Sikap seperti ini yang sering dijumpai dalam pribahasa “Diberi Hati Minta Jantung” alias lupa diri yang tidak tahu diri. (Sumber)
Menjadi besar kepala dan sesuka hati menganggap paling benar seperti contoh aksi demo tanggal 16 Januari 2017 kemarin, menuntut Kapolri agar mencopot 3 Kapolda sekaligus.
Luar biasa! Rizieq FPI cs mencoba melakukan “Pressure” seolah-olah terdzolimi untuk menutupi aksi sesungguhnya seperti contoh merusak dan membakar beberapa sekretariat GMBI oleh oknum FPI.
Lebih baik waktu yang ada digunakan untuk fokus agar tidak selalu mangkir dipanggil penegak hukum menghadapi kasus yang sudah ada didepan mata seperti :
- Kasus penistaan lambang Negara dan penghinaan Bung Karno
- Penistaan agama soal “Yesus anak Tuhan”
- Menebar isu PKI soal logo uang baru yang mirip “palu dan arit”
- Menunggu laporan baru dari para ulama terutama dari MUI soal penistaan Ulama yang dituduh “ulama yang bejat, ulama yang buruk, ulama yang busuk, ulama yang suka memutarbalikkan ayat, yang menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal.” dan "lebih menakutkan dari Dajjal, dia nipu umat pakai ayat Alquran, dia nipu umat pakai Hadist Nabi.". (Sumber)
Kenapa sampai hari ini tidak ada satu ulama pun yang meminta pertanggungjawaban atas ucapan Rizieq?
Apakah memang benar apa yang diucapkan Rizieq? Jika benar, siapa ulama yang dimaksud?
Kasus Ahok begitu cepat diproses MUI melalui fatwa "Penghinaan Ulama", sedangkan kasus Rizieq yang menghina Ulama dan ingin mengukuhkan dirinya sebagai IBII hingga hari ini tidak ada respon dari MUI.
Ada apa dengan MUI? Apakah memang benar Rizieq sudah "merendahkan" wibawa MUI?
Jika saya seorang ulama maka saya akan melaporkan ke penegak hukum.
Namun, Bersukurlah Rizieq karena saya bukan seorang ulama.