Mohon tunggu...
Kris Wantoro Sumbayak
Kris Wantoro Sumbayak Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kangen yang Mungkin Tak Terobati Saat Pandemi Covid-19

8 Juni 2020   15:19 Diperbarui: 2 Februari 2024   14:03 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Momen jalan sehat bersama murid, foto: KRIS WANTORO

Tak hanya jauh dari pacar atau orang tua, kelamaan jauh dari murid juga menyebabkan kangen. Kangen polah usilnya, caper-nya, keringatnya (eh?), bahkan derita kalau diajari sampe berbusa ndak mudeng-mudeng. Corona, Corona, please go away!

Kangen dengan ibu (waktu merantau di Surabaya) bisa pulang. Kangen pacar bisa ngapel ke Jakarta. Sekarang, kangen pada murid...? Nak, seandainya kalian membaca tulisan ini, jujur mister juga kangen kalian. Mister tidak ungkapkan, supaya tegar. #mataberkacakaca

Kangen di masa normal. Jumat adalah hari paling syahdu di sekolah kami. Pertama, kami boleh memakai kaos bersablon nama sekolah atau kaos berkrah, dan celana jins. Kedua, dapat jatah uang makan untuk lima hari. Ketiga, weekend, berarti Sabtu-Minggu kemerdekaan pribadi. Lima hari kuras tenaga, dua lainnya waktu pelepasan.

Semenjak kerja dari rumah, tak ada greget mengharap akhir pekan. Lagi pula semua hari sama, rasanya weekend. Hal ini juga yang mengaburkan kangen mingguan.

Selain kesenangan pribadi, ada rutinitas sekolah--jembatan keakraban---yang kami juga kangeni, yang barangkali takkan terobati saat "New Normal" diterapkan.

1) Salaman dan Tos

Tiap pagi ada guru piket, berdiri di depan pintu masuk sekolah sambil menyerahkan senyum terbaik pada murid dan menggenggam tangan atau tos. "Good morning, Elyn" | "Good morning, miss/ mister

Pada momen itulah para guru piket dikaruniai membaca "nasib" para murid. Apakah "tangki kasih"-nya penuh dari rumah, sudahkah cacing perutnya disuapi, sudah mengerjakan tugas matematika atau belum, apakah otak dan ototnya cukup waktu ditidurkan, mantabkah mereka ke sekolah demi menghindari "neraka" kebosanan di rumah.

Saat "New Normal" nanti, kami takkan bisa salaman maupun tos.

2) Olah raga bersama

Selang dua minggu sekali, biasa Jumat kedua dan empat, sekolah kami olah raga bersama. Berseling, jalan keliling kompleks berjarak dua kilo meter, atau senam di GOR lantai 4. Beda dengan SD zaman saya, mereka lebih gemar senam dibanding jalan-jalan. Bagi guru---khususnya perempuan---sama saja yang penting berkeringat, bakar lemak, hehe.

Kelak, saat "New Normal" bakal kangen olah raga bersama. Mau bagaimana, kalau jalan sehat harus jaga jarak satu meter, padahal muridnya dua ratusan. 

Jika jalan berdua-dua, jadilah barisan sepanjang 100 meter, dengan segelintir guru bakal keteteran mengawasi semua anak. Mau dibagi dua, usia kecil dan besar, jadi soal sendiri.

Yang senam lebih susah diterapkan. GOR kami berupa lapangan futsal berpagar jaring dan sepetak untuk badminton. Selama ini jika upacara atau senam hanya menggunakan area futsal (boleh dibayangkan ya, lapangan futsal diisi 200 anak, umplek-blek!) Nah, "New Normal" tidak merelakan kondisi ini. Sebagian di area badminton? Entahlah. Yang namanya anak---SD pula---kalau di lapangan ya bebas, mustahil jaga jarak.

Senam bersama di GOR, foto: KRIS WANTORO
Senam bersama di GOR, foto: KRIS WANTORO

3) Games

Tiap pukul 07.00, guru dan staf melakukan devosi. Setelah berdoa dan membaca renungan, biasanya ada rekan membagi games pendongkrak semangat (seringnya Jumat). Guru juga manusia yang butuh games

Nah, saat games inilah biasanya kami berkelompok, berdempetan, kadang bersentuh atau bergandeng tangan. (Bayangkan lagi ya, ruangan sekitar 7x7 meter dijejali 27 manusia). Boro-boro games, untuk briefing saja mungkin harus daring, dibagi 5-10 orang tiap kantor (satu ruang guru di lantai 1, satu ruang Tata Usaha dan dua ruang guru di lantai 2).

Games juga biasa dilakukan bersama murid. Beberapa guru menyiapkan aktivitas kecil untuk menyegarkan pembelajaran, apalagi di jam kritis. Bagian yang dinanti murid-murid ini membantu mereka agar rohnya tetap di kelas. Entah bagaimana nanti atmosfer kelas waktu "New Normal".

Itulah budaya sekolah kami. Kangen momennya, sosoknya juga. Kalau kelak momen yang dikangeni itu tak bisa diobati, sudah jauh lebih baik daripada hanya bersua dalam jaringan.

Salam,

@kraiswan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun