Mohon tunggu...
Wilda Annisa Jamilatun
Wilda Annisa Jamilatun Mohon Tunggu... budak corporate

Wilda—pecinta matcha, si minuman hijau yang katanya rasa rumput tapi harganya bisa bikin dompet mikir dua kali. Lulusan hukum yang lebih sering berdamai dengan pasal-pasal daripada drama. Saya suka menulis, merenung, dan kadang menertawakan hal-hal serius biar hidup nggak terlalu tegang. Dalam diam, saya percaya: keadilan bisa lahir dari kata-kata yang tenang, dan perubahan itu seperti matcha—pahit di awal tapi nagih kalau sudah terbiasa, ngga percaya?? coba aja

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Keadilan Yang Tergilas di Aspal

29 Agustus 2025   15:41 Diperbarui: 29 Agustus 2025   15:41 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik


Kemarin, jalanan penuh teriakan. Orang-orang turun ke aspal, membawa suara yang selama ini tak didengar. Di tengah riuh itu, seorang driver ojol---yang hanya berniat pulang membawa rezeki---menjadi korban. Ditabrak, lalu dilindas oleh ban yang seharusnya menjaga keamanan, bukan merenggut nyawa.

Aspal masih panas ketika tubuh seorang driver ojol tergeletak, bukan karena takdir yang wajar, tapi karena ban aparat yang seharusnya melindungi malah merenggut nyawa. Ia hanya berniat pulang membawa rezeki, bukan pulang dengan kain putih menutupi tubuhnya. Di titik itu aku sadar, keadilan bisa tergilas di bumi, bisa diputarbalikkan oleh seragam, bisa ditutup-tutupi dengan konferensi pers. Tapi ada satu pengadilan yang tak bisa dibeli siapa pun: pengadilan Tuhan.

Tuhan, aku gemetar menyebut-Mu. Mereka bilang hukum di dunia ada untuk menimbang salah dan benar, tapi hari itu hukum berubah menjadi sebuah ban yang melindas tubuh seorang rakyat kecil. Aku bertanya, 

Dimana letak keadilan saat nyawa diperlakukan seperti kerikil di jalan?

Tuhan, Engkau adalah seadil-adilnya seorang Hakim. Jika di bumi, palu hakim bisa goyah oleh kuasa dan uang, maka aku hanya berharap palu-Mu tak pernah berbelok. Jika di bumi, seragam bisa menjadi tameng dari hukuman, maka aku percaya di hadapan-Mu tak ada seragam yang bisa menyembunyikan darah di tangan.

Aku tidak tahu apa arti keadilan di dunia ini, Tuhan. Yang aku tahu, seorang ibu kehilangan anaknya, seorang anak kehilangan ayah, dan seorang rakyat kehilangan hak paling dasarnya: hidup.

Hatiku sakit, Tuhan.
Aku melihat seorang ibu---ibu dari ananda Affan---menjerit di tengah kerumunan, suaranya pecah sambil berkata: 

"Pak, anak saya telah tiada."

Tangisan itu lebih keras dari sirene polisi, lebih nyaring dari teriakan demonstran, lebih jujur dari semua pidato pejabat. Sebab apa lagi yang bisa dikatakan seorang ibu yang dipaksa merelakan anaknya, bukan karena takdir alami, tapi karena ban yang melindas hidupnya?

Dan kepada para oknum berseragam, apakah kalian lupa seragam itu seharusnya melindungi rakyat, bukan membunuhnya? Apakah kalian bangga menodai lambang yang kalian pakai dengan darah orang tak bersalah?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun