Mohon tunggu...
Max Webe
Max Webe Mohon Tunggu... Penulis - yesterday afternoon writer, working for my country, a reader, any views of my kompasiana are personal

"There is so much weariness and disappointment in travel that people have to open up – in railway trains, over a fire, on the decks of steamers, and in the palm courts of hotels on a rainy day. They have to pass the time somehow, and they can pass it only with themselves. Like the characters in Chekhov they have no reserves – you learn the most intimate secrets. You get an impression of a world peopled by eccentrics, of odd professions, almost incredible stupidities, and, to balance them, amazing endurances." — Graham Greene, The Lawless Roads (1939)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pasca Ganjar-Ahok-Gibran di Antirasuah, Bola Kasti Itu Dipukul ke Kandang Banteng

11 Januari 2022   16:11 Diperbarui: 11 Januari 2022   16:17 543
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://suar.grid.id/

Demokrasi Indonesia yang dimenangkan dengan susah payah masih memungkinkan dinasti politik untuk berkembang, sebuah fakta yang dibenci oleh banyak orang setelah euforia perubahan rezim pada tahun 1998 karena mendorong jenis korupsi, kolusi dan nepotisme yang menjadi ciri rezim Orde Baru.

Pada 2015, DPR mengesahkan UU Pilkada yang melarang anggota keluarga petahana mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Namun, apa yang dianggap sebagai terobosan bagi demokrasi muda ini, dibantah oleh Mahkamah Konstitusi, produk lain dari reformasi politik 1998. Dalam putusannya, pengadilan mengatakan kesempatan yang sama perlu dipertahankan untuk semua. Tapi kesempatan yang sama tidak berarti apa-apa tanpa lapangan bermain yang setara. Dalam politik, anak laki-laki, anak perempuan atau pasangan dari tokoh politik terkemuka adalah yang paling mungkin untuk memenangkan pemilihan, mendapatkan keuntungan dari lingkup pengaruh yang terakhir dan keuntungan lain yang mereka nikmati. Partai politik, tidak mengherankan, mendukung dinasti politik karena iming-iming kekuasaan.

Keputusan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) memilih putra sulung Presiden Joko "Jokowi" Widodo Gibran Rakabuming Raka dan menjadi walikota Surakarta , Meskipun datang beberapa bulan terlambat karena internal pertengkaran. Partai-partai lain di dalam dan di luar koalisi yang berkuasa akhirnya mendukung Gibran.

Mengamati lanskap politik di kota Jawa Tengah, Gibran muncul sebagai satu-satunya ekspresi dari seberapa besar kepercayaan warga Surakarta dan Gibran meniru ayahnya, seorang walikota dua periode yang populer. Gibran berpeluang mengikuti lintasan politik sang ayah, menjadikan pemilihan hanyalah sebuah ekspresi 

Sedikit yang meragukan ketulusan niat Gibran untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Surakarta, tetapi cara dia mengikuti perlombaan bukanlah pertanda baik bagi pematangan demokrasi negara. Dia tidak akan mendapatkan tiket jika dia bukan putra presiden petahana. Demokrasi Indonesia tampaknya belum beranjak jauh dari titik lepas landasnya. Ini adalah sistem di mana keputusan dibuat berdasarkan mobilisasi massa, seperti ekspresi kekuatan massa.

Dinasti politik berjaya di negeri ini karena demokrasi belum sepenuhnya mengakar dan sistem politik masih rawan manipulasi. Ada banyak kasus di seluruh negeri tentang dinasti politik yang menyebarkan korupsi sistematis, namun banyak yang cenderung mengabaikan risiko ini, seperti dalam kasus Laporkan Gibran-Kaesang, Upaya Ubedilah Badrun di Tengah Ketidakpercayaan. Apalagi, belum lama, dua elite PDI Perjuangan, Ganjar Pranowo dan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, juga dilaporkan ke lembaga antirasuah, berkaitan dengan dugaan tindak pidana korupsi.

Bisa jadi tafsiran bebas Pidato HUT ke-49 PDIP, yang menyatakan adanya segelintir orang dan ada kelompok politik mencoba memancing di air keruh. Di luar itu ada juga suatu kelompok kepentingan yang bertindak bagaikan benalu yang menginduk pada inangnya atas nama pandemi. Mereka masih saja mencari keuntungan materi. Adalah berkaitan dengan agenda 2024. Sebagaimana diketahui, 2024 menjadi tahun politik digelarnya pemilihan presiden, kepala daerah, dan anggota legislatif secara berbarengan. Itulah, Bagaimana Sejarah Akhirnya Menulis tentang Megawati.

 Jika kita benar-benar percaya pada demokrasi, kita seharusnya tidak memberi ruang bagi dinasti politik untuk tumbuh, karena akan menyebabkan akumulasi kekuasaan oleh sekelompok kecil keluarga. Lebih buruk lagi, itu akan membuat kita kehilangan kesempatan untuk menemukan kandidat yang lebih baik untuk posisi kepemimpinan di tingkat regional dan nasional.

Baca: Dukung Jokowi Bertindak Tegas, Pelaku Pembakar Hutan Belum Dihukum

Tingginya popularitas Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, ditambah dengan perebutan kekuasaan di internal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), telah menimbulkan spekulasi apakah dia akan mengikuti garis partai atau melompat kapal untuk bergabung dengan partai lain untuk mewujudkan ambisi politiknya. Di sisi lain, sebelum Gibran, Gubernur Jawa Tengah yang juga kader PDI-P Ganjar Pranowo dilaporkan ke KPK.

Ganjar Pranowo dilaporkan oleh Presidium Poros Nasional Pemberantasan Korupsi (PNPK) Adhie Massardi terkait kasus lama, yakni dugaan korupsi proyek e-KTP. Pelaporan itu pun telah direspons Ganjar. "Aku kudu ngomong opo yo (aku harus ngomong apa ya)," katanya, Jumat (7/1/2022).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun