Beberapa teman pernah memberi "nasihat" untuk tidak berdebat dengan para perokok tentang rokok. Sebab sia-sia, tak akan pernh menang. Para perokok akan selalu mempunyai argumentasi untuk "membenarkan" kebiasaan merokoknya itu.
Saya pikir-pikir benar juga "nasihat" beberapa teman itu. Para perokok tak mungkin tidak tahu kandungan racun nikotin dan zat-zat berbahaya lainnya yang ada dalam rokok. Tapi mereka tidak takut, tidak menghentikan kebiasaannya merokok.
Para perokok juga tentu bisa membaca peringatan "Rokok Membunuhmu" dalam setiap bungkus rokok, yang disertai gambar mengerikan akibat dari merokok. Tapi hal itu tidak membuat "nyali" mereka untuk merokok menjadi ciut. Mereka tetap merokok.
Nasihat dokter pun seringkali para perokok abaikan. Ada seorang teman yang marah kepada seorang dokter ketika ia berobat sakit sesak nafas. Waktu itu dokter menyarankan untuk  berhenti merokok, tapi sang teman malah ngomel, "Dok, saya ke sini untuk berobat agar tidak sesak nafas bukan minta nasihat untuk berhenti merokok !".
Bahkan  ada seorang teman yang menderita sakit jantung diberi  warning oleh dokter, bahwa jika ingin panjang umur harus total mengehentikan kebiasaan merokok. Tapi karena sang teman merasa sudah agak  baikan, iseng-iseng ia merokok lagi. Tak lama kemudian ia meningggal dunia kena serangan jantung (walau pun tentu saja ia meninggal  karena sudah takdirnya).
Ada anekdot populer di kalangan para perokok seperti ini : "Setelah membaca buku tentang bahaya merokok akhirnya saya memutuskan untuk berhenti.... membaca !". Jadi daripada berhenti merokok, mereka lebih memilih untuk berhenti membaca (mungkin supaya tidak terpengaruh isi buku).
Begitulah para perokok. Mereka tetap merokok bukan karena tidak tahu bahayanya, tapi karena mereka tidak mampu (atau tidak mau) menghentikan kebiasaan merokoknya itu. Mereka selalu mempunyai argumen untuk "membenarkan" kebiasaannya itu.
Dalam hal ini mungkin bisa dianalogikan dengan orang yang melakukan perbuatan dosa. Misalnya perbuatan korupsi.
Apakah para koruptor tidak tahu bahwa perbuatan korupsi itu tercela dan dosa ? Tidak  mungkin jika mereka  tidak  tahu. Apalagi para pelaku korupsi mayoritas adalah orang-orang yang berpendidikan tinggi.
Termasuk pula perbuatan dosa lain. Seperti menipu, membunuh, berzina, berjudi, dan sebagainya. Para pelaku perbuatan itu tidak mungkin tidak tahu apa yang mereka lakukan itu bukan dosa. Mereka melakukan semua perbuatan dosa itu bukan karena tidak tahu dosa, tapi karena mereka tidak mampu (atau tidak mau) menghentikan melakukan perbuatan-perbuatan itu.
Seperti juga dalam masa pandemi Covid-19 saat ini. Banyak orang yang tetap ngeyel tidak mengindahkan imbauan-imbauan pemerintah. Padahal pemerintah melakukan itu  agar virus corona (Covid-19) tidak  semakin menyebar dan meluas.  Â