Sebagaimana diketahui bahwa Kementerian Haji dan Umrah telah resmi terbentuk pasca DPR RI mengesahkan revisi Undang-undang Nomor 8 Tahun 2019 dalam rapat paripurna bulan Agustus lalu, tepatnya pada tanggal 26 Agustus 2025.
Bulan berikutnya, yakni pada hari Senin, tanggal 8 September 2025 Presiden RI Prabowo Subianto melantik sekaligus mengambil sumpah Mochamad Irfan Yusuf (Gus Irfan) sebagai Menteri Haji dan Umrah, dan Dahnil Anzar Simanjuntak sebagai Wakil Menteri Haji dan Umrah. Sebelumnya, keduanya merupakan Ketua dan Wakil Ketua Badan Penyelenggara Haji (BPH).
Dengan terbentuknya Kementerian Haji dan Umrah, segala hal terkait penyelenggaraan haji dan umrah tidak atau bukan lagi jadi tugas dan kewenangan Kementerian Agama. Hal itu sekarang jadi tugas dan kewenangan Kementerian Haji dan Umrah.
Pertanyaannya, apakah dengan adanya kementerian khusus penyelenggaraan haji dan umrah akan jadi lebih baik dari sebelumnya?
Pembentukan Kementerian Haji dan Umrah adalah sebuah upaya dari pemerintah, sebuah transformasi fundamental dalam mengelola ibadah haji dan umrah. Sehingga diharapkan semua permasalahan dalam penyelenggaraan haji dan umrah, seperti waiting list yang lama dan panjang, kualitas pelayanan, dan lain-lain bisa diatasi dengan baik.
Dengan begitu jawaban atas pertanyaan di atas jelas, seharusnya dengan adanya kementerian khusus penyelenggaraan haji dan umrah jadi lebih baik dari sebelumnya. Sebab Kementerian Haji dan Umrah bisa lebih fokus dalam mengurai benang kusut terkait penyelenggaraan haji dan umrah.
Dalam hal waiting list yang lama dan panjang memang itu terkait dengan kuota yang diberikan oleh otoritas Arab Saudi dan banyaknya jumlah calon jemaah haji yang mendaftar. Akan tetapi Kementerian Haji dan Umrah bisa memperbaiki manajemennya, sehingga tidak ada lagi calon jemaah haji yang dirugikan dan penentuan keberangkatan calon jemaah haji pun lebih berkeadilan.
Penentuan keberangkatan calon jemaah haji selama ini memang "by system". Artinya siapa yang lebih dahulu mendaftar, mereka akan lebih dulu berangkat. Sebaliknya siapa yang belakangan mendaftar, mereka dengan sendirinya akan belakangan berangkat.
Namun faktanya tidak selalu demikian. Keluhan, komplain, dan protes dari sebagian masyarakat tak jarang muncul ke permukaan. Dalam hal ini saya bukan sekali dua kali menerima dan mendengar keluhan, komplain, dan protes sebagian masyarakat terkait waiting list calon jemaah haji.
Mereka misalnya mempertanyakan, kenapa tetangganya bisa berangkat melaksanakan ibadah haji lebih dahulu dari dirinya. Padahal tetangganya itu daftar haji belakangan dibandingkan dengan dirinya.
Terkait hal itu beredar kabar kurang sedap. Ternyata calon jemaah haji yang bisa berangkat lebih dahulu sebelum waktu keberangkatan sesuai system itu punya "ordal". Mereka bisa berangkat dengan membayar sejumlah uang kepada oknum Kementerian Agama di bagian yang menangani jemaah haji.
Hal itu memang sulit dibuktikan karena transaksinya di bawah meja. Kedua belah pihak pasti akan saling menjaga. Tapi faktanya hal itu memang banyak terjadi di lapangan/masyarakat.
Nah, hal semacam itu tidak boleh lagi terjadi di Kementerian Haji dan Umrah. Perilaku korup seperti itu tidak boleh ada lagi, tidak dilakukan lagi oleh pegawai Kementerian Haji dan Umrah. Sebab hal itu jelas merugikan banyak calon jemaah haji.
Dalam hal ini sungguh tepat apa yang disampaikan Wakil Menteri Kementerian Haji dan Umrah, Dahnil Anzar Simanjuntak, bahwa pegawai Kementerian Haji dan Umrah harus memiliki integritas tinggi.
Itu baru dari satu permasalahan saja, yakni waiting list calon jemaah haji. Belum lagi "PR" Kementerian Haji dan Umrah yang lainnya, yang menyangkut kualitas pelayanan dan lain-lain.
Kementerian Haji dan Umrah, dengan demikian memiliki tugas yang tidak ringan. Kementerian Haji dan Umrah memiliki tugas yang berat namun mulia.
Ukuran keberhasilan Kementerian Haji dan Umrah dalam mengelola permasalahan haji dan umrah bisa dilihat nanti dari lebih tertib atau tidaknya dalam penyelenggaraan ibadah haji dan umrah.
Selain itu ukuran keberhasilan Kementerian Haji dan Umrah yang tidak kurang pentingnya adalah, apakah masyarakat, dalam hal ini calon jemaah haji bisa merasakan dampak yang nyata berupa kemudahan, kemyamanan, dan keamanan atau tidak ketika mereka menunaikan ibadah haji dan umrah. Kalau ya, berarti transformasi pemerintah dalam penyelenggaraan haji dan umrah bisa dikatakan berhasil.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI