Mohon tunggu...
Winona W.
Winona W. Mohon Tunggu... Penulis Pemula

Berbagi pengalaman dan pengetahuan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Wawasan Kebangsaan dan Bela Negara sebagai Benteng di Tengah Ancaman Era Globalisasi

28 Juni 2025   10:42 Diperbarui: 28 Juni 2025   10:59 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Di tengah derasnya arus globalisasi dan kemajuan teknologi informasi, Indonesia menghadapi tantangan multidimensi yang mengancam jati diri bangsa. Bukan hanya ancaman militer konvensional, namun juga berbagai kejahatan non-tradisional seperti korupsi, narkoba, terorisme, money laundering, proxy war, hingga kejahatan mass communication. Semua itu menyelinap perlahan namun pasti, menggerus fondasi kebangsaan dan semangat bela negara yang seharusnya menjadi kekuatan utama bangsa ini.

Sayangnya, kesadaran sebagian masyarakat terhadap pentingnya wawasan kebangsaan dan nilai-nilai bela negara semakin tergerus. Sering kali isu-isu kebangsaan dianggap usang, tidak relevan, bahkan politis. Padahal, wawasan kebangsaan bukan sekadar hafalan tentang empat pilar atau simbol-simbol negara, melainkan hal tersebut merupakan fondasi pemikiran dan sikap yang membentuk ketahanan nasional baik secara fisik maupun non-fisik.

Wawasan Kebangsaan yang Tergerus

Wawasan kebangsaan adalah cara pandang bangsa Indonesia terhadap diri dan lingkungannya berdasarkan falsafah hidup Pancasila, UUD 1945, semangat Bhinneka Tunggal Ika, dan komitmen terhadap keutuhan NKRI. Wawasan ini mencakup kesadaran akan pentingnya persatuan dalam keberagaman, keadilan sosial, serta semangat gotong royong dalam menghadapi berbagai tantangan nasional. Dengan wawasan kebangsaan yang kuat, setiap warga negara diharapkan tidak hanya mencintai tanah air secara emosional, tetapi juga memahami perannya dalam menjaga kedaulatan dan mewujudkan cita-cita nasional.

Namun sayangnya, permasalahan paling mencolok saat ini adalah melemahnya pemahaman dan pengamalan wawasan kebangsaan, terutama di kalangan generasi muda. Banyak yang tumbuh dalam atmosfer digital yang lebih akrab dengan budaya luar ketimbang nilai-nilai luhur bangsanya sendiri. Minimnya literasi sejarah dan kebangsaan menyebabkan mereka rentan terhadap narasi-narasi destruktif yang mengancam keutuhan NKRI.

Tantangan dan Ancaman Multidimensi dan Generasi yang Apatis

Tantangan berikutnya datang dari ancaman kontemporer yang tak kasatmata. Narkoba misalnya, tidak hanya menghancurkan fisik generasi bangsa, tetapi juga mematikan potensi masa depan Indonesia. Selain itu, terorisme dan paham radikal merekrut generasi muda lewat ruang-ruang digital, menyusup dengan bungkus ideologis yang sering kali menyesatkan. Tantangan lainnya yakni seperti Proxy war dan kejahatan siber menjadi senjata negara-negara asing untuk melemahkan bangsa ini dari dalam.

Kejahatan mass communication pun tak kalah berbahaya. Penyebaran hoaks, ujaran kebencian, dan propaganda yang memecah belah masyarakat menjadi tantangan serius. Informasi yang masif namun tidak terkendali menyebabkan masyarakat mudah terprovokasi, kehilangan empati, dan tercerai-berai oleh isu-isu sektarian.

Analisis Kesiapsiagaan Bela Negara sebagai Tanggapan Strategis

Untuk menjawab ancaman-ancaman tersebut, konsep kesiapsiagaan bela negara harus diterjemahkan dalam dua bentuk: fisik dan non-fisik. Secara fisik, bela negara mencakup kesiapan militer, pertahanan teritorial, dan penanggulangan ancaman langsung seperti terorisme dan serangan bersenjata. Namun dalam konteks masyarakat sipil kesiapsiagaan bela negara dapat diterapkan dengan menjaga kesehatan jasmani dengan rajin berolahraga, dan lain sebagainya.

Selain itu, di tengah ancaman dunia modern, kesiapsiagaan bela negara non-fisik tidak kalah pentingnya. Kesiapsiagaan non-fisik meliputi ketahanan moral, etika, dan mental ideologis. Generasi muda harus dipersenjatai dengan literasi digital, pemahaman ideologi Pancasila, serta kemampuan berpikir kritis agar tidak mudah terprovokasi oleh disinformasi dan propaganda yang menyesatkan. Di sinilah pentingnya pendidikan kebangsaan yang aplikatif, bukan sekadar teori di ruang kelas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun