Mohon tunggu...
HUN FLOCKY
HUN FLOCKY Mohon Tunggu... Aktivis budaya Masyarakat Lembah baliem suku hubula

Menulis dan menyoroti pentingnya akar dan identitas budaya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Antara Tanah Ulayat dan Kantor Pemerintahan: Urgensi Harmonisasi Regulasi di Papua Pegunungan (Hun flocky)

13 Juli 2025   07:52 Diperbarui: 14 Juli 2025   01:14 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hun flocky gambar ilustrasi 

Antara Tanah Ulayat dan Kantor Pemerintahan: Urgensi Harmonisasi Regulasi di Papua Pegunungan

 Pengantar

> _"Tanah bagi orang Papua bukan sekadar tempat berdiri, melainkan tempat berpikir. Ia adalah ruang jiwa, ruang cerita, dan ruang untuk menghormati leluhur. Maka, membangun di atasnya bukan sekadar meletakkan batu pertama, tetapi menempatkan niat yang bisa diterima oleh hati banyak orang."_
> ---Penulis

Di bawah tanah dan gunung gunung itu bukan sekedar potongan sekat sekat,ia mempunyai asal terdapat juga aliran sungai di bawah sana,(pesan tetua adat masyarakat Baliem)

Pesan ini sering tersampaikan pada diskusi diskusi di honai, ini adalah perjanjian kekal yang secara turun temurun di teruskan, disampaikan dengan tujuan di terus ke generasi selanjutnya 

Penulis memahami pesan ini sebagai
konsep Landasannya dalam berlogika tentang tanah dan gunung , tentang segala sesuatu yang ada di baliem
Bahwa tanah itu bukan sekedar tanah
Bahwa gunung itu bukan sekadar susunan batu

"bukan untuk di artikan dan simpulkan sekat sekat,
Ada cerita di balik cerita yang perluh di dalami

Secara ontologi relasional, epistemologi lokal, fenomena ruang hidup, dan kosmologi sosial,  masyarakat Baliem dalam memahami tanah dan gunung sebagai ruang yang berjiwa, bukan sekadar ruang terukur.

Dan secara filsafat berpikir kritis, setiap perkara—termasuk soal pembangunan di atas tanah adat—harus ditelusuri dari hakikatnya (ontologi), dari sumber pengetahuannya (epistemologi), dan dari nilai-nilai yang dikandungnya (aksiologi). Maka ketika masyarakat adat mempertanyakan pembangunan yang berlangsung di atas tanah ulayat, itu bukan bentuk perlawanan semata—itu adalah sikap berpikir kritis yang sah.

Masyarakat adat memandang pembangunan bukan sebagai deretan batu dan sekat administrasi, melainkan sebagai arus relasi yang di kritisi Dalam skala lokal, nasional, hingga internasional, ruang tidak hanya dibangun dengan fondasi beton, tapi harus berakar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun