Mohon tunggu...
Welhelmus Poek
Welhelmus Poek Mohon Tunggu... Foto Pribadi

Welhelmus Poek seorang aktivis NGO yang sangat intens advokasi isu-isu Hak Asasi Manusia terutama hak-hak kelompok marginal, secara spesifik memperjuangkan hak-hak anak muda, gender dan keadilan sosial lainnya. Lahir di Pulau Rote, 17 Juni 1981. Mengawali karir NGO di Plan International Indonesia tahun 2004 hingga 2015. Kemudian bergabung dengan Hivos International tahun 2016 untuk program energi terbarukan di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur. Tahun 2018-2019 melanjutkan study Master of International Development di University of Canberra. Tahun 2020 kembali bergabung dengan Hivos International untuk program energi terbarukan di Pulau Sumba. Welhelmus juga aktif di Forum Akademia NTT dan masih mensupport aktivitas Institute of Resource Governance and Social Change (IRGSC) Kupang, NTT hingga kini.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Rapat Demi Rapat: Antara Ritual Modern Dan Ilusi Solusi

26 Juni 2025   14:09 Diperbarui: 26 Juni 2025   14:09 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG


Oleh: Welhelmus Poek -- Pemerhati Pembangunan dan Praktisi Lapangan

Setiap minggu, setiap bulan, bahkan kadang beberapa kali dalam satu minggu, undangan rapat terus berdatangan. Topiknya variatif---mulai dari kemiskinan, stunting, energi terbarukan, perubahan iklim, pendidikan, hingga pemberdayaan ekonomi masyarakat desa. 

Tidak hanya di kantor pemerintahan atau aula pertemuan biasa, melainkan juga di hotel berbintang, dengan layar LED canggih dan sajian kopi premium yang tak pernah absen.


Namun, di balik semua itu, ada satu pertanyaan reflektif yang menggelitik dan semakin nyaring bergema: "Apakah semua rapat ini benar-benar membawa perubahan?"

Jika jawabannya iya, mengapa statistik kemiskinan tidak banyak berubah? Mengapa kualitas pendidikan dasar masih memprihatinkan di pelosok? Mengapa pembangunan desa masih tersandera oleh inefisiensi dan tumpang tindih program?

Boleh jadi, kita sedang menjalani sebuah ritual modern bernama "rapat"---yang lebih mendekati pertunjukan formalitas ketimbang forum pencipta solusi. 

Rapat hari ini bukan lagi tempat berkumpulnya para pemikir untuk memetakan jalan keluar dari masalah, melainkan arena pencitraan, pembuktian eksistensi, bahkan pembenaran atas status quo yang terus berulang.

Ironi di Balik Layar LCD

Mari kita jujur. Dalam banyak forum resmi, kita sudah terlalu biasa dengan gaya diskusi yang "berjarak". 

Para peserta datang dengan catatan lama, presentasi baru, dan retorika yang sudah bisa ditebak. Birokrat bicara angka, LSM bicara empati, akademisi bicara teori, dan sektor swasta bicara peluang. Semuanya terasa lengkap, namun nihil tindakan konkrit.


Yang lebih menyedihkan, setelah rapat selesai, berita rilis media langsung terbit: "Stakeholders Sepakat Tangani Masalah Sampah di Kota X". Padahal, yang sepakat hanyalah dalam tataran wacana. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun