Matahari mulai menghapus kabut di sebuah desa. Belum terlalu siang tapi sepasang suami istri terlihat sedang menikmati sarapan pagi dipinggir sawah sambil melepas lelah karena sudah menggarap sawah sejak dari pagi sekali. Mbah Warjo, menggigit lauk tempe goreng yang dibawakan istrinya Sutinah.
Menu sederhana dengan nasi dan sayur lodeh khas makanan desa. "Bu, nanti aku garap sawahnya nggak sampe siang ya.. Nanti jam sepuluh aku mau ke samsat bayar pajek motor kita ini..", kata mbah Warjo kepada istrinya. "Iya pak ne.. Uang buat pajek ntar kalo kurang diambilkan dikaleng yang ada di pawon ya..", kata sang istri menanggapi ijin suaminya.
Sepasang suami istri ini memang sudah terbiasa menyisihkan dari sebagian rejeki menggarap sawahnya untuk membayar pajak di sebuah kaleng bekas wadah biskuit di dapur rumah mereka. Sedikit-sedikit namun pasti terkumpul dan dapat digunakan untuk membayar pajak.
Mbah Warjo berangkat ke kantor samsat sendirian.. Dia juga rela antri dengan banyak warga lain yang memiliki maksud yang sama.. Tubuhnya yang sudah banyak keriput akhirnya berdiri menuju loket pembayaran setelah hampir satu jam mengantri.
Selesai membayar pajak dan mendapat bukti pembayaran, akhirnya mbah Warjo kembali pulang ke rumahnya. Bagi mbah Warjo dan istrinya, membayar pajak sudah menjadi kewajiban yang rutin dilakukan setiap tahun.
Tapi kalau dilihat uang yang digunakan oleh mbah Warjo untuk membayar pajak, yang dikumpulkan dengan susah payah, bahkan berhemat dan rela untuk tidak bisa membeli kebutuhan yang selayaknya, sudah pasti ada azimat yang terkandung didalam uang itu.
Dan ada banyak mbah Warjo lain yang melakukan hal serupa hingga Indonesia bisa mengumpulkan dana untuk belanja APBN dan APBD. Selalu lah amanah menggunakan dana dari mbah Warjo..Â