Mohon tunggu...
Kris Wantoro Sumbayak
Kris Wantoro Sumbayak Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

200 "Langkah" di Kompasiana

3 April 2022   16:28 Diperbarui: 3 April 2022   16:33 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
200 "langkah" di Kompasiana | gambar: KRAISWAN

Seribu langkah dimulai dari satu langkah kecil, setiap hari

Demikian pepatah yang pernah diucapkan dosenku dalam salah satu mata kuliahnya. Jika diibaratkan "langkah" itu adalah artikel yang kutulis di Kompasiana. Aku bermimpi bisa menulis seribu artikel. Artikel ini adalah yang ke-200, baru satu dari lima bagian.

Perjalanan masih jauh dan panjang. Tak mengapa, aku akan meneruskan langkah-langkah kecil setiap waktu agar menuju seribu.

Seperti pernah aku utarakan, menulis sudah menjadi bagian jiwaku. Mustahil aku hidup tanpa menulis. Kata orang, jika kita suka mengerjakan sesuatu, tanpa paksaan, meski tiada imbalan; itu yang disebut passion. Ya, menulis telah menjadi hasrat dalam diriku.

Bak ulang tahun seseorang atau suatu lembaga, aku mau merayakan artikelku yang ke-200 dengan versiku. Kenapa tidak menunggu 500 atau 1000 artikel baru dirayakan, supaya "nendang" gitu? Iya kalau perjalananku sampai di sana. Kalau ternyata cuma sampai di 200, atau 201...?

Berikut beberapa hal yang aku syukuri dalam perjalanan ke-200 ini.

Dimulai dari rindu

Aku sudah punya blog pribadi sebagai alat perjuangan sebelum bergabung di Kompasiana. Karena "hasutan" teman, aku terlibat juga di sini. Aku sudah membela hakku, bahwa aku tak punya cukup kapasitas untuk menulis. Catatan belanja emak-emak bahkan lebih merdu serta estetis daripada coretanku di blog.

Karena "dipaksa", aku mengikut juga. Kalau kuat, ya lanjut. Jika tidak, lambaikan tangan ke arah kamera. Dan, di titik ke-200 aku sekarang. Aku cukup sanggup bertahan meski banyak tersalip "pembalap" lain.

"Pergi demi rindu" adalah cerpen pertamaku. Meski tak ada sosok yang bisa dijadikan alasan merindu, aku nekat menulis topik ini sekedar menghormati undangan temanku. Aku merindukan rumah dalam rangka pertama kali merantau untuk bekerja. Dari artikel rindu ini akhirnya aku hidup di alam Kompasiana.

Menulis gara-gara aku

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun