Minyak bumi dan gas (migas) adalah sumber daya alam yang sangat penting dan strategis bagi Indonesia. Hingga saat ini migas masih menjadi pemasok energi dan bahan bakar utama di Indonesia. Sektor ini juga menjadi tulang punggung ekonomi nasional sekaligus salah satu penyumbang utama penerimaan devisa negara. Sejarah pernah mencatat pada 1970-an penerimaan migas mencapai lebih dari 55% dari total penerimaan negara. Pada 2015 meski porsinya telah menurun menjadi hanya sekitar 10% dari, namun nilainya masih cukup besar. Permintaan konsumsi migas domestik pun terus meningkat.
Kondisi memang telah berubah. Selama satu dekade lifting/produksi minyak dan gas Indonesia cenderung menurun. Menurut SKK Migas realisasi produksi migas per 5 Januari 2016 sebesar 96,5% dari target yang ditetapkan. Produksi minyak hanya sebanyak 777.560 barel per hari atau 94,2% dari target sebesar 825.000 barel per hari. Â Realisasi lifting meningkat per 4 Agustus 2016. Namun, tren penurunan diprediksi akan kembali terjadi. Hal tersebut disebabkan karena usia sumur migas yang sudah tua. Di sisi lain tidak banyak penemuan cadangan baru. Jangka waktu antara penemuan cadangan/eksplorasi dan produksi di tanah air juga cukup panjang.
Indonesia telah berkomitmen mengembangkan energi alternatif yang bersifat baru dan terbarukan. Namun, kegiatan hulu migas tetap dibutuhkan. Selain untuk menopang ketahanan energi nasional dan mendorong penerimaan migas, produksi hulu migas perlu ditingkatkan karena Indonesia masih memiliki potensi yang bagus di sektor migas. Menurut Kementerian ESDM terdapat puluhan cekungan hidrokarbon yang belum dieksplorasi dan sebagian besar berada di Indonesia bagian timur.
Sayangnya, investasi hulu minyak dan gas bumi di Indonesia saat ini kurang diminati. Menurut Indonesia Petroleum Association (IPA), investasi hulu migas di tanah air pada 2015 turun sekitar 20%. Bahkan menurut SKK Migas nilai investasi kembali turun 27% pada kuartal kedua 2016. Indikator lain terlihat dari rendahnya respon terhadap penawaran wilayah kerja migas sehingga kegiatan eksplorasi dan penemuan cadangan migas baru menjadi lambat. Sementara itu, realisasi unit kegiatan hulu migas per Juli 2016 rata-rata kurang dari 50%.
***
Secara eksternal investasi hulu migas sangat dipengaruhi oleh harga minyak dunia. Merosotnya harga membuat investor menunda kegiatan atau memangkas investasi karena dianggap tidak ekonomis. Namun, di luar faktor harga minyak dunia, daya tarik investasi hulu migas sangat tergantung pada kondisi di dalam negeri.
Untuk meningkatkan daya tarik investasi hulu migas Indonesia harus melakukan terobosan secara radikal mengingat kompleksitas permasalahan yang selama ini menghambat. Pelaku bisnis dan investor migas di Indonesia sering mengalami kesulitan dalam hal perizinan, pembebasan lahan, perpajakan, infrastruktur hingga masalah yang terkait sosial kemasyarakatan. Hambatan juga berasal dari regulasi yang kurang menguntungkan. Agar lebih ramah investasi Indonesia perlu menciptakan sistem serta iklim yang mengutamakan sinergi, kepastian dan fleksibilitas.
Sinergi dan Koordinasi Memacu Efektivitas
Dalam setiap kegiatan hulu Migas, daerah berhak mendapatkan keuntungan yang optimal. Namun di sisi lain hal itu sering menimbulkan masalah di lapangan. Kontraktor/investor mengalami hambatan karena keputusan di pusat tidak diikuti dengan koordinasi dan kemudahan di daerah. Misalnya, saat sudah mendapatkan izin dari pemerintah pusat, kontraktor justru dihadang persoalan izin yang kompleks di daerah seperti pembebasan lahan dan sebagainya. Hal ini membuat investor berpikir ulang untuk melaksanakan proyek hulu migas.
Pemerintah pusat dan daerah harus meningkatkan sinergi untuk mengatasi hambatan-hambatan yang ada. Pembagian peran serta tanggung jawab antar lembaga pemerintah di pusat dan daerah harus diwujudkan dalam koordinasi yang jelas dan efektif.
Investor juga menginginkan sinergi yang lebih baik antar kementerian terkait agar tercipta kejelasan dan konsistensi pengelolaan hulu migas. Kementerian ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Kementerian Keuangan sebagai kepanjangan tangan pemerintah harus menanggalkan ego sektoral yang mengakibatkan tumpang tindih kebijakan. Harmonisasi peraturan antar kementerian harus segera diwujudkan. Tanpa adanya sinergi dan koordinasi dari berbagai pemangku kepentingan, kelancaran investasi hulu migas akan terus terhambat.
Reformasi Peraturan Mengikis Hambatan
Menurut laporan Tim Reformasi Tata Kelola Migas (Mei 2015), untuk melaksanakan kegiatan hulu migas di Indonesia, investor atau kontraktor harus mengurus perizinan yang jumlahnya antara 150 hingga 280 perizinan dengan sekitar 600.000 dokumen. Prosedurnya pun tidak sederhana karena melibatkan 17 lembaga/instansi. Â Belum lagi setiap tahun investor/kontraktor harus mengantongi sekitar 5.000 izin.
Kondisi tersebut sangat tidak menguntungkan bagi pelaku bisnis hulu migas. Selain memakan banyak waktu serta biaya, izin yang sedemikian kompleks dan berlapis juga membuka peluang terjadinya praktik-praktik penyimpangan.
