Mohon tunggu...
Kris Wantoro Sumbayak
Kris Wantoro Sumbayak Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Libur 14 Hari: Berkah atau Masalah?

21 Maret 2020   15:54 Diperbarui: 21 Maret 2020   15:53 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Eitss, jangan salah. "Libur" bagi murid sekolah mungkin hari-hari tanpa tugas (baca: beban). Sedangkan menurut keputusan pemerintah--dalam rangka mencegah penyebaran virus---adalah belajar di rumah.

Saya melihat dualisme. "Yes!!", sorak mereka yang merdeka belajar. Mereka menganggap terlepas dari teks bacaan, menulis, membaca dan rangkaian tugas. "Mau makan apa?", teriak pekerja informal yang jangankan empat belas hari, sehari tidak bertemu pelanggan bisa puasa anaknya di rumah.

Keputusan pemda hingga himbauan presiden "Belajar di rumah, bekerja di rumah, ibadah di rumah" tidak menyelesaikan masalah semua orang. Sebutlah sopir plat kuning dan ojek online yang keberadaan makhluk berseragam putih merah atau putih biru gelap adalah sumber nafkah. Otomatis, empat belas hari ke depan rezekinya sepi.

Bekerja di rumah cocok bagi yang bersenjatakan gadget dan jaringan internet. Content writer, designer, web developer, dan profesi serupa produsen perangkat lunak. Ada Corona atau tidak, mereka tetap produktif. Kemerdekaan sejati suatu profesi. Pemilik sistem ojek online juga tak perlu beranjak dari kursi empuk untuk memastikan bisnisnya berjalan. Tak pusing merawat kendaraan, menembus macet dan hujan, atau target tutup poin.

Presiden telah memelopori rapat kenegaraan online. Keren! Jajaran abdi negara yang menangani berkas atau laporan bisa ngantor di rumah, dikirim email.

Belajar di rumah pun tak mustahil. Ruang Guru, Quipper School, Zenius Education dan aplikasi serupa bermitra dengan Kemdikbud menyediakan ruang belajar. Masalahnya, seberapa banyak murid bisa mengakses aplikasi tersebut? Harusnya tak sulit, karena anak SD sudah mahir game online. Namun, belajar di rumah sama sekali berbeda dengan bermain game. Dan, bisa jadi yang mereka tahu dibelikan HP untuk main game bukan belajar. Tidak semua orang tua juga tahu untuk apa saja HP itu digunakan.

Anda yakin anak mau belajar di rumah, sedang orang tua tetap bekerja? Tidak akan kelayapan, ngumpul dengan teman-temannya? Atau merasa sudah aman dengan HP-nya sepanjang hari? "Aman" tidaklah benar-benar aman. Jika di hari biasa anak menghabiskan 7 jam di sekolah, dia hanya 2-4 jam mengakses HP. Sedangkan jika orang tua bekerja, tidak pula bersama guru, siapa yang akan mengawasi mereka?

Bagaimana seharusnya menyikapi 14 hari belajar di rumah? Maju kena, mundur nyenggol.

Salah satu kompasianer membagikan pengalamannya. Mumpung libur, dimanfaatkannya waktu untuk mengajari putrinya memasak. Masa anak perempuan tak bisa memasak, curhatnya. Berbahagialah wanita yang jadi ratu di rumah. Selain memasak beberes rumah, berkebun, membaca buku-menonton film lalu mendiskusikannya, belajar mendongeng atau bermain bersama bisa menjadi opsi. Inilah kesempatan orang tua menggali minat dan kesenangan anak.

Baca juga: Mendongeng berarti Menanamkan Nilai

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun