Mohon tunggu...
Wistari Gusti Ayu
Wistari Gusti Ayu Mohon Tunggu... Guru - Saya seorang guru

Guru adalah profesi yang mulia, saya bangga menjadi guru

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Mendampingi Siswa "Broken Home" di Awal Tahun Ajaran Baru

16 Juli 2019   12:51 Diperbarui: 17 Juli 2019   18:08 486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: Shutterstock

Sosok lelaki remaja, yang terlihat sangat matang, namun hatinya ternyata rapuh, dia bercerita ayah dan ibunya bercerai, lalu dia dan sang adik mengikuti ibunya. Saat menjelang Ujian di SD sang ibu menikah lagi dan meninggalkannya bersama sang paman. Sang paman pun kemudian lepas tanggung jawab, tidak mau mengurus sang anak.

Nasib baik baginya, Ibu Kepala Sekolah saat dia di SD memberinya tumpangan, dan mengurusnya agar tidak sampai putus sekolah. Setelah lulus akhirnya dia menghubungi sang ayah yang kini telah memiliki pasangan hidup yang baru, kemudian dia mengikuti ayahnya dan bersekolah di tempat saya.

Cerita berikutnya dari gadis berkulit hitam manis. Entah karena masalah apa, saat kelas 5 SD, dia menceritakan sang ayah mengusir sang ibu di depan matanya, dan terjadilah perceraian. Sang ibu dilarang menemuinya. Kini sang ayah memiliki kekasih dan kini sering kerumahnya, mengurus segala isi rumah, memerintahnya dan mengambil alih segala kegiatan yang dulu dilakukan ibunya. Dia ingin berontak, tidak terima hal ini. Tidak mau kenyataan pahit ini terjadi padanya, bahkan meminta tolong kepada saya agar ibu dan ayahnya rujuk kembali.

Kemudian saya menghubungi ayah sang gadis hitam manis, meminta sang ayah, membiarkan sang gadis berkomunikasi dengan ibunya, walaupun cuma lewat telepon, saya ceritakan pada sang ayah, si anak sering menangis dan mengaku sakit kepala saat mendapat pelajaran. Jika ini terus terjadi, bukan tidak mungkin sang anak akan menjadi kurang fokus belajar. Saat itu sang ayah kemudian memberi ijin, mendengar cerita saya mengenai anaknya.

Sungguh saya hanya mampu mengelus dada, mendengar kisah-kisah mereka. Entah karena masalah apa yang terjadi kepada orang tua mereka dulu sehingga mereka bercerai dan membuat anak-anak ini mengalami luka batin.

Terkadang saya membiarkan mereka berkeluh kesah, menangis, menceritakan kepada saya, apapun yang ingin mereka rasakan, saya hanya bisa mengelus rambut dan mendekapnya, mendalami kesedihan mereka.

Mungkin itu yang mereka paling butuhkan. Kasih sayang.

Saya hanya bisa menyadarkan mereka, bahwa semua adalah pilihan dan keputusan orang tua mereka, walaupun dalam hati mereka ingin keluarganya utuh lagi. Mereka ingin hidup dengan ayah dan ibu kandungnya menjadi keluarga yang utuh. Itu saja mimpi terbesarnya. Mereka ingin seperti anak lainnya. 

Tapi sekali lagi saya hanya mampu menyadarkan mereka, bahwa semua sudah terjadi, yang harus mereka jalani adalah kenyataan, kenyataan yang memaksa mereka "dewasa lebih awal" mengerti lebih awal bahwa mereka menjalani kehidupan yang pahit di usia yang sangat kecil. Dan bisa saya berikan hanya satu, perhatian, anak-anak seperti ini sangat butuh perhatian, pendampingan, serta cinta yang tulus. 

Itu hanyalah sebagian cerita dari anak-anak yang keluarganya tidak utuh lagi, sebagian lagi akan memendamnya dalam hati karena ada rasa ragu menyampaikan keluh kesahnya juga berbagi kepada orang lain termasuk gurunya sendiri, kebetulan saja tahun itu saya menjadi wali kelas anak-anak tersebut. Mungkin di luar sana masih banyak anak seperti ini yang akhirnya luput dari perhatian dan salah langkah.

Bagi saya guru sangat besar peranannya dalam mendampingi peserta didik yang mengalami masalah broken home ini, komunikasi guru serta orang tua siswa sangat diperlukan untuk keberhasilan peserta didik, agar nantinya anak-anak broken home dapat mengarahkan kegiatannya ke arah yang positif. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun