Mohon tunggu...
Wesnina Nawimar
Wesnina Nawimar Mohon Tunggu... Dosen

Dosen dan praktisi desain fashion berbasis budaya, aktif dalam pengabdian kepada masyarakat dan riset inovatif berkelanjutan. Fokus pada pemanfaatan material lokal seperti jerami untuk eco-fashion, serta pemberdayaan perempuan dan pelajar melalui pelatihan kreatif. Percaya bahwa mode bukan hanya estetika, tapi juga alat transformasi sosial dan lingkungan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pendekatan Design Thinking Lahirkan Inovasi untuk Tingkatkan Produktivitas

25 September 2025   08:55 Diperbarui: 25 September 2025   08:55 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendekatan Design Thinking Lahirkan Inovasi untuk Tingkatkan Produktivitas

Oleh Wesnina Nawimar

Inovasi bukan sekadar kata kunci yang sering didengungkan, melainkan kebutuhan nyata di era persaingan global. Perusahaan yang berhasil bertahan bukan hanya yang memiliki modal besar, melainkan yang mampu beradaptasi cepat, menciptakan solusi kreatif, dan meningkatkan produktivitas. Salah satu pendekatan yang semakin banyak digunakan untuk menjawab tantangan tersebut adalah design thinking.

Belum lama ini, PT Chitra Paratama-importir tunggal ban Michelin (earthmover series) dan bagian dari Grup MahaDasha-membuktikan hal itu. Melalui inovasi Chitra Customer Relationship Management (CCRM) yang dipresentasikan Mochammad Annas Khadafi, mereka berhasil meraih Platinum Award dalam ajang Continuous Improvement Convention (CIC) 2024 yang diselenggarakan oleh Productivity & Quality Management Consultant (PQM) di Jakarta. Keberhasilan ini menjadi bukti nyata bagaimana design thinking dapat melahirkan inovasi yang relevan sekaligus meningkatkan produktivitas tim.

Apa Itu Design Thinking?

Design thinking pada dasarnya adalah pendekatan penyelesaian masalah yang berfokus pada manusia (human-centered approach). Konsep ini populer lewat Stanford d.school dan kemudian banyak diadopsi oleh perusahaan global seperti IDEO, IBM, hingga Google. Prosesnya meliputi lima tahap: Empathize, Define, Ideate, Prototype, dan Test (Brown, 2009).

  1. Empathize - memahami kebutuhan pengguna secara mendalam.
  2. Define - merumuskan masalah inti dengan jelas.
  3. Ideate - menghasilkan ide kreatif sebanyak mungkin.
  4. Prototype - membuat model atau rancangan awal.
  5. Test - menguji solusi langsung di lapangan dan menyempurnakannya.

Pendekatan ini tidak linier, melainkan iteratif. Artinya, setiap tahap dapat diulang sesuai kebutuhan sampai ditemukan solusi yang paling sesuai.

Studi Kasus: CCRM Chitra Paratama

Keberhasilan Chitra Paratama dalam ajang CIC 2024 bukan kebetulan. Dengan design thinking, mereka mampu melihat persoalan dari sudut pandang pengguna: bagaimana tim sales bisa bekerja lebih efisien, mengelola data pelanggan dengan akurat, dan merespons kebutuhan pasar lebih cepat.

  • Empathize: Mereka memetakan tantangan tim sales, seperti kesulitan mengakses data pelanggan secara real time.
  • Define: Masalah utama dirumuskan: proses CRM lama menghambat produktivitas.
  • Ideate: Tim menghasilkan ide-ide baru, salah satunya sistem CCRM berbasis digital.
  • Prototype & Test: Sistem ini diuji coba, lalu diperbaiki sesuai masukan pengguna internal.

Hasilnya, inovasi CCRM meningkatkan koordinasi internal, mempercepat proses pengambilan keputusan, sekaligus mendukung hubungan jangka panjang dengan pelanggan. Tidak heran jika juri CIC menilai inovasi ini layak mendapat penghargaan tertinggi.

Relevansi bagi Dunia Pendidikan dan Kreativitas

Sebagai akademisi di bidang desain dan mode, kita dapat melihat bahwa prinsip design thinking tidak hanya berlaku di perusahaan besar, melainkan juga dalam dunia pendidikan maupun UMKM. Mahasiswa bimbingan kita, misalnya, belajar bagaimana memahami kebutuhan pengguna sebelum merancang busana. Ketika mereka melakukan empathize dengan target pengguna-apakah itu remaja, ibu rumah tangga, atau komunitas budaya-hasil desainnya selalu lebih relevan dan bernilai.

Hal serupa juga terjadi pada UMKM kreatif. Pelatihan pemanfaatan jerami padi yang pernah saya lakukan bersama mahasiswa menunjukkan bahwa dengan pendekatan design thinking, para pengrajin bisa mengubah limbah menjadi aksesori bernilai jual. Mereka tidak hanya menghasilkan produk, tetapi juga membangun model bisnis yang berkelanjutan.

Produktivitas dan Inovasi: Dua Sisi Satu Koin

Sering kali produktivitas dipandang sekadar efisiensi: bagaimana menghasilkan lebih banyak dalam waktu lebih singkat. Namun, tanpa inovasi, produktivitas bisa mandek. Sebaliknya, inovasi tanpa arah juga tidak menjamin peningkatan kinerja. Design thinking hadir untuk menjembatani keduanya.

Menurut Harvard Business Review (2015), perusahaan yang menerapkan design thinking mampu meningkatkan kepuasan pelanggan dan mempercepat inovasi produk hingga 1,5 kali lipat. Sementara itu, laporan McKinsey & Company (2018) menyebutkan bahwa perusahaan dengan indeks design thinking tinggi mencatat pertumbuhan pendapatan 32% lebih baik dibanding kompetitor. Data ini memperkuat bukti empiris dari pengalaman Chitra Paratama.

Tantangan Penerapan

Meski demikian, design thinking bukan tanpa tantangan. Banyak organisasi yang kesulitan karena budaya kerja yang masih kaku, kurangnya dukungan manajemen, atau keterbatasan sumber daya. Dibutuhkan keberanian untuk keluar dari pola lama dan memberi ruang bagi eksperimen. Inilah yang membedakan perusahaan yang sekadar ikut tren dengan perusahaan yang benar-benar bertransformasi.

Penutup

Penghargaan Platinum untuk PT Chitra Paratama lewat inovasi CCRM menjadi contoh inspiratif bahwa design thinking bukan sekadar jargon akademis, melainkan pendekatan nyata yang bisa mendorong produktivitas sekaligus inovasi. Baik di dunia korporasi maupun pendidikan, pendekatan ini mampu melahirkan solusi yang humanis, relevan, dan berkelanjutan.

Bagi kita di prodi Desain Mode, design thinking adalah jembatan antara kreativitas dan produktivitas. Ia mengajarkan bahwa inovasi sejati lahir bukan dari teknologi semata, melainkan dari keberanian memahami manusia, berempati, dan terus belajar dari proses.

Mungkin, inilah saatnya kita bertanya: apakah prodi kita sudah siap bertransformasi dengan design thinking?

Referensi

  • Brown, T. (2009). Change by Design: How Design Thinking Creates New Alternatives for Business and Society. Harper Business.
  • Harvard Business Review. (2015). Why Design Thinking Works.
  • McKinsey & Company. (2018). The Business Value of Design.
  • PQM Consultants. (2024). Continuous Improvement Convention (CIC) 2024 - Jakarta.
  • IDEO. (2020). Design Thinking Overview.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun