Mohon tunggu...
Windy Novia Sari
Windy Novia Sari Mohon Tunggu... Mahasiswi Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

Jangan lupa share jika menurutmu ini bermanfaat, semoga bisa jadi kebaikan yang mengalir terus.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Persepsi dan Sensasi Dalam Membaca Pesan WhatsApp: Studi Tentang Kesalahan Penafsiran Pesan Teks

15 Juli 2025   20:52 Diperbarui: 15 Juli 2025   20:52 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Disusun Oleh: Windy Novia Sari (202310415023) 

Dosen Pengampu: Nurul Fauziah, S.Sos, M.I.Kom

PENDAHULUAN

Komunikasi adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Di zaman digital sekarang, komunikasi teks menjadi salah satu cara utama orang saling berinteraksi. WhatsApp adalah salah satu aplikasi yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk menyampaikan pesan dengan cepat dan mudah. Tapi dibalik kemudahannya, pengguna WhatsApp juga sering menimbulkan kesalahpahaman komunikasi, terutama karena pesan yang diterima tidak selalu ditafsirkan sesuai dengan maksud pengirimnya.

 Fenomena kesalahan penafsiran ini terjadi bukan semata-mata karena kalimat atau kata yang digunakan, melainkan karena adanya proses psikologis dalam diri penerima pesan yaitu persepsi dan sensasi yang berperan dalam memaknai isi komunikasi. Salah satu faktor yang memicu kesalahan penafsiran adalah persepsi selektif, yaitu kecenderungan seseorang untuk hanya memahami bagian pesan yang sesuai dengan pengalaman, harapan, dan keyakinan mereka, serta mengabaikan pesan yang bertentangan dengan pandangan mereka (Chigozi, 2024, p. 92). Seperti dikutip dalam buku Jalaludin Rakhmat (2008), persepsi selektif membuat individu memusatkan perhatian hanya pada informasi yang relevan kebutuhan dan kepentingan mereka (Rakhmat, 2008, p. 55).

Saat ini, komunikasi lewat teks seperti WhatsApp sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Namun, di balik kemudahan itu, sering terjadi salah paham karena pesan yang dikirim lewat teks tidak bisa menyampaikan emosi dan makna secara lengkap. Karena itu, penting untuk memahami bagaimana proses psikologis seperti persepsi dan sensasi memengaruhi cara kita menangkap dan mengartikan pesan dalam komunikasi digital.

Jalaludin Rakhmat (2008) juga menjelaskan bahwa persepsi merupakan proses penting yang membentuk bagaimana kita memahami pesan, dan persepsi sering dipengaruhi oleh apa yang sudah kita yakini sebelumnya. “Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan sensasi” (Rakhmat, 2008, p. 51). Seperti dikutip dalam buku Jalaludin Rakhmat (2008), persepsi ini menjadi pusat dalam menentukan apakah pesan akan dipahami dengan benar atau tidak.

Sebelum sampai pada proses persepsi, komunikasi dimulai dengan sensasi, yaitu ketika alat indera kita menerima rangsangan dari luar. Sensasi adalah proses fisiologis yang memungkinkan kita menangkap bunyi, cahaya, atau tulisan. Setelah itu, barulah terjadi persepsi, yaitu proses psikologis yang memberi makna pada rangsangan tersebut. Seperti dikutip dalam buku Jalaludin Rakhmat (2008), sensasi merupakan tahap awal dalam komunikasi, sedangkan persepsi adalah proses penafsiran yang memberi makna pada rangsangan (Rakhmat, 2008, p. 49). Begitu juga hasil penelitian Goldstein dan Cacciamani (2021) yang menjelaskan bahwa sensasi adalah proses mendeteksi informasi dasar dari lingkungan, sedangkan persepsi adalah cara otak mengorganisasi dan mengartikan informasi tersebut agar bermakna bagi individu (Goldstein & Cacciamani, 2021, p. 5).

Persepsi tidak selalu bersifat objektif. Dalam komunikasi digital seperti WhatsApp, seseorang sering kali memahami pesan berdasarkan mood, pengalaman sebelumnya, atau bahkan prasangka terhadap pengirim pesan. Begitu juga hasil penelitian Annamalai dan Salam (2017) yang menemukan bahwa pemaknaan emoji oleh pengguna tidak selalu sama meskipun terlihat sederhana, banyak pengguna salah menangkap makna emoji yang digunakan, dan hal ini bisa menyebabkan kesalahpahaman komunikasi (Annamalai & Salam, 2017, p. 100). Misalnya, ketika seseorang menerima pesan “Oke.” tanpa emotikon atau penjelasan tambahan, sebagian orang bisa menganggapnya sebagai respon biasa, namun sebagian lainnya bisa mengartikan bahwa pengirim sedang marah atau tidak senang. Contoh lainnya, pesan “Iya” tanpa emoji bisa dianggap dingin, padahal pengirim tidak bermaksud demikian. Hal ini menunjukkan bahwa persepsi kita sangat dipengaruhi oleh kondisi psikologis saat menerima pesan, dan dapat memicu kesalahan penafsiran.

WhatsApp saat ini menjadi media komunikasi yang sangat dominan. Begitu juga hasil penelitian Rahartri (2019) yang menemukan bahwa lebih dari 60% komunikasi harian masyarakat di lingkungan Puspiptek dilakukan melalui WhatsApp (Rahartri, 2019, p. 154). Hal ini menunjukkan bahwa risiko salah persepsi dalam komunikasi teks semakin besar dan semakin sering terjadi. Jika salah persepsi ini terus dibiarkan, hubungan sosial, pekerjaan, dan pendidikan bisa terganggu akibat kesalahpahaman komunikasi yang seharusnya dapat dicegah.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan peran persepsi selektif dalam pemahaman pesan WhatsApp serta menggambarkan bagaimana persepsi selektif dapat memicu terjadinya kesalahan penafsiran dalam komunikasi teks. Penelitian ini bersifat deskriptif karena hanya berfokus pada penggambaran dan pemaparan fenomena tanpa menguji hipotesis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun