Mohon tunggu...
Kris Wantoro Sumbayak
Kris Wantoro Sumbayak Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Gegara Huruf "N": Guru Harus Lebih Sabar

23 November 2021   09:37 Diperbarui: 23 November 2021   09:42 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bendungan | foto: kaskus.co.id, olah gambar KRAISWAN

Senin. Hari yang berat bagi sebagian orang, seperti aku. Setelah mendamba dua hari off, ternyata banyak agenda harus dikerjakan, tetiba sudah Senin. Perlu pasokan tenaga yang sangat banyak untuk menghadapi Senin. Tapi juga perlu rem, sebab jika kebanyakan tenaga malah bisa merusak.

Kemarin aku bertindak gegabah. Dan aku menyesalinya. Ceritanya begini:

Tiap hari Senin, aku mengajar dua kelas, shift siang, yakni grup 5A dan 5B. Yang grup B ini yang berat, karena harus mengajar yang di sekolah (onsite) dan di rumah (online). Blended learning istilahnya. Meski tersedia sarana-prasarana lengkap, tak menjamin hariku menjadi indah.

Aku tidak sedang bertengkar dengan istri. Sedang tidak diteror oleh admin pinjol. Sudah sarapan dan minum kopi-hitam-tanpa-gula. Entah kenapa, aku meledak saat mengajar grup B.

Subjek yang aku ajarkan, Tematik, memang cukup banyak muatan pelajarannya. Sedangkan durasinya hanya 60 menit dipotong pengumuman, dan tanya jawab. Sehabis menguapkan tenaga di grup 5A, aku langsung lanjut ke grup B. Tidak ada masalah dalam 10 menit pertama. Aku sampaikan, mengajar blended lebih cepat habis tenaga, lebih cepat capek. Dan bisa jadi emosional.

Waktu aku masih mengulas materi tentang kenampakan di bumi (alam dan buatan), di bagian kenampakan buatan contoh yang sedang dibahas adalah tentang waduk/ bendungan. Beberapa anak menulis komentar di Google Meet, salah satunya menuliskan "It feel like damn." Ya, damn. Aku langsung menegur murid itu, karena bahkan dia menulis dua kali. Aku sudah sering mengingatkan dia dan semua murid agar tidak memberi komentar yang tidak berkaitan dengan pembelajaran, apalagi kosakata yang tidak sopan. Itu dilarang.

Aku meminta si murid memberi penjelasan, apa maksudnya. Dia bergeming. Tidak menyalakan mic, maupun segera membalas komentar. Sekalinya berkomentar, "(damn) Itu kan bahasa Inggrisnya bendungan." Tanpa aba-aba, intonasiku naik dua oktaf.

"Mr tahu kamu banyak wawasan, tapi jangan sok tahu! Kalau bendungan, bahasa Inggrisnya D-A-M tanpa N!" Tetiba keluar tanduk dari kepalaku. Kelas pun senyap. Mr Kris kesambet apa ya, mungkin begitu batin murid yang lain.

Soalnya, menurut Google "damn" dan "dam" punya kesamaan bunyi (homofon), dan hampir tak bisa dibedakan. Hanya gegara beda satu huruf N bisa menyebabkan "kebakaran". Sebenarnya pendapat muridku itu tidak sepenuhnya salah. Hanya, karena aku sedang menjelaskan dan tetiba dia mengirimkan chat itu, aku langsung muntab.

Aku mengambil persepsi praktis, mungkin si anak terpengaruh dari Youtube, Tiktok atau game online. Jadi, jika itu pengaruh negatif darinya aku sebagai pendidik harus meluruskannya. Seandainya dia "raise hand" atau menyalakan mic sebelum berpendapat, takkan begini jadinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun