Ada satu hal sederhana lagi mengenai pendidikan korupsi dalam pendidikan. Sistem pendidikan kita cenderung mengedepankan nilai angka (skor) daripada proses dan hakikatnya.
Misalnya dalam soal-soal ujian, lebih banyak mengedepankan bentuk soal pilihan berganda. Tanpa perlu repot bagaimana proses atau alurnya, yang penting jawabannya benar. Bahkan untuk orang yang tidak tahu atau tidak mengerti pun memiliki peluang untuk bisa menjawab dengan benar.
Ukuran-ukuran pendidikan hanya sebatas angka-angka belaka. Semua tentang berapa nilai ujian kamu, berapa nilai rapot kamu, berapa IPK kamu, berapa rangkingmu, brapa score mu, berapa angka kreditmu. Value atau nilai tentang baik dan benar sudah hilang dari ruh pendidikan kita.
Akibat sistem pendidikan seperti ini adalah lahirnya budaya instan. Generasi sekarang lebih mengedepankan hal yang serba cepat, serba instan.
Dengan cara apapun akan ditempuh, termasuk menabrak rambu-rambu hukum. Tak heran jika banyak dari kita yang rela menempuh segala cara demi mendapat nilai bagus, demi lulus, demi diterima di sekolah bergengsi, demi mendapat rangking, demi capaian-capaian bergengsi lainnya tanpa peduli sejauh mana pemahaman dan penguasaan kita. Cara paling sederhana dan dianggap wajar adalah dengan mencontek dan plagiat selain suap menyuap. Bahkan, khusus untuk hal mencontek, pihak guru/pendidik sudah sangat memaklumi sampai mempersilahkan dengan perkataan "boleh mencontek asal jangan berisik."
Contoh kasus tersebut merupakan bukti buruk bagaimana korupsi terbentuk dan membudaya di lingkungan pendidikan. Â Tidak sadar bahwa inilah bibit-bibit korupsi yang sedang ditanam pada generasi-generasi penerus bangsa.
_
Bersambung...Â