Pemerintah juga perlu menghapus perizinan ganda dan perizinan yang tidak relevan, terutama yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah. Di sisi lain, perizinan yang mendukung operasional seperti izin kapal yang melayani kegiataan hulu migas perlu dipermudah.
Tidak kalah penting adalah menuntaskan revisi UU No. 22 Tahun 2001 yang mengatur tentang penguasaan dan pengusahaan migas. Undang-undang ini sangat dibutuhkan untuk memberi kepastian tentang mekanisme dan bentuk organisasi yang akan mengelola sektor hulu migas. Revisi juga diharapkan  dapat mengurangi beban investor/kontraktor dari kewajiban-kewajiban yang memberatkan seperti audit rutin oleh berbagai instansi dan audit tambahan yang dilaksanakan oleh lembaga lainnya.
Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 2010 juga perlu dievaluasi. Peraturan ini mewajibkan perusahaan migas membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) berdasarkan total luas wilayah kerja walaupun belum dimanfaatkan seluruhnya. Kewajiban PBB ini berpotensi merugikan investor hulu migas karena eksplorasi belum tentu berhasil. Sementara jika berhasil menemukan cadangan migas, luas area yang dimanfaatkan hanya sebagian kecil dari wilayah yang dikenakan kewajiban PBB. Jika masalah ini dibiarkan, investor dan kontraktor kontrak kerja sama akan menunda kegiatannya. Salah satu terobosan yang bisa dipertimbangkan adalah menyusun UU Pajak Khusus Bisnis Hulu Migas yang iselaras dengan karakter dan kebutuhan industri hulu migas tanpa meniadakan prinsip-prinsip umum perpajakan.
Kepastian Kontrak Membuat Tenang
Di Indonesia kegiatan hulu migas dilaksanakan dengan mekanisme bagi hasil produksi melalui kontrak kerjasama antara pemerintah dan kontraktor. Investasi awal dikeluarkan oleh investor/kontraktor dan dianggap sebagai cost recovery. Investasi tersebut akan dikembalikan setelah diperoleh hasil produksi migas. Sisa hasil produksi setelah dikurangi cost recovery akan dibagi untuk pemerintah dengan investor.
Untuk menarik minat investor, pemerintah perlu menawarkan skema kontrak kerja sama yang inovatif dengan mempertimbangkan tingkat resiko serta persaingan dengan negara lain. Kontrak kerjasama yang fleksibel, sederhana dan kompetitif akan membuat investor bergairah untuk melakukan proyek di Indonesia. Misalnya pada wilayah kerja dengan cadangan migas besar namun tingkat kesulitannya rendah dapat digunakan service contract. Pemerintah juga perlu menerapkan kontrak dengan proporsi pembagian hasil yang lebih menguntungkan kedua belah pihak.
Berpihak Pada Perusahaan Nasional
Selain memberi kemudahan dan iklim investasi yang menarik bagi investor swasta atau asing, pemerintah juga harus memperhatikan peran perusahaan nasional. Salah satunya dengan memberi kesempatan yang lebih besar kepadaPertamina untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi migas. Pemerintah bisa memprioritaskan wilayah kerja dengan tingkat kesulitan rendah untuk dikerjakan oleh perusahaan nasional. Namun, hal itu bukan berarti Pertamina atau perusahaan nasional tidak dilibatkan dalam kegiatan hulu migas di wilayah dengan tingkat kesulitan tinggi.
Tak dapat dipungkiri bahwa pandangan masyarakat terhadap industri hulu migas masih kurang baik. Sejumlah kasus kriminal yang melibatkan pejabat di sektor hulu migas, salah satunya mantan Kepala SKK Migas, Rudi Rubiandini, membuat masyarakat dan investor meragukan kredibilitas sektor ini. Padahal, hulu migas mutlak membutuhkan dukungan pubilk. Investor akan melihat sejauh mana hulu migas di negeri ini mendapat kepercayaan dari masyarakat.
Oleh karena itu, kepercayaan masyarakat harus segera dipulihkan. Sosialisasi tentang peran sektor hulu migas perlu dilakukan secara terus menerus. Pada saat yang sama semua pihak di sektor hulu migas harus meningkatkan integritas dengan bekerja secara profesional agar publik percaya bahwa hulu migas nasional memiliki kemampuan dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam untuk kepentingan masyarakat.
Jaminan Sang Pemimpin
Sebagai sektor yang sangat strategis dan menjanjikan keuntungan besar, kegiatan hulu migas sangat rentan oleh intervensi politik. Kebijakan terkait kegiatan hulu migas juga dihasilkan melalui proses politik. Kepemimpinan nasional yang kuat dengan visi jangka panjang dibutuhkan agar hulu migas tidak menjadi sapi perah demi kepentingan jangka pendek pihak tertentu. Pemimpin nasional harus memastikan bahwa kebijakan dan keputusan terkait kegiatan migas sepenuhnya didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan yang sehat.
***
Investasi di sektor hulu migas adalah sebuah keniscayaan sekaligus kebutuhan. Hambatan dan permasalahan yang sudah teridentifikasi bukan saatnya lagi untuk dibahas terus menerus. Â Saatnya melakukan kerja nyata dengan menghadirkan terobosan yang radikal untuk memperbaiki dan menyempurnakan pengelolaan hulu migas nasional.
Sektor hulu migas sangat membutuhkan dukungan dari banyak pihak. Pemberian kemudahan dan prioritas investasi hulu migas harus tetap didasarkan pada prinsip akuntabilitas dan transparansi sehingga bisa diawasi sekaligus dievaluasi. Dengan investasi yang kuat serta berkesinambungan, ketahanan energi dan pembangunan nasional Indonesia dapat terus diupayakan.
Hendra Wardhana