Sebuah pepatah bijak mengatakan: "hidup seperti roda, ada masa di atas, ada pula kalanya di bawah".
Maknanya ialah bahwa periode kehidupan mencakup siklus keberhasilan dan kegagalan, keberuntungan dan kesialan, kesenangan dan kepedihan, kemudahan dan kesulitan, dan seterusnya. T
ak mungkin manusia merasakan kesenangan terus menerus. Ada kalanya seseorang merasa sedih. Tidak akan manusia selalu berhasil dalam pencapaiannya. Ada kalanya ia menjumpai kegagalan.
Itu pun berlaku di dunia olahraga, termasuk di bulutangkis. Ada masanya timnas dan atlet bulutangkis suatu negara berada dalam periode emas. Pada masa kejayaannya banyak prestasi, gelar, dan kejuaraan penting diraih.
Pebulutangkis yang sedang dalam masa emas dan performa terbaiknya bisa tak terkalahkan untuk periode yang lama atau menduduki peringkat atas selama bertahun-tahun. Begitu mudah gelar juara direngkuh. Keberuntungan seolah dimiliki tanpa batas.
Kemudian saat roda mulai berputar, masa kejayaan perlahan bergerak menurun. Gelar-gelar penting sulit diraih, kemenangan mulai menjauh, dan kekalahan semakin sering dialami. Keberuntungan tidak lagi berkawan.
Begitulah "hukum roda kehidupan" di arena bulutangkis. Putarannya telah membuat persaingan bulutangkis dunia semakin merata. Negara besar dan kuat seperti Indonesia tak lagi leluasa menguasai podium juara. Sementara negara-negara yang sebelumnya tak masuk dalam peta persaingan, perlahan menyodok ke atas dengan melahirkan juara-juara baru.
Namun, hukum roda tersebut agaknya tak berlaku bagi bulutangkis China. Roda seolah tak pernah berputar untuk timnas bulutangkis negeri tirai bambu tersebut. Untuk masa yang sangat panjang, roda berhenti dan menempatkan China pada periode "keberhasilan-kemenangan-keberuntungan" secara terus-menerus.
Selama puluhan tahun terakhir, supremasi bulutangkis dunia digenggam oleh China. Mereka tak mengenal periode emas karena generasi emas terus bermunculan sambung-menyambung.
Ketika satu atau dua pemainnya mulai menurun, China tak pernah menunggu lama untuk melakukan pergantian nama. Ambil contoh ketika Lin Dan menjadi penguasa tunggal putera, China sudah mulai memperkenalkan Chen Long. Maka ketika Lin Dan menurun, Chen Long segera mengambil estafet kejayaan. Lalu ketika Chen Long masih berjaya, generasi berikutnya yang dipimpin Shi Yu Qi sudah menebar ancaman.