Mohon tunggu...
welni yunelti
welni yunelti Mohon Tunggu... Mahasiswa

Menulis bagiku adalah jendela kehidupan yang dimana tempat saya menuangkan sesuatu.

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Bertahan Atau Melepaskan?

13 Juli 2025   19:54 Diperbarui: 13 Juli 2025   19:54 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input foto: seseorang yang sedang mencoba Bertahan atau Melepaskan  (Kredit /google)

Dalam perjalanan hidup, akan tiba saatnya kita dihadapkan pada satu pertanyaan besar Haruskah aku bertahan, atau sudah waktunya melepaskan?

Pertanyaan itu tidak datang secara tiba-tiba. Ia tumbuh pelan-pelan, berakar dalam diam, dalam kegelisahan yang tak bisa dijelaskan, dalam lelah yang tak kunjung reda. Ia bisa muncul dari hubungan yang dulunya hangat namun kini terasa hambar, dari pekerjaan yang tak lagi membuat kita berkembang, atau dari mimpi lama yang kini terasa seperti beban.

Saya pernah berada di posisi itu sendirian di kamar , menatap langit-langit malam yang hening. Tidak ada suara, tidak ada jawaban. Hanya satu pertanyaan yang terus berputar di kepala
 Apa sebenarnya yang sedang aku kejar?

Awalnya saya yakin bahwa bertahan adalah wujud dari kekuatan. Bahwa jika sudah sejauh ini berjalan, maka menyerah adalah kesalahan. Saya pikir, semua yang telah saya bangun bertahun-tahun tak boleh sia-sia begitu saja. Tapi kenyataannya, semakin saya bertahan, semakin saya merasa menjauh dari diri saya sendiri. Saya mulai kehilangan semangat, kehilangan arah, dan perlahan kehilangan kebahagiaan.

Lalu datanglah pilihan yang selama ini saya hindari  melepaskan. Awalnya, kata itu terdengar seperti sebuah kekalahan. Ada rasa takut, kecewa, dan rasa bersalah. Saya merasa semua yang saya bangun bertahun-tahun akan lenyap begitu saja. Tapi perlahan, saya mulai mengerti bahwa melepaskan bukan berarti menyerah. Melepaskan adalah keberanian untuk mengakui bahwa tidak semua hal harus dimiliki selamanya.

Saya sadar, bahwa bertahan pun bisa menyakitkan. Terutama ketika satu-satunya alasan kita bertahan hanyalah karena takut. Takut memulai kembali. Takut dianggap gagal. Takut sendirian. Tapi bukankah hidup layak dijalani jika pondasinya adalah ketakutan, bukan cinta atau harapan?Sampai akhirnya saya mulai mempertimbangkan hal yang selama ini saya hindari melepaskan.

Saya tak akan menyangkal melepaskan terasa seperti kekalahan. Ada luka, rasa bersalah, dan ketakutan yang tak bisa dihindari. Saya takut semua perjuangan saya selama ini akan berakhir sia-sia. Tapi semakin saya menyelami perasaan itu, saya mulai melihat sisi lain dari melepaskan. Saya mulai mengerti bahwa melepaskan bukanlah tanda kelemahan. Justru, itu adalah bentuk keberanian yang sesungguhnya. Keberanian untuk berkata,Sudah cukup.Keberanian untuk menerima bahwa tidak semua hal harus dimiliki, dan tidak semua cerita harus berakhir dengan bersama.

Saya mulai belajar bahwa dalam hidup, ada hal-hal yang hadir hanya sebagai bagian dari proses, bukan untuk menetap selamanya. Mereka datang membawa pelajaran, lalu pergi saat waktunya telah selesai. Melepaskan bukan berarti berhenti mencintai, tapi memilih mencintai diri sendiri lebih dulu.

Kini, saya tak lagi menyesali apa pun yang pernah saya lepaskan. Justru dari keputusan itulah saya menemukan kembali versi diri saya yang lebih damai, lebih jujur, dan lebih mengenal arti kebahagiaan. Saya belajar membedakan antara bertahan karena masih cinta, dan bertahan karena takut ditinggalkan. Saya belajar bahwa mencintai diri sendiri bukanlah bentuk egoisme, melainkan kebutuhan yang paling mendasar.

Jika saat ini kamu juga sedang berada di titik persimpangan, cobalah berhenti sejenak. Tarik napas dalam-dalam. Dengarkan hatimu, bukan suara dari luar. Bukan kenangan yang menahanmu, bukan ekspektasi yang membebanimu, bukan pula komentar orang lain yang tak berjalan di sepatumu.Tanyakan pada dirimu sendiri: apa yang benar-benar kamu butuhkan untuk merasa damai?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun