Pada momen peringatan Hari Pahlawan 2020, Presiden Jokowi menganugrahkan gelar pahlawan nasional kepada enam tokoh nasional yang dianggap berjasa besar terhadap bangsa dan negara Indonesia.
Ke enam tokoh tersebut adalah Sultan Baabullah dari Provinsi Maluku Utara, Raja Sekar dan Machmud Singgirei Rumangesan dari Papua Barat, Jenderal Polisi Raden Said Tjokrodiatmodjo Soekanto dari DKI Jakarta, Arnold Mononutu dari Sulawesi Utara, MR. SM. Amin Nasution dari Sumatera Utara, dan Raden Mattaher bin Pangeran Kusen Bin Adi dari Jambi.
Dengan tambahan enam pahlawan nasional tersebut kini jumlah pahlawan nasional di Indonesia menjadi 191 orang. Jumlah itu adalah termasuk yang terbesar di dunia.
191 pahlawan nasional tersebut berasal dari berbagai daerah, berbagai era dan profesi. Salah satu yang menarik, dari 191 tokoh tersebut ternyata ada juga yang dianugerahi pahlawan nasional oleh negara lain di luar benua Asia.
Wah benarkah? Siapakah tokoh hebat itu?
Nama lengkapnya adalah Syekh Yusuf Abul Mahasin Tajul Khalwaty Al Makasari Al Bantani. Ulama yang kerap disebut Syekh Yusuf ini lahir di Gowa Sulawesi Selatan pada tahun 1626. Ia mendapatkan gelar Pahlawan Nasional pada masa pemerintahan Presiden Soeharto pada tahun 1995. Syekh Yusuf adalah ulama pejuang di daerah Banten dan sekitarnya saat Pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa sekitar tahun 1682 sampai dengan 1683.
Nama kecilnya adalah Muhammad Yusuf. Dilansir Media.neliti.com dari Hasil Penelitian Syahrir Kila pada Balai Pelestarian Nilai Budaya Sulawesi Selatan, 30 Nopember 2018, Yusuf kecil dipelihara oleh Sultan Alauddin di dalam Istana Kerajaan Makassar. Dalam istana kerajaan Makassar itu ia mengenyam pendidikan agama Islam bernama Datok ri Paggentungan dan wali-wali dari Gunung Bawakaraeng, Lati Mojong dan Bulu Saraung.
Pada tahun 1664 Muhammad Yusuf berangkat ke Mekkah untuk menunaikan haji melalui Banten, Aceh, dan terus ke Timur Tengah. Tak hanya menunaikan Haji, Muhammad Yusuf juga berguru ke berbagai ulama besar di Aceh dan Jazirah Arab. Setelah sekitar 20 tahun menimba ilmu, ia pun kembali ke Makassar.
Setelah sampai di tanah kelahirannya ia melihat kondisi masyarakat dan ajaran Islam melenceng dari seharusnya. Syekh Yusuf pun menyarankan kepada penguasa untuk menegakkan Islam dengan benar.
Melihat kondisi yang seperti itu dan merasa sarannya tidak dihiraukan maka ia pun meninggalkan Makassar menuju ke Banten yang saat itu di perintah oleh Sultan Ageng Tirtayasa. Di sana ia menjadi penasihat dan menikahi putri Sang Sultan.