Mohon tunggu...
L. Wahyu Putra Utama
L. Wahyu Putra Utama Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Kopi

Literasi dan Peradaban

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Melacak Dalang di Balik Teror di Polrestabes Medan

13 November 2019   18:49 Diperbarui: 14 November 2019   19:19 447
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Polisi berjaga pascabom bunuh diri di Mapolrestabes Medan, Sumut, Rabu (13/11/2019). Antara Foto/Irsan Mulyadi

Aksi teror kembali menyasar dan membidik aparat keamanaan. Peristiwa itu terjadi tepatnya di Mapolrestabes Medan, Sumatra Utara pada rabu pagi waktu setempat. 

Hingga saat ini, menurut dari pelbagai sumber, pelaku menggunakan tas yang berisi bahan peledak yang memiliki daya ledak hingga beberapa meter. Utungnya ledakan itu hanya menewaskan sang pelaku, tidak ada korban dari pihak aparat polisi ataupun warga sipil.

Peristiwa ini merupakan sinyalemen bahwa gerakan terorisme belum berakhir dan menjadi ancaman bangsa, bahkan global. Saya melihat, dalam konteks cara dan gerakan terornya, pelaku teror tersebut kemungkinan besar berafiliasi atau ada hubungannya dengan kelompok radikal ISIS atau Islamic State (IS), sebuah gerakan radikal yang menjadi ancaman global saat ini. 

Dalam pengamatan saya, kelompok ini sebenarnya sudah hampir musnah, setelah basis kekuatan mereka di Suriah dan Irak diambil alih koalisi internasional. Praktis kekalahan tersebut akan berdampak pada pola gerakan kelompok yang berafiliasi dengannya. Bahkan pada bulan lalu, pemimpin tertinggi kelompok ini tewas oleh operasi intelejen Amerika.

Meskipun kelompok ini hampir musnah, namun kemungkinan masih memiliki  sel-sel tidur yang lebih berbahaya dan tersebar di semua kawasan secara mengglobal. 

Mereka tidak mudah dilacak, dan bergerak secara sporadis. Tidak dapat diragukan lagi, aksi teror di Polrestabes Medan hari ini tidak lain adalah sel pendukung dari ISIS yang beroperasi secara sendiri-sendiri (lone wolf). Oleh sebab itu, semua pihak harus tetap waspada, mengantisipasi adanya serangan susulan dari kelompok teroris ini.

Terorisme dan Psikologi Kekerasan
Bila menyimak diskusi publik dalam sebulan terakhir, isu tentang radikalisme mencuat kembali ke permukaan meskipun dalam proporsi yang kurang tepat, misalnya ketika pemerintah menyoroti soal cara berpakaian; celana cingkrang, masjid-masjid yang disinyalir radikal, dan ustaz kondang yang dianggap keras. 

Hal ini secara tidak langsung, membentuk sebuah persepsi bahwa radikalisme selalu dikonotasikan pada kelompok agama tertentu. Padahal, radikalisme agama pada dasarnya disebabkan oleh pemahaman agama seseorang yang salah atau tidak meletakkan konsep agama secara benar dan proporsional.

Bagi saya, fenomena radikal ini harus dilihat dari kacamata sosial dan psikologis. Dari kacamata sosial, radikalisme lahir dari persoalan sosio-ekonomi. Jadi, soal ekonomi dan ketimpangan sosial adalah faktor utama penyebab timbulnya paham radikal.

Dalam konteks psikologis, paham radikal timbul dari indoktrinasi yang secara kontinyu dan biasanya menyasar orang-orang dengan kepribadian lemah dan tidak banyak bergaul dengan lingkungan sekitar. 

Indoktrinasi ini bisa melalui doktrin-doktrin agama yang keras seperti tentang "perang". Sehingga pemahaman ini masuk dalam alam bawah sadar dan pada akhirnya menjadi sebuah keyakinan dan kebenaran tunggal.

Indoktrinasi dogma-dogma kekerasan tersebut secara simultan akan melekat pada kepribadian seseorang. Pada taraf ini seseorang akan lebih tempramen, dan sulit untuk diubah.

Ini adalah kondisi psikologi akut, di mana dogma-dogma kekerasan itu telah mendarah daging dalam dirinya. Baginya, semuanya adalah salah, yang benar adalah "pemahaman saya semata".

Jika dalam kondisi psikologis akut seperti itu, apa kemudian langkah yang bisa kita lakukan kepada orang-orang yang terpapar doktrin radikal?

Pertama dengan pendekatan psikologi, melalui pemberian paham moderasi, mengajaknya untuk lebih dekat melihat realitas sosialnya, tujuannya adalah untuk membuka pandangan atau pemikiran agar lebih luas dan terbuka. 

Berikan stimulus ringan, melalui dialog seputar kebangsaan atau norma-norma moderasi, dalam hal ini misalnya tentang Islam dan demokrasi, Islam rahmatan lil alamin dan lain sebagainya.

Libatkan juga tokoh-tokoh agama yang memiliki pemahaman luas seputar agama, sehingga doktrin kebenaran tunggal tadi terdistorsi melalui dimensi agama yang universal dan plural.

Upaya Mencegah Paham Radikalisme
Kita harus melacak faktor dominan timbulnya paham radikal ini. Apakah dimensi sosial-budaya, ekonomi atau agama.

Apabila paham radikalisme ini lahir dari kondisi sosial, maka yang musti diperbaiki adalah masalah-masalah sosial; soal ketimpangan, keadilan, dan kelompok-kelompok tersubordinasi, terpinggirkan secara sosial dan politik. 

Maka, pemerintah musti berperan dalam menciptakan stabilitas sosial sekaligus berupaya melahirkan kehangatan dalam berwarga negara. Namun, jika radikalisme lahir dari paham agama yang keliru, maka yang perlu diperbaiki adalah pemahaman agamanya.

Bagi saya, selain upaya pendekatan sosial-keagamaan, cara untuk mencegah berkembangnya paham radikal yaitu dengan memperbanyak literasi atau bahan kepustakaan. 

Semakin banyak anda membaca literatur dunia, maka semakin terbuka pikiran kita dalam melihat dunia, semakin mempertajam tanggung jawab kita dalam sosial. 

Masalahnya, ketika arus informasi tanpa batas tidak dimanfaatkan secara maksimal, justru sebaliknya dunia digital makin mempersempit ruang gerak manusia; manusia-digital memiliki kecenderungan lebih individualis yang secara bertahap menghilangkan kepekaan mereka dalam sosial.

Hal ini harus disadari, dunia digital mustinya dimanfaatkan bagi pengembangan intelektual. Melalui pengkayaan literasi, kita bisa mengantisipasi paham-paham yang membahayakan keutuhan negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun