Mohon tunggu...
Wikan Widyastari
Wikan Widyastari Mohon Tunggu... Wiraswasta - An ordinary mom of 3

Ibu biasa yang bangga dengan 3 anaknya. Suka membaca, menulis,nonton film, berkebun.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bucin dan Potensi Kekerasan

9 Agustus 2020   08:00 Diperbarui: 9 Agustus 2020   08:08 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Marah dan kesal yang saya rasakan ketika menerima kiriman picture via WA yang sangat-sangat tidak apropriate, sangat tidak bermoral dan sangat merendahkan. Gambar yang dikirim ke wa saya adalah foto seseorang yang saya kenal, yang saya tahu sudah lama bercerai dari suaminya, namun entah kenapa masih saja menjalin hubungan dengan mantannya. 

Meskipun mereka sudah punya 2anak, tetap saja pola hubungan yang demikian tak selayaknya dilakukan, Apalagi mantan suaminy suka melakukan kekerasan, baik fisik maupun verbal. Bahkan dia tiran. Melarang ini dan itu bahkan suka  mendatangi tempat kerja mantan istri dan memaki-maki di depan kawan-kawan mantan istrinya.

Jika marah si mantan suami akan mengirim foto mantan istri dan ditulisi berbagai tulisan kotor, makian dan dikirim ke semua kontak mantan istrinya. Saya berpikir bahwa si laki-laki ini pasti pengidap mental illness. Karena semua perilakunya sungguh tak akal. Tapi yang lebih tak masuk akal adalah si mantan istri ini. Kenapa merelakan dirinya menjadi korban kekerasan. 

Ketika dinasehati, dia bilang," Ah nggak papa, sudah biasa" Oh, c'mon, bagaimana mungkin dia bisa menjawab begitu, padahal ketika terjadi masalah dia bahkan galau berhari-hari, nangis ga karu-karuan. Bahkan anak perempuannya yang sudah jelang remaja mengomentari perilaku bapaknya dengan "Memang ayah itu ayan".

Dan kekerasan itu terus berulang-ulang terjadi. Damai sebentar, ribut lagi, begitu terus, seperti sebuah lingkaran yang tak berujung.

Pada kasus lain, sebut saja C perempuan usia 28 tahun, sudah menjalin hubungan dengan seorang laki-laki. Singkatnya mereka pacaran sudah 4 tahun lebih. C ini sudah kenal dengan orangtua pacarnya dan cukup dekat. 

Tapi dalam relasi hubungan mereka, C ini benar-benar menjadi pihak yang lemah, Pacarnya suka sekali meremehkan dan mengejek C. Kadang membandingkan dengan perempuan lain. Sangat kritikal dan menganggap C ini hanya semacam budak yang bisa diperlakukan seenaknya sendiri. Dan C tetap saja mempertahankan hubungan, meski menderita lahir dan batin.

Banyak....banyak sekalii kasus perempuan yang tejebak dalam hubungan yang tidak sehat dengan pasangannya. Menjadi pihak yang lemah dan menjadi sasaran kekerasan dari pasangannya. Persoalannya, kenapa mereka seperti "suka rela" berada situasi itu dan sangat lemah keinginnnya untuk terlepas dari laki-laki pasangannya?

Orang yang menjadi budak cinta, sangat rawan untuk menjadi korban kekerasan. Atas nama cinta, mereka rela merusak hidup mereka demi cinta yang mereka rasakan. Atas nama cinta, mereka rela diperlakukan apapun oleh pasangannya. Mereka merusak hidup mereka sendiri. 

Banyak faktor yang membuat perempuan sulit lepas dari kondisi ini. Selayaknyalah orang-orang di dekatnya, keluarga, kakak, adik, membantu dengan mengajaknya konsultasi psikologi, mencari pertolongan pada ahlinya, sebelum semua terlambat. Karena tak jarang, kekerasan ini berakhir dengan kematian dan yang lebih parah kehilangan akal sehat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun