Mohon tunggu...
Wisnu  AJ
Wisnu AJ Mohon Tunggu... Wiraswasta - Hidup tak selamanya berjalan mulus,tapi ada kalanya penuh dengan krikil keliril tajam

Hidup Tidak Selamanya Seperti Air Dalam Bejana, Tenang Tidak Bergelombang, Tapi Ada kalanya Hidup seperti Air dilautan, yang penuh dengan riak dan gelombang.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Koalisi Keummatan Vs Koalisi Kerakyatan

13 Juni 2018   20:07 Diperbarui: 13 Juni 2018   20:20 426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Konstestasi politik cendrung membawa perpecahan, karena didalam politik sulit untuk mempersatukan pendapat, malah antara satu golongan dengan golongan yang lainnya tidak dapat untuk menghargai perbedaan pendapat yang terjadi. Karena didalam politik tidak ada sahabat setia, dan tidak pula ada musuh yang abadi. Yang ada hanyalah kepentingan.

Sejauh ada kepentingan dan menguntungkan, disitu baru ditemui kata sependapat dan mupakat. Tapi apa bila disana tidak ada kepentingan dan keuntungan, maka terjadilah pengkotakan. Dan yang tragisnya kedua belah pihak yang berseberangan saling kritik, saling hujat yang dibarengi dengan bunga bunga fitnah. Inilah demokrari sependapat untuk tidak sependapat.

Suasana politik ditanah air, belakangan ini cenderung memanas. Apa lagi menjelang semakin dekatnya pelaksanaan Pemilihan Presiden -- Wakil Presiden (Pilpres) tahun 2019 yang sudah diambang pintu. Para petinggi elit partai, mulai melancarkan manuver manuver politiknya, dan yang ironisnya pihak Pemerintah dibawah kendali Presiden Joko Widodo (Jokowi) -- Jusup Kalla (JK) turut latah terbawa arus konstestasi politik.

Hubungan Presiden Jokowi dengan pelaksanaan Pilpres 2019, memang tidak bisa untuk dipisahkan. Karena jauh jauh hari Jokowi selaku Presiden Patahana mempunyai keinginan yang besar, untuk kembali mencalonkan diri turut dalam konstestasi politik pada Pilpres 2019 yang akan datang.

Bahkan beberapa Partai Politik, telah menyatakan kesiapan mereka untuk mencalonkan kembali Presiden Jokowi menjadi Calon Presiden dalam Pilpres 2019. Koalisi partai yang menyatakan siap untuk mencalonkan kembali Jokowi sebagai calon Presiden pada Pilpres 2019 bukan tanggung tanggung, adalah partai partai besar yang memiliki jumlah kursi di lembaga legeslatif yang mendekati persaratan presidential threshold (PT) 20 % atau 25 % suara sah nasional pada Pemilihan Umum (pemilu) 2014.

Ada lima Partai Politik yang telah menyatakan mencalonkan kembali Presiden Jokowi menjadi Calon Presiden Pada Pilpres 2019 yang akan datang. Yakni Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dengan perolehan suara pada Pemilu 2014 sebesar 23.681.471 atau 18,95%. Kemudian partai Golkar dengan perolehan suara, 18.432.312 atau 14,75%. Menyusul Partai Nasdem dengan perolehan suara 8.402.812 atau 6,72%, PPP dengan perolehan suara 8.157.488 atau 6,53%. Dan Hanura dengan perolehan suara 6.579.498 atau 5,26%.

Jika melihat dari peta perolehan suara para partai politik pendukung Jokowi pada Pemilu 2014 yang lalu, dapat dipastikan bahwa Jokowi mulus untuk melangkah menjadi calon Presiden pada Pilpres 2019 yang akan datang.

Namun karena ini adalah peta politik, peta dukungan ini dapat saja berobah dalam hitungan menit. Akan tetapi jika melihat kesolitan para petinggi elit partai yang mendukung pencalonan kembali Jokowi sebagai calon Presiden pada Pilpres 2019, nampaknya peta ini sulit untuk berobah. Ditambah lagi adanya balas jasa yang diberikan oleh Jokowi kepada masing masing Partai politik yang mendukukungnya, dengan memberikan jabatan Menteri dalam Kabinet Kerja yang dibangun oleh Jokowi.

Koalisi Keummatan dan Koalisi Kerakyatan :

Dalam konstek seperti ini, tentu menimbulkan pertanyaan, siapa calon Presiden dan Wakil Presiden yang akan dihadapi oleh Jokowi pada Pilpres 2019 yang akan datang? Pertanyaan ini memang sulit untuk dijawab. Karena yang baru terlihat pesaing berat Jokowi dalam Pilpres 2019 baru terlihat datangnya dari kubu Partai Gerindra, yang telah menetapkan Ketua umumnya LetjenTNI Purn Prabowo Subiato sebagai calon Presiden yang diusung oleh Partai Gerindra.

Jika melihat dari peta perolehan suara Partai Gerindra pada Pemilu 2014 yang lalu, Partai Gerindra hanya memperoleh suara sebesar 14.760.371 atau 11,81%. Lantas partai mana saja yang akan mendukung Partai gerindra untuk mencalonkan Prabowo Subianto menjadi Calon Presiden 2019?. Lagi lagi pertanyaan ini juga sulit untuk dijawab.

Walaupun sebelumnya dukungan datang dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dengan perolehan suara 8.480.204 atau 9,04%. Kemudian Partai Kebangkitan Bangsa, 11,298.957 atau 9,04 % dan Partai Amanat Nasional (PAN) dengan perolehan suara 9.481.621 atau 7,59%, sementara Partai Demokrat dengan perolehan suara 12.728.913 atau 10,19% belum menentukan sikap.

Akan tetapi ketiga Partai Politik ini, PKS, PKB dan PAN, walau menyatakan sikap mendukung pencalonan Prabowo Subianto sebagai Calon Presiden pada Pilres 2019, ketiga Partai tersebut mengajukan persaratan, bahwa calon Wakil Presiden mendampingi Prabowo berasal dari ketiga Partai tersebut. Disinilah letak permasalahannya yang membuat Prabowo menjadi gamang.

Dengan situasi lobi-lobi yang tarik ulur, Partai Demokrat memberikan sinyal, bahwa Partai besutan Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan merapat kepada Gerindra. Ditengah jalinan lobi berjalan, Prabowo, Amin Rais dan petinggi Partai PKS, dengan dalih berangkat Umroh ketanah Suci Makkah dan bertemu dengan Habib Riziekq Shihab, yang saat ini sedang berada di tanah suci untuk menghindari beberapa proses hukum yang menjerat imam Besar Fron Pembela Islam (FPI) itu.

Pertemuan antara Prabowo, Amin Rais dan petinggi Partai PKS itu, semula untuk meminta restu dari Habib atas pencalonan Prabowo Subianto menjadi calon Presiden pada Pilpres 2019. Dalam pertemuan di tanah suci Makkah itu, Habib menyarankan agar Koalisi Gerindra, PKB PKS dan PAN membentuk koalisi keummatan. Yang anehnya saran dari Habib Riziekq diterima oleh keempat Partai politik itu.

Partai Demokrat yang semula ingin merapat, kembali memberi jarak dengan Gerindra. Adapun alasan menjauhnya Partai Demokrat dari Partai Gerindra, dikabarkan bahwa Susilo Bambang Yudhoyono enggan berada dibawah ketiak Habib Rizieq. Partai Demokrat nampaknya tidak ingin berada dibawah perintah Habib Rizieq.

Lalu secara diam diam Partai Demokrat menyusun kekuatannya, dan akan membentuk Koalisi Kerakyatan. Koalisi Kerakyatan ini akan mengusung Jusuf Kalla (JK) yang saat ini masih menjabat sebagai Wakil Presiden Jokowi. JK akan dipasangkan dengan  Agus Harimurti Yudhoyono (AHY)sebagai Wakil Presiden.

Kegamangan Prabowo kini semakin besar, setelah Partai Demokrat akan membentuk Koalisi Kerakyatan dengan mencalonkan JK dan AHY. Ditambah lagi manuver politik yang dilakukan oleh PAN dengan mencalonkan Amien Rais sebagai calon Presiden. Walaupun antara Partai Demokrat dan PAN harus berkoalisi untuk mencalonkan jagoannya. Karena tampa koalisi kedua Partai ini tidak dapat untuk mencalonkan jagoannya karena terhalang persaratan.

Begitu juga dengan Partai Gerindra, yang juga harus mencari koalisinya untuk mencalonkan Prabowo Subianto menjadi calon Presiden pada Pilpres 2019. Karena jumlah kursi Partai gerindra diparlemen tidak memenuhi PT. sekalipun PKS berada didalam kelompok Partai Gerindra.

Koalisi Yang Rapuh :

Sebenarnya, koalisi yang dibangun oleh Partai Gerindra atas usulan Habib Riziekq, adalah merupakan koalisi yang rapuh. Karena sulit bagi Partai Gerindra untuk menarik Partai Politik yang lainnya untuk bergabung dengan Gerindra di Koalisi Keummatan.

Berbeda dengan Koalisi Kerakyatan yang akan dibangun oleh Partai Demokrat, koalisi ini lebih kuat dari koalisi keummatan, yang sarat dengan faham keagamaan, yang menurut beberapa pihak rentan terhadap perpecahan ummad. Sementara koalisi kerakyatan lebih kental dengan paham nasionalnya, dan dapat diterima oleh semua pihak.

Untuk meloloskan pasangan calon yang diusung oleh Partai Demokrat, tentu lebih gampang bila dibanding dengan calon Presiden yang diusung oleh Partai Gerindra. Karena bagaimanapun Ketua Umum Partai Demokrat masih memiliki benang merah dengan mantan Ketua Umum PAN Hatta Rajasa.

Jika Koalisi Kerakyatan jadi tercipta, dan JK -- AHY yang diusung, memang sulit  bagi Partai Demokrat untuk menarik gerbong Partai Golkar untuk masuk kedalam Koalisi Kerakyatan, karena Golkar sendiri kini sudah merasa nyaman berada didalam lingkungan Istana. Namun karena ini persoalan Politik, bisa saja Golkar akan masuk kedalam gerbong koalisi kerakyatan yang dibangun oleh Partai Demokrat, hal itu mengingat bahwa yang dicalonkan adalah JK, mantan Ketua Umum Partai Golkar, apalagi jika Aburizal Bakhri mantan Ketua Umum Partai Golkar turut campur tangan.

Sedangkan PAN yang pandai memainkan maneuver politiknya, jika Partai Demokrat memberi sedikit peluang kepada PAN dengan mengorbankan AHY, dipastikan PAN juga akan turut memperkuat barisan koalisi yang dibangun oleh Demokrat. Lalu bagaimana dengan nasib Prabowo Subianto? Nampaknya Dwifortuna mulai menjauh dari khariskatiknya. Tapi apakah segampang itu?, tentu jawabnya tidak!. Untuk memastikannya kita tunggu perkembangan berikutnya. Karena ini adalah politik. Semoga!.

Tanjungbalai, 13 Juni 2018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun