkan negara asal mereka, tidak sedang mencari perlindungan di luar negeri karena ancaman dari negara asal mereka.

Argumentasi tersebut mendukung penolakan orang-orang tersebut untuk kembali ke Indonesia. Walaupun begitu, status mereka sebagai manusia tidak hilang, mereka tetap subjek Hak Asasi Manusia (HAM).

Seperti dalam Pasal 1 angka 1 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Hak Politik menjelaskan bahwa setiap orang memiliki hak untuk menentukan nasib mereka sendiri (the right to self determination), salah satunya untuk menentukan status afiliasi politik mereka.

Berangkat dari hal tersebut, mereka dapat menentukan apakah akan kembali menyatakan keinginan mereka menjadi WNI atau tetap sebagai anggota ISIS.

Bisa saja mereka dipulangkan jika pemerintah masih mempertimbangkan bahwa status ISIS sebagai NSA dan bukan merupakan bagian dari negara asing atau merupakan dinas tentara asing.

Apabila pemerintah berdiri pada posisi ini, maka orang-orang tersebut masih diakui kewarganegaraannya dan berhak untuk kembali ke Indonesia, karena masih berhak atas perlindungan pemerintah akibat status politiknya.

Meskipun dapat diterima kembali ke Indonesia, Komnas HAM menegaskan dikarenakan mereka termasuk ke dalam organisasi terorisme menurut UU Nomor 15 Tahun 2018 tentang Perubahan UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Mereka harus dipilih kembali mana yang telah melakukan tindak pidana kejahatan terorisme yang diatur dalam UU Terorisme dan kemudian diadili sesuai dengan ketentuan peradilan tindak pidana tersebut di Indonesia.

Berdasarkan hal tersebut, pemerintah harus duduk di posisi yang kuat dan memiliki bangunan argumentasi yang kuat pula dalam menyikapi persoalan ini.

Saya berpendapat bahwa pertama-tama, pemerintah harus menentukan status ISIS selain sebagai organisasi terorisme terlarang, apakah mereka sebagai suatu NSA biasa atau suatu dinas tentara asing, dan/atau bagian dari negara asing.

Melihat kembali pembahasan sebelumnya, ISIS yang memiliki afiliasi dengan kelompok pemberontak Suriah bisa dinilai termasuk ke dalam bagian dari negara asing, yang juga memiliki dinas tentara di bawah komando imam besar ISIS.

Apabila pemerintah sudah tetap pada posisi tersebut, maka status kewarganegaraan Indonesia mereka telah gugur, karena telah masuk dinas tentara asing dan menyatakan janji setia kepada bagian dari negara asing.

Alasan tersebut bisa menjadi alasan utama untuk pemerintah tidak bergerak memulangkan mereka ke Indonesia, karena mereka tidak mendapat jaminan perlindungan sebagai warga negara oleh pemerintah.

Status kewarganegaraan adalah hak untuk mendapatkan hak (the right to have rights) seperti yang dinyatakan oleh Hannah Arendt dalam buku The Origin of Totalitarianism. Oleh karena itu, hak perlindungan oleh negara tidak dapat diberikan kepada orang-orang yang tidak memiliki status politik dengan negara tersebut.

Alasan lain yang dapat menguatkan penolakan pemulangan orang-orang militan ISIS tersebut adalah alasan keamanan negara. Ancaman ideologi ISIS terhadap keutuhan NKRI tidak menjadi ancaman laten lagi bagi keamanan masyarakat.

Pasalnya, sebagai organisasi terorisme tentu pemerintah harus menolak keberadaannya di dalam wilayah Indonesia sehingga tidak terjadi lagi kasus tindak pidana terorisme yang mengancam nyawa masyarakat. Tidak akan pula muncul bibit-bibit terorisme baru yang dapat mengganggu kestabilan negara, dan tidak membangunkan sleeper cell terorisme.

Jika mereka ingin kembali ke Indonesia atas kemauan mereka sendiri, mereka harus menaati prosedur perolehan kembali status kewarganegaraan yang ada dalam UU Kewarganegaraan. Setelah itu, jika pemerintah mengabulkan permohonan status kewarganegaraan mereka karena Presiden punya diskresi untuk menerima atau menolak permohonan tersebut,

Pemerintah perlu memastikan bahwa mereka tidak terafiliasi lagi dengan organisasi terorisme manapun dan menyiapkan program penyuluhan untuk menanamkan nilai-nilai kenegaraan dan menyingkirkan paham terorisme yang dulu mereka ikuti.

Pertimbangan yang matang memang harus disiapkan dalam rangka menentukan sikap negara untuk persoalan permintaan pemulangan orang-orang militan ISIS kembali ke Indonesia, karena taruhannya besar; yakni keamanan, kestabilan politik, dan keutuhan negara.

Saya harap, pemerintah segera mengambil sikap tegas dalam waktu dekat untuk memberikan kepastian keberadaan orang-orang tersebut.

Sekian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun