Hari Ibu di Indonesia diperingati pada tanggal 22 Desember tiap tahunnya. Tahun ini merupakan peringatan Hari Ibu yang ke-93 di Indonesia.Â
Dari Instagram KemenPPPA, tanggal Kongres Perempuan Pertama pada 22 Desember 1928 menjadi dasar pemerintah RI menetapkan peringatan Hari Ibu. Hari itu, diresmikan oleh Presiden Soekarno melalui surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 316 Tahun 1959.Â
Meskipun ditetapkan sebagai hari nasional, namun peringatan Hari Ibu bukan termasuk hari libur.
Panitia Kongres Perempuan Indonesia I dipimpin oleh R.A. Soekonto yang didampingi oleh dua wakil, yaitu Nyi Hadjar Dewantara dan Soejatin. Dalam sambutannya, dinukil dari buku karya Blackburn, R.A. Soekonto mengatakan:Â
"Zaman sekarang adalah zaman kemajuan. Oleh karena itu, zaman ini sudah waktunya mengangkat derajat kaum perempuan agar kita tidak terpaksa duduk di dapur saja. Kecuali harus menjadi nomor satu di dapur, kita juga harus turut memikirkan pandangan kaum laki-laki sebab sudah menjadi keyakinan kita bahwa laki-laki dan perempuan mesti berjalan bersama-sama dalam kehidupan umum."
"Artinya," lanjut R.A. Soekonto, "perempuan tidak [lantas] menjadi laki-laki, perempuan tetap perempuan, tetapi derajatnya harus sama dengan laki-laki, jangan sampai direndahkan seperti zaman dahulu."Â
Itu adalah awal gerakan perempuan. Untuk hari itu, kehidupan seorang ibu seharusnya mudah. Dia dapat beristirahat dan menikmati kekaguman akan kemurniannya, kesetiaan yang tak tanggung-tanggung, kasih yang tak terkekang, dan cinta yang total.Â
Tapi mungkin bentuk perhelatan ini terlalu mudah; mungkin itu bagian paling hakiki seorang wanita sebagai 'orang yang melahirkan' dan membesarkan anak.Â
Sesungguhnya, sangat sedikit hal tentang keibuan yang absolut. Dan mungkin kita harus menerima dan merayakan, malah bersikap ambivalen.
Setelah memperlakukan Hari Ibu seperti yang selalu dialami setiap tahunnya, sangatlah tidak peka. Para ibu telah menunjukkan tahun-tahun berjalan, bahkan lebih dari biasanya, dan terlalu banyak dari mereka yang berjuang tanpa dukungan dari komunitas, Â dan seharusnya memiliki makna yang lebih besar dan lebih inklusif.Â