"Lha memang lagi susah stoknya, soalnya yang masih pakai gas melon kan banyak Mas, jadi cepat habis. Padahal tahu sendiri lah, ini kan barang subsidi, nih ada tulisannya 'Hanya Untuk Masyarakat Miskin'!"
Jujur saat itu kata-katanya bikin saya terhenyak. Memang selama ini saya tahu ada tulisan 'Hanya Untuk Masyarakat Miskin' pada tabung itu. Tapi tulisan itu saya hiraukan saja, seolah tidak masuk ke dalam benak saya dan saya anggap formalitas belaka.
"Kalau buat orang miskin kok sampeyan tetap mau jual ke saya?" saya mencoba bertanya untuk memancing reaksi Mas Rohmat.
"Gini aja gampangnya Mas, kalau situ beli berarti di mata saya situ memang masih miskin kok... Saya kan cuma kasihan sama situ, hehe..." ucapnya.
Jleb! Kembali kata-kata pemilik warung sayur itu menohok saya. Dalam hati saya malah terjadi perdebatan, sebenarnya saya ini miskin atau tidak sih?
Hari berganti, pekan berganti dan bulan berganti. Rencana untuk membeli gas 12 kilogram tidak kunjung terealisasi. Hingga akhirnya saya bersorak gembira ketika di sebuah warung kelontong terlihat tabung gas berwarna pink ukuran 5,5 kilogram. Inilah yang selama ini saya tunggu-tunggu karena saat itu beritanya sudah santer tapi belum nongol juga di lingkungan saya yang masuk wilayah Kabupaten Bogor.
Saya pun mampir untuk membeli tabung gas pink tersebut.
"Memangnya nanti stoknya ada terus nggak bu kalau mau isi ulang?" tanya saya.
"Pasti dong Mas, ibu jualan kan nggak cari rugi, jadi justru tabung ini nanti yang bakal dicari orang karena yang subsidi nanti nggak boleh sembarang orang beli," jawaban yang bikin adem dari ibu paruh baya pemilik warung itu.
Tabung gas pink ini bahkan tidak terlalu repot saat dibawa dengan sepeda motor. Maka mulai saat itu, di rumah kami menjadi yang pertama di RT kami yang menggunakan Bright Gas ukuran 5,5 kilogram.