Mohon tunggu...
Wildan Hakim
Wildan Hakim Mohon Tunggu... Dosen - Dosen I Pengamat Komunikasi Politik I Konsultan Komunikasi l Penyuka Kopi

Arek Kediri Jatim. Alumni FISIP Komunikasi UNS Surakarta. Pernah menjadi wartawan di detikcom dan KBR 68H Jakarta. Menyelesaikan S2 Manajemen Komunikasi di Universitas Indonesia. Saat ini mengajar di Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) Jakarta dan Peneliti Senior di lembaga riset Motion Cipta Matrix.

Selanjutnya

Tutup

Money

Rahman Halim dan Gudang Garam Kediri

25 Januari 2012   10:16 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:28 6372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Di kota kecil bernama Kediri, hampir semua orang tahu siapa itu Rahman Halim. Dialah bos PT. Gudang Garam Tbk. Nama aslinya adalah Tjoa To Hing. Rahman Halim adalah generasi kedua dari perusahaan rokok Gudang Garam. Bagi saya yang asli Kediri Jawa Timur, keberadaan Gudang Garam seperti sebuah legenda. Legenda tentang kesuksesan kaum Tionghoa membangun bisnisnya namun tetap memberikan kesejahteraan bagi masyarakat di sekitarnya.

Saya belum pernah bertemu langsung dengan Rahman Halim. Saya hanya tahu nama dan lokasi pabriknya. Banyak orang di Kediri mengenal Rahman Halim dari pemberitaan di media. Prestasi terakhirnya adalah menjadi orang kaya kedelapan di kawasan Asia Tenggara. Bagi saya pribadi itu bukan prestasi yang mengherankan. Sejak kecil saya sudah dikenalkan dengan nama besar Gudang Garam. Dalam salah satu iklan di harian Jawa Pos, saya sempat tahu kalau Gudang Garam merupakan pabrik rokok terbesar di Asia Tenggara. Areal pabriknya berdiri megah di salah satu desa di Kediri. Seluruh arealnya dikelilingi pagar besi warna biru yang dipasangi dua huruf: GG di antara sela-selanya.

Sebelum saya masuk sekolah dasar, sesekali ayah saya mengajak saya berkeliling kompleks Gudang Garam. Salah satu areal yang banyak dilihat warga adalah hanggar helikopter. Dari balik pagar, saya bisa melihat bagaimana rupa helikopter itu. Sebuah benda yang waktu itu menjadi salah satu mainan favorit saya. Ayah juga sempat menunjukkan di mana kandang kuda milik Gudang Garam berada. Semua kuda-kuda itu terawat dengan baik di balik pintu kandang yang tertutup rapat.

Rahman Halim dan Gudang Garam adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Pengusaha bertangan dingin itulah yang membesarkan Gudang Garam. Ribuan pekerja dari tiga kabupaten: Kediri, Nganjuk, dan Tulungagung menggantungkan hidupnya pada Gudang Garam. Pabrik rokok yang dikenal dengan tag line: Kreteknya Lelaki. Berton-ton rokok diproduksi Gudang Garam, dikemas dan kemudian didistribusikan ke berbagai wilayah hingga diekspor. Itu berarti berton-ton pula racun menyesaki paru-paru para perokok dari berbagai usia dan latar belakang.

Dulu, saya adalah seorang perokok. Salah satu rokok kesukaan saya adalah Gudang Garam. Sesuai iklannya, rasa rokok Gudang Garam adalah: harum, gurih, dan nikmat. Sembari merokok sesekali saya melihat bungkus rokok Gudang Garam. Ada gambar bangunan gedung di situ. Ya itulah gudang garam yang kemudian disulap menjadi pabrik rokok. Sesekali saya membayangkan masa remaja saya saat masih di Kediri. Hampir tiap pagi, saya bersepeda dari Gurah ke Kediri. Jarak tempuhnya sekitar 12 kilometer. Agar tidak terlambat, saya berangkat pagi-pagi sekitar jam 06.00 WIB. Suasana jalanan biasanya sudah ramai. Puluhan buruh linting pabrik rokok Gudang Garam dari berbagai desa biasanya sudah melaju kencang menuju Kediri. Tidak ada raut muka malas di wajah mereka. Yang ada justru semangat mengayuh sepeda agar lekas sampai ke pabrik. Karena searah, biasanya saya balapan dengan mereka.

“Ayo mas balapan,” sapa salah seorang buruh linting rokok. Kami pun beradu cepat mengayuh sepeda masing-masing untuk saling mendahului. Udara dingin pagi tidak terasa karena keringat terus mengucur. Sungguh menyenangkan rasanya. Sesampainya di pertigaan Paron, kami berpisah. Para buruh belok kanan menuju areal pabrik dan saya belok kiri menuju sekolah saya di Madrasah Tsanawiyah Kediri 2.

Aroma dan denyut ekonomi Gudang Garam sangat terasa bagi warga Kediri, termasuk saya. Jika tidak sedang bersepeda, biasanya saya harus naik angkutan umum menuju ke rumah. Selepas lohor, adalah waktu bubaran para buruh linting rokok. Angkutan umum dari Kediri menuju Pare yang saya tumpangi selalu penuh sesak oleh para buruh-buruh perempuan yang berebut naik. Kabin mobil pun dipenuhi bau tembakau bercampur cengkeh. Tidak ada harum keringat, yang ada bau rokok. Saya menjadi salah satu penghirupnya. Sesekali saya mencoba merasakan kelelahan para buruh linting rokok ini.

Dari celotehannya, saya baru tahu kalau mereka dibayar berdasarkan jumlah rokok yang berhasil mereka linting. Mereka ini bekerja dalam diam tanpa banyak ngobrol. Dengan memakai seragam dan penutup kepala khusus, para buruh perempuan ini duduk berjajar menghadap mesin SKT atau sigaret kretek tangan. Tangan-tangan tangkas itu bergerak cekatan mengambil kertas, memasukkan adonan tembakau dan cengkeh, membubuhkan sedikit lem, dan kemudian memasukkan ke dalam mesin yang berfungsi merapatkan lintingan rokok. Semua berjalan serba cepat, dalam diam. Semuanya berlomba. Lomba dalam diam, silent competition.

Itulah secuil cerita tentang Gudang Garam. Secuil cerita tentang Kediri. Kota kecil yang 70 persen produk domestik brutonya disumbang Gudang Garam. Seandainya Gudang Garam bangkrut, saya belum bisa membayangkan bagaimana nasib perekonomian Kediri. Kediri beruntung punya Rahman Halim, orang kaya itu. Rahman tak sekadar kaya, namun juga dikenal baik hati. Setiap lebaran, ribuan gembel dan pengemis mengantri pembagian jatah “fitrahan” di pintu gerbang Gudang Garam. Kekayaan itu menetes ke bawah setahun sekali. Tetesannya mungkin tidak banyak. Masih lebih banyak tetesan yang diperoleh para pemegang saham Gudang Garam di lantai bursa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun