Mohon tunggu...
Wisda Manik
Wisda Manik Mohon Tunggu... Freelancer - INTP-T

Hidup dan bernafaslah. Selagi hidup jangan lupa bernafas.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Faith in Caring for God's Creation

18 September 2023   20:27 Diperbarui: 19 September 2023   07:19 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Khotbah megah nan menyentuh di hari Minggu, pendeta kembali menggemakan seruan bertobat, merubah karakter lama kepada karakter Kristus. Usai nya serangkaian tata ibadah, WL (Worship Leader) menghimbau setiap jemaat untuk tidak lupa membawa kembali sampah pribadinya. Plastik bekas perjamuan kudus, botol minuman, tisu, dan lain-lainnya seringkali ditinggalkan setelah mendengar ajakan bertobat dari pendeta.

Tidak bertanggung jawab terhadap sampah sepertinya belum masuk dalam daftar dosa bagi beberapa orang. Seorang guru di masa SMA pernah berkata demikian "Apa kalian mau tidak masuk surga hanya karena satu sampah permen yang dibuang sembarangan?" Ajakan bertobat mungkin lain kali dipertegas dengan tambahan kalimat 'tidak ada dosa kecil dan besar, atau abu-abu'.

Permasalahan sampah hanya bagian kecil dari kompleksitas isu lingkungan yang sedang terjadi. Banten, Jakarta, dan Bekasi yang sedang diliputi polusi udara, kali Bekasi yang tercemar, pembakaran hutan yang terjadi di Kalimantan dan yang terbaru di kawasan wisata Gunung Bromo, bencana kelaparan di Papua Tengah dan beberapa daerah di Indonesia yang mengalami gagal panen akibat kekeringan dari kemarau panjang, menggambarkan sebagian dari kompleksitas isu lingkungan. Indonesia dan dunia sedang dihadapkan pada bencana iklim, yang sejak tahun 1990 an dibicarakan dan didebatkan.

Secara historis, pemanasan suhu bumi mulai terjadi sejak era revolusi industri. Pemakaian energi dengan bahan bakar fosil dan pembukaan lahan besar-besaran menjadi salah dua contoh aktivitas yang dilakukan apalagi diiringi dengan munculnya teori antroposentrisme. Teori ini menyatakan bahwa manusia adalah pusat segala sesuatu, menghasilkan karakter manusia yang impulsif mengeksploitasi makhluk hidup lainnya (hewan dan tumbuhan). Kesalahan tafsiran dari beberapa filsuf mengenai Kejadian 1:28 menghasilkan teori antroposentrisme. 

Nats tersebut menyatakan: Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi." Kesalahan tafsiran bisa diduga dengan adanya 3 kalimat perintah dalam nats tersebut, penuhilah, taklukanlah, dan berkuasalah, yang mendorong pernyataan 'superior manusia terhadap tanah, air, udara, tumbuhan, dan binatang'. 

Padahal terdapat ayat lanjutan untuk melengkapi maksud dari nats Kejadian 1:28 tersebut, yakni Kejadian 2:15 "TUHAN Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu." Semakin di rasanya panas bumi yang meningkat setiap tahun, kesadaran akan pemikiran ulang peran manusia terhadap lingkungan mulai muncul dan berkembang. Bagaimana peran agama terlibat dalam pemikiran ulang tersebut?

Kerusakan lingkungan tidak bisa sekedar dibahas hanya dari sisi science atau sudut pandang sebab-akibat, melainkan memerlukan pembahasan secara holistik, keterlibatan semua sektor dan aktor. Satu di antaranya adalah ilmu etika dan moral dalam kehidupan manusia. Manusia sebagai ciptaan yang diberi keistimewaan akal-budi, dibandingkan makhluk hidup lainnya, secara lahiriah hidup sebagai makhluk sosial yang memiliki aturan bertindak dan cara hidup yaitu etika dan moral (Keraf 2002). 

Agama menjadi sebuah identitas akan sistem keyakinan yang mengatur kehidupan manusia dengan dasar iman kepada Tuhan, dan dalam aktivitas peribadatannya mengajarkan etika dan moral kehidupan sehari-hari. Pengajaran untuk mengasihi alam semesta menjadi salah satu bahasan dalam agama. 

Namun, rasanya, rumah-rumah ibadah keagamaan belum aktif mengabarkan peran aktif peduli lingkungan. Padahal agama dan lingkungan memiliki dua isu yang sama, diskriminasi. Manusia yang mendiskriminasi sesamanya melalui agama, dan kepada makhluk hidup lainnya (lingkungan).

Pembaharuan terhadap teori-teori lingkungan dan reintegrasi sosial menjadi topik bahasan yang berkelanjutan dari masa ke masa. Sudut pandang dari konsep interseksionalitas dirasa dapat mengharmonisasikan dua topik tersebut untuk memberi ide dan aksi dalam penyelesaian masalah kerusakan lingkungan (Soekanto 2006; Anggaunitakiranantika 2022). 

Peran agama sebagai sarana komunikasi yang luas menyampaikan tindakan iman manusia kepada Tuhan Yang Maha Esa melalui pemeliharaan terhadap ciptaan-Nya yang lain. Selain itu, agama memotivasi manusia untuk meningkatkan usaha dalam pemanfaatan alam yang bersifat eksplorasi dan berkelanjutan bukan mengeksploitasi (Jelangdeka dan Kristianto, 2021). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun