PGRI Berjuang dengan Sangat Elegan: Menjaga Martabat Guru, Menuntun Arah Kebijakan Pendidikan. Inilah kisah Omjay atau Dr. Wijaya Kusumah, M.Pd
Sekretaris Jenderal Ikatan Guru Informatika PGRI dan Guru Blogger Indonesia.
"Kami gigih mempertahankan TPG satu kali gaji pokok dalam batang tubuh RUU Sisdiknas. Perjuangan ini bukan soal uang semata, tapi tentang kehormatan profesi guru."
-- Prof. Dr. Unifah Rosyidi, M.Pd, Ketua Umum PB PGRI
Di tengah arus deras perubahan kebijakan pendidikan, suara organisasi profesi seperti Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menjadi penentu arah yang tetap berpihak pada guru dan pendidikan bermutu.
Dan sosok yang konsisten menyuarakan hal itu adalah Prof. Dr. Unifah Rosyidi, Ketua Umum PB PGRI, yang belum lama ini hadir dalam podcast Prof. Rhenald Kasali di Rumah Perubahan bersama dua rekan dari PB PGRI: Bapak Prof. Dr. Eko Indrajit dan Bapak Dr. Sumardiansah dari Litbang dan wakil sekjen PB PGRI.
Ketiganya mewakili spektrum yang lengkap---organisasi, teknologi, dan suara satuan pendidikan. Sebagai Sekjen Ikatan Guru Informatika PGRI, saya menyaksikan sendiri bahwa perjuangan mereka bukan perjuangan emosional, tetapi perjuangan intelektual yang dijalankan dengan data, pengalaman, dan prinsip objektivitas.
PGRI Bicara dengan Kepala Dingin, Tapi Tegas
Dalam dialog tersebut, Prof. Unifah menegaskan bahwa PGRI tidak ingin terjebak dalam wacana politis atau narasi tuduhan yang tidak membangun, apalagi terhadap tokoh-tokoh di Kementerian.
Sikap organisasi sangat jelas: kebijakan harus dirancang berdasarkan kebutuhan nyata, didukung data akurat, dan dibangun melalui partisipasi para pemangku kepentingan, termasuk organisasi profesi guru.
Ini adalah bentuk kedewasaan organisasi yang sudah puluhan tahun memperjuangkan nasib guru dan pendidikan nasional. PGRI memilih jalan dialog, bukan jalan konfrontasi. Elegan tapi tetap kritis.
Mempertahankan TPG sebagai Bagian dari RUU Sisdiknas