Masih ingat kasus Bank Century yang tak habis-habisnya dibicarakan hingga sekarang? Waktu itu sangat sering, kata atau kalimat "berdampak sistemik" diulang-ulang dan dikutip oleh berbagai media massa. Bagaimana pemerintah "memberanikan diri" untuk menyelamatkan bank tersebut sering menjadi pertanyaan banyak pihak. Buat yang awam, tentu saja sulit untuk mengerti. Jangankan untuk mengerti, mencoba mengerti saja belum tentu bisa. Rasanya sulit untuk langsung beradaptasi dengan banyak istilah perbankan yang cukup rumit yang akhirnya berbuah "ya sudahlah.." atau "nggak ngertilah, pokoknya pasti ada yang nggak beres.." dan seterusnya dan seterusnya.
Ternyata semua yang dilakukan oleh pemerintah yang dalam hal ini ditangani oleh Bank Indonesia selaku bank centralnya Indonesia tersebut erat kaitannya dengan usaha mewujudkan stabilitas keuangan. Apa itu stabilitas keuangan?
Ada banyak definisi stabilitas keuangan. Sebagian besar dari definisi tersebut memiliki kesamaan dalam hal kemampuan bertahan terhadap krisis. Artinya, tidak ada episode dimana sistem keuangan menjadi tidak berfungsi walaupun dalam kondisi krisis. Semua institusi keuangan bisa bertahan dan tetap menjalankan fungsi dasarnya antara lain: penyediaan dana, pengelolaan/ manajemen resiko, dan pengaturan pembayaran.
Untuk mewujudkan stabilitas keuangan tersebut, perlu ada suatu sistem yang dibangun. Sistem itu disebut sebagai Sistem Keuangan. Segala usaha untuk mewujudkan stabilitas keuangan di suatu negara tidak akan terlepas dari usaha untuk mewujudkan stabilitas sistem keuangannya. Stabilitas sistem keuangan suatu negara akan berdampak pula pada stabilitas moneternya yang ditunjukkan lewat ilustrasi berikut:
Hubungan stabilitas sistim keuangan dengan stabilitas moneter. Sumber: www.bi.go.id
Definisi sistem keuangan sendiri adalah "kumpulan institusi dan pasar yang mana terdapat interaksi di dalamnya dengan tujuan mobilisasi dana dari surplus unit (pihak yang kelebihan dana) ke defisit unit (pihak yang kekurangan dana), dengan menggunakan instrumen keuangan." Suatu sistem keuangan dinyatakan memasuki tahap tidak stabil pada saat sistem tersebut telah membahayakan dan menghambat kegiatan ekonomi. Artinya, aliran dana yang seharusnya berjalan sehingga hasil akhirnya seimbang antara surplus unit dan defisit unit tidak berjalan semestinya. Pasar menjadi bergejolak, penabung tidak lagi mau menabung karena tak percaya pada bank, potensi peminjam berkurang karena suku bunga yang tak stabil, dan berbagai contoh akibat lain akan menjadi sebagian resiko yang harus ditanggung jika tidak ada stabilitas sistim keuangan.
Lalu, apa yang harus kita ketahui sebagai orang awam dalam memahami perwujudan stabilitas sistem keuangan (SSK) tersebut?
Ada beberapa hal pokok yang harus kita ketahui. Hal pokok tersebut antara lain: Bagaimana peran Bank Indonesia dalam mewujudkan stabilitas sistem keuangan? Apa yang berubah dengan adanya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam fungsi pengawasan BI? Apa pula yang dilakukan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai bagian dalam perwujudan stabilitas sistem keuangan? Mari kita bahas satu persatu:
Bagaimana peran Bank Indonesia?
Sejak 2003 Bank Indonesia telah berperan aktif dalam mewujudkan stabilitas sistem keuangan di Indonesia. Peran tersebut tak terlepas dari fungsi Bank Indonesia sebagai bank sentral antara lain:
- Menjaga stabilitas moneter dengan cara menetapkan kebijakan yang tepat dan berimbang.
- Menjalankan mekanisme pengawasan dan regulasi.
- Mengatur dan menjaga kelancaran sistim pembayaran terutama untuk potensi gangguan yang bersifat sistemik.
- Melakukan riset dan pemantauan secara makroprudensial (secara besaran, bukan per institusi keuangan).
- Mengelola krisis untuk menghindari terjadinya ketidakstabilan sistim keuangan dengan bertindak sebagai lender of the last resort (LoLR) dengan fungsinya sebagai jaring pengaman sistim keuangan.