Mohon tunggu...
Wisnu Dewa Wardhana
Wisnu Dewa Wardhana Mohon Tunggu... Konsultan - Peneliti

Seorang pembelajar dan pengagum pemikiran Bung Karno

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Berjuang 'Tuk Merayakan Kemenangan

9 April 2024   22:23 Diperbarui: 10 April 2024   03:06 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Doc: Siti Nurizka Puteri Jaya/ist

Nona, kita pernah berjumpa pada satu masa di mana catatan-catatanmu menggenapkan makna. Lalu bersulang merayakan kemenangan dalam doa-doa panjang yang tak berkesudahan. Kembali menjadi kemudi utama ketika kapal besar ini nyaris karam bersama kata. Menitipkan setiap tabah dan sabar pada jemari-jemari rasa yang menghitung alpa tanggal berapa di almanak. Menyusuri kembali setiap keberangkatan yang membuat decak kagum di dada ini tak berkesudahan. Jujur, aku bangga bisa menjadi bagian dari apa yang selalu setia engkau perjuangkan. Aku bahagia bisa kembali mencoba untuk menuangkan segenap pikiranmu perihal tentang bagaimana mengembalikan masyarakat kepada kedaulatan hukum. Membaca beragam perihal yang kembali menyudutkan kita sebagai masyarakat bangsa ketika pada berkali masa kita dipertemukan dalam satu pembahasan yang tak pernah berkesudahan hingga tercatat dengan demikian indah dalam doa-doa yang tak selesai.


Nona, aku ingat bagaimana jawaban-jawaban tegasmu terhadap mereka yang masih berpegang teguh pada alasan-alasan tentang bagaimana membawa kemudi kapal ini menuju kehancuran. Tentang sejumlah persoalan penyelewengan yang hari ini kembali dipertemukan pada tautan hukum, pelanggaran dengan gaya neo. Tentang jawaban-jawabanmu yang membuat para penggawa itu tak bisa jumawa. Tentang bagaimana benar menjadi nyala dan suluh yang akan menerangi setiap perjalanan panjang kita menegakkan risalah-Nya. Aku teringat pada perbuatan, dan tutur katamu yang  menakjubkan. Pembahasan panjang yang membuat banyak di antara kita selalu tidak bisa mengendurkan ego untuk himpunan kebaikan. Sebuah catatan yang selalu memantik semangat dalam diriku untuk terus membersamaimu yang faqih di jalan-Nya. Kami selalu tersulut oleh setiap catatan atau perdebatan-perdebatan panjangmu yang membuat semua mengerti bahwa pada akhirnya solusi untuk permasalahan bangsa hari ini adalah mengembalikannya kepada supremasi hukum.

Ya, seperti cita-cita seorang Ibnu Taimiyyah yang memilih bahagia di balik jeruji penjara ketimbang hidup dalam kemunafikan juga dalam puja-puji penguasa ketika persoalan umat mulai diabaikan dan dibiarkan porak poranda. Dan aku melihat sosok itu pada dirimu. Pada engkau yang dengan jelita berani mendebat tentang pelanggaran hukum. Pada engkau yang berani mendebat tentang penyelewengan hukum, atau abuse of power. Juga mereka yang masih saja berpegang teguh pada asas-asas taqlid yang akhirnya membuat bangsa ini kembali berada pada satu masa di mana pada masa itu kita karib menyebutnya jumud dan selalu berpegang teguh pada apa-apa yang tidak ada sumbernya dalam risalah yang diajarkan oleh baginda Nabi.

Nona, engkau laksana matahari yang terbit di pagi hari. Setiap reformasimu dalam bidang yang kau tekuni selalu membuatku merasa cemburu padamu. Aku cemburu pada setiap catatan emas yang engkau tulis. Aku cemburu kepada ketegasanmu ketika melawan mereka yang nanti akan menghancurkan bangsa ini dengan beragam caranya. Aku cemburu pada semangat kemandirian dirimu yang engkau ajarkan kepada setiap insan. Aku tahu, engkau sedang meletakkan dasar sistem pendidikan di jam'iyyah ini. Engkau sedang meletakkan ciri khas pendidikan keadilan di republik yang hari ini sedang kamu tingkatkan jumlahnya kian banyak dan siap mencetak kejujuran pada generasi-generasi faqih di masa mendatang. Di mataku, engkau benar-benar guru dari banyak orang di negeri ini. Engkaulah inspirasi penaku yang di hari-hari kemuramannya teramat gelisah menyaksikan masyarakat bangsa di republik ini masih berpegang teguh kepada beragam kekonyolan, kebodohan, kemunafikan serta sederet perihal lain yang justru semakin membuat bangsa ini jauh dari berdaulat. Engkaulah bidadari yang menjelma menjadi manusia utama bagiku yang separuh hidupnya dibaktikan untuk bangsa. Engkaulah sebaik-baik guru yang mengajarkanku untuk tetap menjadi generasi-generasi ulul albab yang bisa memberikan pencerah kepada nasib bangsa di hari depan.

Engkaulah yang dengan anggun berani menolak segala asas kebangsaan yang nantinya akan terus dan terus membuat republik ini kejatuhan bencana. Engkaulah yang kembali membuatku percaya bahwa singa-singa podium itu masih ada dan tetap menyala di hati masyarakat. Engkaulah yang setiap kali berdebat selalu membuat siapapun berdecak kagum menyaksikannya. Engkaulah yang sampai detik ini masih dikagumi kawan dan juga lawan. Sebab, pada suatu masa aku pernah mendengar ucapan dari seseorang yang kini menjadi pembela bagi orang-orang yang menyatakan terinspirasi dari pemikiran-pemikiranmu yang begitu mumpuni.

Nona, kamilah generasi penjaga harapan itu. Kamilah generasi pewaris ilmumu yang sampai detik hari ini masih dinanti bagaimana kontribusi serta solusi maslahatnya untuk bangsa. Kamilah yang kelak menjadi faruq dan faqih sepertimu. Kamilah yang kelak bersiap memberikan sejumlah nyala dan suluh yang mampu menerangi perjalanan panjang bangsa ini dari beragam bentuk penjajahan dan ketertindasan gaya baru. Tentu, kami selalu merasa kehilangan pegangan ketika pada suatu masa nama-nama itu kembali menjadi penggawa di negeri ini. Menjadi pembenci negara nomor satu yang dengan gagah beraninya menolak segala perihal yang bersangkut paut dengan kedaulatan hukum. Kami ingin dalam diri kami tumbuh benih-benih sepertimu. Seorang cerdas, lagi faqih. Seorang tegas, lagi penyayang. Seorang yang mandiri dan seseorang yang sampai detik hari ini masih menjadi nyala bagi perjalanan-perjalanan panjang kami di ujung sejarah. Sebab, aku sampai detik ini masih menjadi pengagummu. Aku adalah murid-murid lintas zamanmu yang tak sekalipun alpa untuk mengunduh ilmu dari semesta kebaikan yang setia engkau tebar.


Nona, aku pernah merasa lelah dengan semua perjuangan ini. Aku pernah merasa tidaklah pantas untuk menjadi matahari yang mampu menyinari dan memberi petunjuk kepada bangsa untuk meneguhkan diri dalam menyongsong sinaran bangsa. Aku masih perlu belajar dan belajar untuk menjadi seorang hebat sepertimu. Aku masih mengeja setiap pemikiran tentang apa-apa yang menjadi kontribusi dan solusimu untuk bangsa. Kami ingin menjadi orang-orang hebat di hari depan sepertimu. Aku ingin ikut serta mengemudikan kapal besar ini hingga bisa berpulang dan kembali berlayar menuju tempat paling membahagiakan yang pernah kita ukir. Sebab, pada sekali masa aku pernah benar-benar cemburu pada apa-apa yang engkau lakukan untuk bangsa ini.

Aku akan selalu menjaga semangat api perjuanganmu untuk kita bersuka cita, menyambut kemenangan secara bersama.

Aku akan selalu berupaya untuk bangsa ini menyongsong dan merayakan kemenangan seperti yang kamu selama ini perjuangkan, Rizka.


Bagiku, kini, proses 'tuk menyongsong perayaan kemenangan itu adalah dengan tampaknya
senyummu yang kian hari makin bersinar, yang selalu memberikan kebahagiaan bagi banyak orang, memberikan kehangatan dan rasa nyaman bagi siapa saja yang melihatmu, serta memberikan harapan bagi aku yang melihatnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun