Tahun 2018, adalah merupakan tahun politik, karena ditahun 2018 ini pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara serentak, untuk Gubernur, Bupati dan Walikota, dibeberapa prpvinsi, Kabupaten dan kota akan kembali dilaksanakan.
      Dalam pesta demokrasi Pilkada tahun 2018 yang akan digelar secara serentak,  meliputi
17 Provinsi, untuk pemilihan Gubernur, 115 pemilihan Bupati dan 39 untuk pemilihan Walikota.
      Kemudian, tahun 2019 akan digelar Pemilihan Anggota Legeslatif, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), untuk wakil rakyat di pusat, DPRD Provinsi, dan DPRD, untuk daerah Kabupaten dan kota, diseluruh Indonesia. Serta Pemilihan Presiden (Pilpres).
      Adapun landasan konstitusi penyelenggaraan Pilkada, termaktub didalam Undang Undang Dasar (UUD)  1945, dalam Pasal 18 ayat (4), yang menyatakan bahwa Gubernur, Bupati dan Walikota, masing masing sebagai Kepala Pemerintahan Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota, dipilih secara demokratis.
      Kemudian apa yang diamanatkan oleh UUD 1945, tentang pemilihan Kepala Pemerintahan itu, dijabarkan lagi didalam UU Nomor : 32 Tahun 2004, tentang pemerintahan daerah, yakni Kepala Daerah,  Gubernur, Bupati dan Walikota, dipilih secara langsung oleh rakyat
      Pilkada yang katanya digelar secara demokratis itu, mengundang banyaknya minat masyarakat untuk turut bertanding,  maju sebagai calon pasangan Gubernur, untuk Provinsi, Bupati, untuk Kabupaten dan Walikota Untuk Kota.
      Latar belakang pasangan calon Kepala Daerah itupun berbeda beda, mulai dari Politisi, Pengusaha, Ulama, tokoh masyarakat, sampai kepada Aparatur Sipil Negara (ASN), yang aktif maupun yang telah pensiun, serta anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Polri, yang purnawirawan maupun yang masih aktif.
      Persoalan majunya anggota ASN dan TNI/Polri yang masih aktif ini dalam Pilkada, banyak mengundang pertanyaan. Walaupun UU Pemilihan Umum ( Pemilu), telah mengatur bahwa,  anggota TNI/Polri, termasuk ANS yang masih aktif, haruslah terlebih dahulu mandur dari jabatan dan keanggotaannya baik di ASN, TNI dan Polri.
      Karena UU tentang  Pemilu itu mengatur bahwa ASN dan TNI/Polri, tidak dibenarkan untuk terlibat didalam politik praktis. ASN dan TNI/Polri diminta untuk bersikap netral dalam setiap pelakasanaan Pemilu.
      Secara harpiah, tidak ada larangan yang diatur didalam UU, maupun Peraturan Pemerintah yang melarang, bagi anggota ASN dan TNI/Polri,  untuk maju sebagai calon pasangan Kepala Daerah pada Pilkada. Asalkan anggota ASN dan TNI/Polri yang masih aktif itu,  mundur dari jabatan dan keanggotaannya diintitusi tenpatnya bernaung, ketika yang bersangkutan mendaptarkan diri,  sebagai pasangan calon Kepala Daerah ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).