Mohon tunggu...
Hartanto
Hartanto Mohon Tunggu... Relawan - Wong cilik

Merindukan terwujudnya cita-cita luhur kemerdekaan: rakyat adil makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Natal Pertama (yang hilang?)

24 Desember 2022   21:39 Diperbarui: 25 Desember 2022   08:08 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jika besok adalah hari kelahiran Tuhan YESUS, maka hari ini adalah hari yang berat dan sulit bagi Ibu Maria dan Pak Yusuf. Ibu Maria mengalami ketidaknyamanan karena harus menempuh perjalanan jauh (di atas keledai?) saat usia kandungannya sudah siap melahirkan kapan saja. Pak Yusuf, sebagai pria yang baik, tentu juga cemas dan berusaha mati-matian untuk mendapatkan tempat bersalin yang layak. Namun mereka tidak mendapatkan tempat sehingga harus menggunakan kandang ternak sebagai tempat bersalin. Masakan TUHAN Semesta Alam yang penuh kuasa tidak mau menyediakan 1 kamar penginapan atau rumah yang layak untuk kelahiran Sang Juru Selamat dunia? Yang bener aja?!?

Namun itulah Natal Pertama. Bagi Ibu Maria, ia tidak mendapatkan perpanjangan waktu untuk melahirkan setelah mendapatkan tempat yang layak. Bagi Pak Yusuf, ia tidak mendapatkan kemudahan untuk mendapatkan tempat. Bagi Sang Juruselamat, Ia mengosongkan Diri-Nya dan lahir sebagai bayi yang tidak berdaya. Bagi Allah Bapa, natal adalah hari pertama bagi Putra yang dikasihi-Nya berjalan menuju salib terkutuk di mana Ia harus memalingkan wajah-Nya. Natal pertama berbicara tentang pengorbanan besar untuk manusia berdosa!

Perhatikan lagi bagaimana catatan dari Injil Matius dan Injil Lukas tentang Natal Pertama ketika Dia sepenuhnya menjadi Subyek: betapa mahalnya harga yg harus dibayar oleh semua orang yang terlibat dalam "acara natal pertama" tersebut karena iman dan ketaatan mereka menyambut Sang Raja! Natal merupakan panggung utama Tuhan YHWH mendamaikan Diri-Nya dengan orang-orang berdosa sehingga setiap orang yang terlibat di dalamnya wajib mengikuti segenap cara dan pimpinan-Nya, tak terkecuali Sang Putra! Hal ini berlaku mulai dari zaman para nabi, para rasul, bapa-bapa gereja, sampai akhir zaman nanti.

Namun, fenomena perayaan Natal apa yang sering kita jumpai saat ini? Adakadabraaaa...brzzzzrrrttttt...zzz! Natal sudah menjelma menjadi perayaan yang begitu berbeda: penuh dengan lampu-lampu yang indah, alunan lagu-lagu Natal yang merdu, tari-tarian, hadiah-hadiah, makan-makan enak, dan bersukaria bersama. Bahkan, figur-figur signifikan Natal pun kini semakin tersingkir digantikan dengan Sinterklas, Rudolf, pohon dan ornamen natal, dan logo salju! Jika tidak berhati-hati, maka Natal bisa (atau sudah?) menjelma menjadi acara wajib dalam gereja yang menempatkan Tuhan YESUS hanya sebagai monumen sehingga setiap tahun sudah auto dirayakan sesuai kebiasaan, tradisi, dan bahkan bila perlu, dikemas dengan strategi marketing yang menarik agar dapat menghibur jemaat dan syukur-syukur dapat tambahan domba baru.

Tidak ada waktu lagi untuk sungguh-sungguh bertanya pada-Nya: berapa belas/puluh/ratus juta yang perlu dianggarkan setiap tahunnya untuk suatu perayaan yang Dia sendiri tidak pernah perintahkan dan sama sekali tidak ada di dalam Alkitab*!  Sebaliknya, Anda akan dianggap wagu, aneh dan bahkan dicap mulai jadi "karismatik" jika berani mengusulkan agar rencana Natal harus terlebih dahulu dibawa ke kaki Tuhan YESUS untuk bertanya dengan cara apa dan bagaimana Dia mau kita memperingati hari hari kelahiran-Nya?

Lalu bagaimana seharusnya kita menghayati Natal? Natal akan sangat berbeda ketika kita memindahkan center of gravity dari Natal Bayi YESUS kepada Natal YESUS Raja, Natal yang eskatologis, yaitu momen eternal final yang akan menyeret segenap hidup para percaya untuk senantiasa menyukakan dan menantikan kedatangan KRISTUS Raja kedua kalinya kelak. Suatu Natal yang me-refocusing hidup: bahwa Tuhan YESUS lah Subyek yang berdaulat, memerintah, dan memiliki hidup semua orang yang percaya pada-Nya selama menumpang di bumi ini sampai di kekekalan kelak. Mengapa? Simply karena Dia bukan bayi mungil lagi! Gimana sih rasanya kalau keluarga dan teman-teman Anda setiap tahun merayakan ulang tahun Anda dengan acara yang sama, yaitu mengenang bagaimana kelahiran Anda, kondisi orang tua pada waktu itu, dan situasi politik seperti apa yang menyertainya. Sebagai pribadi yang normal, Anda pasti risih dan merasa tidak nyaman. Apalagi jika dalam acara tersebut keluarga dan teman-teman sibuk sendiri dengan asyiknya acara dan bertukar kado. So, please pikirkan ulang mengapa Anda merayakan "ulang tahun-Nya" dengan cara yang Anda sendiri tidak suka jika setiap tahun orang merayakan ulang tahun Anda cara yang "aneh" seperti itu (kecuali Anda sudah "jadi monumen"). Ingat, Tuhan YESUS bukan sebuah monumen, bukan suatu pemahaman/persetujuan teologis, bukan kegiatan-kegiatan rohani. Dia adalah Pribadi yang hidup, berkuasa, yang akan datang sebagai Hakim untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati!


Jadi mari kita temukan lagi Natal Pertama dalam konteks hidup kita masing-masing dengan sujud di kaki-Nya: berdiam diri dan merenungkan hidup seperti apa yang akan kita persembahkan pada-Nya untuk menghargai kedatangan-Nya dulu, saat ini, dan nanti? Kiranya Subyek Natal Pertama berkenan menerima hidup kita sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada-Nya, untuk mengasihi sesama yang masih terbelenggu dan tenggelam dalam dosa.

Catatan:
1. *) Jika Anda penasaran mencari tentang perayaan ulang tahun di Alkitab, Anda hanya akan menemukan hal tersebut dilakukan oleh Firaun pada masa Yusuf dan oleh Herodes pada masa Yohanes Pembaptis. Pada kedua acara ulang tahun tersebut, terjadi pembunuhan: juru roti mati digantung dan Yohanes Pembaptis dipenggal kepalanya.
2. Sebagian tulisan ini saya ambil dari tulisan saya di deskripsi video lirik pujian Yesus Pada-Mu Kuberseru.
3. Sumber gambar direpro dari film The Nativity Story (2006).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun