Mohon tunggu...
Win WanNur
Win WanNur Mohon Tunggu... Freelancer - Kopi dan Traveling

Pembaca kompas yang menulis novel

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kurikulum, Mengembangkan atau Justru Membunuh Kecerdasan?

10 Juli 2019   00:27 Diperbarui: 10 Juli 2019   02:33 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Melihat pasar malam merupakan pengalaman yang...
a. menyenangkan
b. menyedihkan
c. menakutkan

Terus terang, saya benar-benar tidak paham. Apa yang ada dalam pikiran para penyusun buku bergelar sarjana ini saat membuat pertanyaan evaluasi semacam itu kepada anak SD kelas I yang imajinasinya masih sangat luas. Saya sulit menemukan point apa yang diharapkan oleh para sarjana ini dari anak-anak yang masih polos dengan menjawab pertanyaan seperti yang mereka susun.

Pada pertanyaan pertama.  Sebagai orang dewasa, kita mudah menduga kalau jawaban yang mereka inginkan jelas IBU. Tapi apakah semua anak mutlak harus memiliki pengalaman seperti itu? Saya tak tahu bagaimana menurut anda. Tapi kalau menurut saya. Jelas tidak! Sebab tiap anak sudah pasti memiliki pengalaman yang berbeda.

Contohnya, anak saya yang menjadi target dari evaluasi yang mereka buat ini. Mendapati pertanyaan seperti ini, dia bukannya menjawab tapi malah emosi. Sebab tidak satupun dari pilihan itu yang cocok dengan pengalamannya.

Anak saya lahir di Bali. Sejak dia lahir sampai kami pindah ke Karawaci, kami tak punya keluarga di Bali. Dia anak tunggal. Kakeknya cuma dia temui waktu liburan. Sementara ibunya, tak pernah suka pasar. Dia tak suka baunya dan tak bisa menawar.

Jadi di keluarga kami, sayalah yang biasa pergi berbelanja ke pasar. Tidak seperti ibunya, anak saya sangat suka ke pasar. Tapi pengalamannya ke pasar tentu saja bersama saya. Tak satupun dari tiga pilihan yang diberikan oleh penyusun buku ini yang cocok dengan pengalamannya.

Masalah dalam pertanyaan ini tak selesai di situ. Mengamati pertanyaan ini. Sebagai orang dewasa, kita dengan mudah bisa melihat adanya bias gender dalam pertanyaan evaluasi ini. Pertanyaan evaluasi ini memperkuat stigma bahwa perempuan memang diciptakan oleh Tuhan hanya sebatas mengurusi bidang domestik dalam rumah tangga.

Tapi bayangkan. Yang menjadi target dari nilai-nilai yang didiktekan oleh buku ini adalah ANAK KELAS I SD. Mereka jelas tidak punya sikap kritis seperti kita manusia dewasa.

Bayangkan kalau kita sebagai orangtua tidak mendampingi anak-anak ini membaca buku itu. Jelas mereka akan menelan mentah-mentah doktrin yang ditulis di buku dan diajarkan oleh guru sekolahnya yang dia hormati dan kagumi. Sikap bias gender yang ditanamkan oleh para sarjana pendidikan penyusun buku ini pun segera menjadi nilai awal yang dia terima di masa paling awal masa pendidikannya.

Menjadi pondasi bagi karakternya sebagai manusia terdidik. Yang akan dia bawa sepanjang hayat. Nilai yang akan membentuk cara pandangnya terhadap dunia dan terutama manusia. Nilai yang akan menjadi "warna dasarnya" sebagai manusia dewasa terdidik.

Dan celakanya, anak saya yang menjadi target dari doktrin-doktrin yang didedahkan buku ini adalah PEREMPUAN!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun