Seandainya manusia punya kemampuan serupa, bisa jadi flu jenis apa pun tak mempan. Tapi Tuhan tak mengizinkan, mencegah manusia makin sombong dan semaunya.
Meski begitu, bukan berarti manusia lemah. Ada poin lain yang Tuhan anugerahkan agar adaptif, disebut akal budi. Itu pun jika manusia mau memakainya. Adaptif terhadap budaya baru, disiplin baru, pola pikir baru dan segala kebaruan lainnya.
Kapan "New Normal" Siap Dijalankan?
Saya membayangkan "new normal" di Indonesia kelak. Orang naik angkot bersama maksimal 5 penumpang lain. Ojol motor hanya untuk pesan makanan, sedang mobil maksimal 2 penumpang. Tak ada yang duduk berdempet apalagi berdiri di KRL atau busway. Atau semua pelaku urban harus berkendaraan pribadi?
Siswa usia kecil belajar di shift pagi, usia besar di siang hari. Pekerja industri masuk tiga kali seminggu (sehari masuk, sehari libur), dengan pendapatan separo dari normal. Orang makan di restoran atau nonton bioskop hanya melalui layanan booking sebelumnya.
Frekuensi ibadah di gedung ditambah, memberi jarak antatjemaat. Para pedagang tak punya lapak harus memikirkan stategi baru--via online misalnya--jika tak ingin dagangannya dikeruk Satpol-PP.
Akankah bisa lebih normal dari imajinasi di atas? Lebih jauh, apakah kita (dan pemerintah) siap dan berani berdamai?
Mungkin mendekati realita jika pemerintah tegas dan konsisten dalam peraturan, disambut masyarakat tidak beringas dan kuat komitmen menjalankan protokol kesehatan.
Salam,
Referensi: