Mohon tunggu...
Wasiat Kumbakarna
Wasiat Kumbakarna Mohon Tunggu... karyawan swasta -

melihat sesuatu dengan lebih cerdas dan tenang

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Seleksi Menteri, Jokowi Seharusnya Tugasi BIN Bukan KPK

24 Oktober 2014   23:36 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:50 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pro-kontra seleksi menteri dengan melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang dilakukan Presiden Jokowi semakin seru saja. Ada yang menyambut baik dan mengapresiasi langkah yang dilakukan Jokowi. Ada juga yang melihatnya sebagai langkah yang kurang tepat.

Menurut mantan ketua KPK pertama Taifurahman Ruki dan pengamat hukum dari Universitas Muhammadiyah Jakarta, Chairul Huda, Jokowi sebetulnya tak perlu sampai meminta pertimbangan KPK dan PPATK. Seharusnya Jokowi memanfaatkan badan intelijen (BIN).

"Presiden 'kan punya BIN yang tugasnya mencari informasi di antaranya. Suruh saja BIN (tracking rekam jejak calon menteri) secara rahasia," kata Chairul seperti dilansir oleh RMOL.

Senada dengan Chairul, Ruki dalam sebuah acara di TVone mengatakan, “kalau saya jadi ketua KPK, saya tidak akan menjawab permintaan Presiden Jokowi.” Menurut Ruki, KPK tidak punya wewenang (dalam UU KPK) untuk memberikan penilaian terhadap calon menteri. Selain itu, masih menurut Ruki, penyeleksian menteri bukan domain KPK, “itu domain politik, bukan domain hukum.”

BIN melakukannya secara tertutup

Jokowi seharusnya meminta BIN untuk mencari tahu track record calon menteri. Kata Ruki, BIN bisa memanfaatkan KPK dan PPATK untuk mencari data, lalu melaporkan kepada Jokowi secara tertutup. “Jangan dilaporkan secara terbuka begini (diumumkan ada calon menteri yang bermasalah), malah menambah masalah baru.”

Chairul Huda menambahkan, "Jangankan dugaan korupsinya, dia (calon menteri yang di-tracking) selingkuh dengan siapa saja bisa ketemu."

Dikhawatirkan, KPK pun akan tercoreng sebagai lembaga hukum. "Bukankah itu akan mencoreng KPK? bukankah KPK jadi dilema untuk menegakkan hukum terhadap bersangkutan karena itu menteri yang direkomendasi?" jelas Chairul.

Jadi asumsi publik

Jika KPK punya bukti seharusnya calon-calon menteri bermasalah itu segera ditangkap dan tidak membiarkan jadi asumsi publik semata. KPK, tambah Chairul, dengan begitu melanggar asas praduga tak bersalah.

Chairul juga menyoroti pernyataan Ketua KPK Abraham Samad terkait calon-calon menteri yang bermasalah. Abraham bilang jika nama-nama itu dipaksakan jadi menteri maka kemungkinan tidak bertugas lama karena ditangkap KPK.

Wah, apa gak ketar-ketir juga calon menteri yang diberi stabile merah dan kuning itu ya. Mengetahui dirinya dengan diawasi oleh KPK dan kemungkinan sebentar lagi akan ditangkap KPK.

Tujuan Jokowi membuat kabinet yang bersih itu bagus. Semua pihak pasti mendukungnya. Namun, cara untuk membuat kabinet yang bersih juga harus diperhatikan. Selain itu, argumen bahwa Jokowi takut nanti ada menteri yang ditangkap KPK seperti 3 menteri di era SBY juga tidak menjamin nanti menteri-menterinya tidak akan terlibat kasus dan ditangkap KPK.

Seperti kita ketahui, banyak dari kasus korupsi yang terjadi pelanggarannya adalah pelanggaran kewenangan. Artinya, tidak benar-benar ada uang negara yang diambil. Lah bagaimana jika nanti ada menteri Jokowi yang salah mengartikan kewenangan (karena tidak sengaja atau tidak tahu misalnya), lalu ditangkap KPK? Hmmmmm…rumit ya ternyata!

Tapi bagis aya, sudahlah! Nasi sudah menjadi bubur. Semua sudah lewat. Jokowi sudah menggunakan hak prerogatifnya dengan meminta bantuan KPK dan beberapa nama menteri sudah distabilo merah dan kuning. Kita tunggu saja siapa kira-kira yang akan ditangkap KPK dalam waktu dekat. Eng..ing..eng!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun