Mohon tunggu...
I Putu Hendra Wirawan
I Putu Hendra Wirawan Mohon Tunggu... Guru - Kepala Sekolah di SD N 1 Melinggih Kelod yang juga merupakan Co-Kapten Belajar id

Lahir di Selumbung, sebuah desa tua di Karangasem Bali. Memulai karirnya sebagai guru di daerah terpencil di Nusa Tenggara Timur pada tahun 2012, namun kini ia aktif menjadi Kepala Sekolah di SDN 1 Melinggih Kelod salah satu Sekolah Dasar di Payangan, Gianyar. Ia baru saja menyelesaikan Study Magisternya di Universitas Pendidikan Ganesha pada Program Pendidikan Dasar. Selain mengajar ia rutin membuat Buku Cerita Anak dengan menggandeng penggiat sastra dan ilustrator lokal. Hobinya saat ini adalah lari dan melakukan Yoga di sela-sela kesibukannya.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Budaya Positif untuk Membentuk Etika Generasi di Masa Depan

2 Oktober 2023   12:08 Diperbarui: 2 Oktober 2023   12:54 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Budaya positif penting ditanamkan kepada peserta didik sedini mungkin. Nani (2022) berpendapat bahwa  budaya positif perlu diciptakan agar dapat mendukung pembentukan karakter murid yang diharapkan. Budaya positif di sekolah ialah nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan kebiasaan-kebiasaan di sekolah yang berpihak pada murid agar murid dapat berkembang menjadi pribadi yang kritis, penuh hormat dan bertanggung jawab. 

Dalam Hal ini Nani juga mengatakan bahwa untuk membangun budaya yang positif tersebut sekolah sebagai sentra Pendidikan perlu menyediakan lingkungan yang positif, aman, dan nyaman agar murid-murid mampu berpikir, bertindak, dan mencipta dengan merdeka, mandiri, dan bertanggung jawab sesuai harapan Bapak Pendidikan kita Ki Hajar Dewantara dimana peserta didik perlu mendapatkan hak belajarnya dengan layak dengan memperhatikan konsep kodrat alam dan kodrat jamannya.

Dalam pembentukan mental peserta didik tentunya hal ini tidak berjalan mulus tanpa adanya dukungan dan Kerjasama di berbagai pihak. Guru juga perlu bekerjasama dengan orang tua siswa agar anak-anak mampu memupuk budaya positifnya setiap hari. Dimulai dari lingkungan keluarga. Mereka perlu diberikan tanggung jawab dari hal yang sederhana untuk menumbuhkan sikap-sikap disiplin mereka.

Begitupun di sekolah. Sekolah juga perlu memberikan pendampingan kepada siswa terhadap tumbuh kembangnya menuju pribadi yang dewasa ke depannya. Dengan penanaman budaya positif di sekolah bukan tidak mungkin sopan santun, etika dan disiplin anak terbentuk.

Kita juga mengenal Segitiga Restitusi. Segitiga Restitusi diketahui sebagai tahapan tindakan yang dilakukan guru untuk membawa siswa menaati kesepakatan kelas yang telah ditetapkan dan mengakui secara sadar dan terbuka ketika melakukan kesalahan, serta merasakan kenyamanan ketika sudah berperilaku jujur.

Di SD N 1 Melinggih Kelod secara keseluruhan guru-guru sudah paham betul bagaimana cara menghadapi situasi yang kompleks sekalipun. Diantaranya Ketika siswa tidak menjalankan piket dengan baik, siswa yang suka merundung siswa lainnya, siswa yang beradu mulut dengan temannya dan permasalahan-permasalahan lain yang timbul di sekolah. Guru-guru sudah begitu cakap menerapkan segitiga restitusi yang didalamnya di awali dengan menstabilkan identitas, dilanjutkan dengan memvalidasi Tindakan yang salah, dan diakhiri dengan menanyakan keyakinan.

Gisca dan Dewi (2023) mengatakan bahwa Restitusi bukan untuk menebus kesalahan, namun untuk belajar dari kesalahan. Tujuannya untuk memperbaiki hubungan. Tindakan ini adalah tawaran, bukan paksaan. Restitusi menuntun untuk melihat ke dalam diri, mencari kebutuhan dasar yang mendasari tindakan, dan lebih berfokus pada karakter bukan tindakan.

Apabila anak berbuat salah maka ada kebutuhan dasar mereka yang tidak terpenuhi. Bagian dasar segitiga restitusi memiliki tujuan untuk merubah orang yang gagal karena telah berbuat kesalahan menjadi orang yang sukses. Selanjutnya maka tugas kita memahami bahwa kesalahan yang dilakukan anak adalah hal wajar karena tidak ada manusia yang sempurna. Menurut Teori Kontrol semua tindakan manusia, baik atau buruk, pasti memiliki maksud/tujuan tertentu. 

Dalam kasus siswa yang tidak mau melakukan piket misalnya. Di rumah kemungkinan si anak kurang mendapatkan perhatian dari orang tuanya sehingga ia melakukan tindakan-tindakan yang mengundang perhatian guru dan teman-temannya sehingga ia dengan mudahnya membuat kegaduhan di sekolah.

Di Langkah terakhir guru menanyakan tentang keyakinan. Hal ini merupakan kesepakatan Bersama. Semisal jika si anak tidak melakukan kewajibannya maka tanyakan apa yang akan menjadi konsekuensinya kelak jika tugasnya tak terpenuhi.

Semoga kita sebagai pendidik tak lelah untuk terus mendidik generasi bangsa sebagai harapan negara kita kelak di tahun emas ke depan. Karena dengan cara membentuk disiplin, budaya positif serta etika dan sopan santun dapat membuat mereka menjadi generasi yang berbeda yang mampu bersaing. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun